EP = m.g.h

500 88 138
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

Absen dulu yuk kalian dari kota mana aja!

Tolong dong semangatin aku biar aku aktif nulis lagi. Aku kadang minder tulisanku itu bagus apa enggak.

***

Walaupun Kak Angga diem dan seolah nggak peduli sama aku, tapi aku tahu kakak peduli sama aku seperti energi potensial. Meskipun benda itu diam tapi dia juga memiliki energi.

- Naya-

***

Angga terdiam menatap layar laptop di hadapannya. Akhir-akhir ini beban hidupnya bertambah semenjak kehadiran Naya. Ia menyesali perihal perkataannya kemarin yang bersedia menjadi pacar Naya. Padahal ia terpaksa melakukan itu karena ia teringat sahabatnya Kai.

"Bengong mulu dari kemarin!" Alan datang mengganggu Angga, mereka sedang berada di kantin kantor. Angga memutar mata menatap Alan sebal.

"..."

"Ditanyain malah diem, pantes aja banyak yang bilang lo kayak gunung es."

Angga tak membalas perkataan Alan, ia tetap fokus sambil memikirkan cara agar bisa lepas dari Naya. Ia menyesal telah mengizinkan Naya masuk ke dalam hidupnya. Kalau begini terus maka ambisinya akan memudar. Cinta itu hanya akan melemahkan orang-orang terhadap impiannya.

"Pasti mikirin cewek! Si anak profesor itu, kan?" Angga langsung melotot menatap Alan ketika pria itu membahas prihal Naya. Kenapa Alan bisa tau apa yang ia pikirkan?

"Kaget, ya gue bisa tau? Muka lo aja akhir-akhir ini udah jelasin kayak cowok puber yang baru pertama kali jatuh cinta." Kemudian Alan tertawa setelah mengatakan itu.

"Gue nggak jatuh cinta," bantah Angga, ia tak terima jika dibilang jatuh cinta pada Naya. Ia bukan jatuh cinta tapi ia kesal karena selalu menjadi pria bodoh yang mau mengikuti permmintaan Naya, hanya karena tak ingin melihat gadis itu menangis. Mungkin benar ia sudah gila.

"Bantah aja terus, nanti jadi bucin beneran baru tau rasa."

"Serius gue nggak cinta sama anaknya profesor!"

"Gue denger-denger bokap lo sama profesor udah temenan sejak lama?" tanya Alan.

"Iya, dulu bokap sama Profesor pernah jadi dosen di satu univ yang sama, pas gue masih kecil."

"Berarti lo sama anak profesor udah kenal dari kecil juga, dong?" pertanyaan Alan membuat Angga terdiam. Ia memutar ulang masa lalunya ketika ia masih di sekolah dasar. Ia ingat dulu ketika ibunya mengajaknya bermain ke sebuah rumah besar yang tak lain milik Profesor Aldo. Ada anak kecil perempuan yang selalu menatapnya dengan tatapan permusuhan. Apakah itu Naya? Namun kedua anak itu berbeda. Naya kecil membencinya berbeda dengan sekarang yang mengejar-ngejarnya seperti orang gila.

"Mungkin, tapi gue nggak terlalu inget."

"Gue curiga kalau bokap lo sama prof Aldo sengaja deketin lo berdua biar bisa jodohin lo sama Naya."

"Ngaco banget pikiran lo!"

"Dih ngenyel! Liat aja nanti."

Angga tidak menghiraukan itu. Jelas itu tidak masuk akal, mana mungkin ayahnya dan profesor diam-diam mau menjodohkannya dengan Naya. Angga menghembuskan napas mencoba menenangkan dirinya. Lalu sebuah notifikasi masuk di ponselnya tertera nama Naya. Baru saja diomongin anak itu langsung muncul. Ada apa lagi?

Naya

-Kak Angga

Airlangga

-Apa?

Airlangga | Gravitasi (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang