bagian 11

9 0 0
                                    

"Cinta bukan tentang membalas, Far. Cinta bukan seperti itu, Far."

🍬🍬

Bagaimana bisa? Dari sekian universitas yang di daftar oleh Farah bagaimana bisa malah satu kampus sama dengan Ahmed. Apakah ada campur tangan manusia ataukah murni skenario Yang Di Atas? Mengapa? Why? Walau menolak tetap hatinya meronta-ronta. Ia tak rela. Tak ingin. Sungguh, mengapa ketika ia mulai bisa untuk mencintai seseorang lelaki namun justru menimbulkan banyak perperangan batin antara tiga sudut segi itu?

Berulangkali Aisyah sudah memikirkan tentang ini. Namun lagi-lagi hatinya tak rela. Ia pun selalu bertanya, mengapa begitu sulit melepaskan? Merelakan? Pahit rasa. Memang benar kata orang cinta pertama sulit untuk dilupakan. Itu hanya perkataan orang yang tak punya iman, menurutnya. Yang berarti Ahmed bukan cinta pertamanya.

Aisyah melepaskan pelukan Farah seraya memasang senyuman yang nyaris sempurna. Ada guratan yang berbeda dari wajah seputih salju itu. Farah yang masih diliputi oleh kebahagiaan tidak menyadari perbedaan itu.

"Alhamdulillah... Aku bahagia Allah ngabulin impian kamu." Bohong? Tentu saja tidak. Tentu saja Aisyah ikut bahagia. Apa yang harus ditakutinya?

"Alhamdulillah aku bahagia banget ." Farah tak henti-hentinya tersenyum.

"Terlihat jelas sih di wajah kamu. Tuh kamu enggak berhenti senyam-senyum sendiri dari tadi."

Farah menangkupkan tangan di pipinya yang kian memerah. "Oh, ya?"

"Yaiya."

"Kamu kenapa?" Lambat laun Farah menyadari perbedaan dari raut wajah Aisyah.

"Aku kenapa memangnya?" Aisyah mengerutkan keningnya.

"Gatau, sikap kamu keliatan beda enggak kayak biasanya."

Aisyah meraih tangan Farah. Menggenggam erat seakan tidak ingin pisah. "Aku bahagia sekaligus sedih."

Kali ini giliran Farah yang mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Kamu seharusnya senang sahabat kamu satu-satunya lulus beasiswa. Ke luar negeri malah." Sebenarnya Farah paham betul akan kesedihan sahabatnya. Ia berusaha menghibur dengan caranya sendiri.

"Ya aku juga bahagia banget. Tapi aku juga sedih pisah sama kamu. Emang kamu gak sedih, huh?"

Farah terkekeh pelan. Balas menggenggam tangan Aisyah. "Aku sedih juga. Tapi ini semua demi cita-cita. In sha Allah kalo dikasih umur panjang next time kita ketemu lagi, kan!"

Aisyah melotot keheranan. " Tumben kamu bijak gini?"

"Yeee" Farah memonyongkan bibirnya.

Seorang perempuan memberikan buku menu kepada Farah dan Aisyah. Mereka baru menyadari ternyata belum memesan apa pun. Begitulah ketika dua sahabat dipertemukan, tetiba lupa dunia dan seisinya.

Setelah menulis pesanan mereka pegawai kafe itu langsung pergi. Tak lama kemudian membawa pesanan mereka.

Farah dan Aisyah menyendokkan ice cream mereka masing-masing ke dalam mulut. Enak dan lumer meleleh di lidah. Dingin melewati tenggorokan. Ah, segarnya. Cuaca yang kebetulan panas memang paling cocok ditemani segelas ice cream.

Mereka terdiam. Wajah Farah berubah sendu ketika ia memikirkan Ahmed. Mungkin sudah saatnya ia melepaskan. Walau hatinya tak ingin. Selama ini hanya Ahmed seorang yang benar-benar disukainya. Farah pun heran terhadap sang pujaan. Apa kurangnya ia? Laki-laki lain berebutan ingin jadi pacarnya, sedangkan Ahmed selalu seperti kulkas berjalan.

Tapi akhir-akhir ini Farah tahu mengapa Ahmed tidak pernah menunjukkan Rasa sukanya. Yah, memang apa lagi? Belum waktunya. Kemarin mereka masih SMA. Masih kecek, memang belum sepantasnya memikirkan hal begituan. Belajar saja yang benar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kronologi SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang