Ben tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Evans setelah pria itu kembali ke cockpit dan duduk dikursi FA-1 miliknya.
"Wow. Baru kali ini ada penumpang yang komplain cara seorang Evans Politova menerbangakan pesawat. And by the way, I think she doesn't know anything about aviation, no? Ya, mau semahir apapun juga seorang pilot, yang namanya turbulence nggak bisa dihindari lah. Sama aja kayak jalan yang bergelombang atau rusak yang nggak bisa dihindari."
Evans meneguk air putih dari tumblr favoritnya sebelum menjawab Ben, "Well, ternyata nggak semua orang mengerti our world. But I don't know, I find it funny. Udah lama nggak denger orang mengumpat ke gue."
Apa yang pria itu katakan memang benar. Masyarakat umum tidak semua mengerti tentang dunia aviasi. Jadi bukan hal yang aneh jika mereka berpikir pilot seharusnya bisa menghindari turbulensi yang pada kenyataannya tidak bisa. Bahkan turbulensi dikatakan sebagai hal normal dan sehat untuk terjadi ketika pesawat berada di udara karena terbang dengan kecepatan tinggi dalam tekanan angin yang cukup tinggi juga.
Kalau melihat komentar-komentar pada konten yang viral di social media, Evans dan pilot-pilot lain biasanya hanya akan tertawa. Memaklumi ketidaktahuan mereka tentang dunia aviasi. Yah, sebenarnya Evans tidak memiliki social media tapi pria itu bergaul dengan cukup banyak Gen Z, so he knows what's trending.
"Beruntung juga kita milih jadi pilot. Can you even imagine kalau kita kemaren milih jadi crew... I just can not handle thousand of complaints coming."
"Gue sih kayaknya masih bisa tahan ya. Kalo lo sih, beneran resign on the first day. Gue berani taruhin Evoque kesayangan gue."
Ben terkekeh-kekeh. "Iya sih, gue lupa lo pernah jadi dokter beberapa tahun. Pasti bisalah menghadapi komplain dari pasien. Cuman ya lo udah nyerah sekarang, karena kalau nggak, nggak mungkin lo sekarang berada di sini?"
Well, faktanya Evans pernah jadi dokter selama 2 tahun setelah medical study. Pria itu tadinya bercita-cita menjadi Spesialis Bedah Anak. Mungkin benar apa yang dikatakan Ben. Dia tidak tahan dengan kehidupannya sebagai dokter, menghadapi pasien, menghabiskan waktunya untuk menolong orang lain makanya memutuskan berhenti. Tapi tentu saja keputusannya tidak semudah itu dan hal-hal tersebut bukan alasan kuatnya berhenti menjadi dokter.
"By the way, Ben. Gue lupa ngasih tau lo. Xueye is also hurt."
Raut wajah Ben seketika berubah. Menatap Evans seolah berkata, kenapa lo baru ngasih tau ngab?
"Sepertinya kepalanya juga terluka. Gue lihat pelipisnya sedikit berdarah. You have to see her now."
Seharusnya Ben tidak bisa keluar dari kokpit bahkan ketika Evans berada di dalamnya jika bukan keadaan darurat seperti yang tadi terjadi. "Nggak apa-apa?"
Evans terkekeh-kekeh, "Ya, nggak apa-apa. Gue bisa handle di sini. Tapi pastiin lo balik 20 menit lagi maksimal ya, we are almost on final approach nih."
"Aye-aye, Captain!" Tidak membutuhkan waktu lama bagi Ben melepaskan seatbeltnya lalu meninggalkan kokpit dan pilotnya di dalamnya.
—
"Are you really okay, Xueye?" Ben menatap khawatir pada Xueye. Wanita itu tersenyum membuat kadar kecantikan beribu-ribu kali. "Aku baik-baik saja, Ben. Evans lebay banget sumpah."
Sekali lagi Ben memastikan. "You sure?" Xueye mengangguk dengan tatapan meyakinkan. Walaupun di sekitar sudut alis kirinya terdapat perban kecil menutupi lukanya."I'm fine. Tapi aku nggak yakin dengan passenger itu. I have to take care of her."
Ben dengan gemas mengangkat tangannya untuk menyentuh pucuk kepala Xueye. "There's only 10 minutes left before landing. I'll see you again after landing. Please take a good care of our passenger, Ms. Xueye."
Xueye tertawa kecil. "Baik, Bapak Co-Pilot. You take care ya, please help our pilot to land us smoothly, perfectly and safely.""Will do."
Lalu, Ben berjalan keluar dari dapur pesawat kembali ke cockpit dan Xueye berjalan keluar menuju kursi Carissa dengan makanan ringan.Ketika tiba di kursi wanita itu, Carissa sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya. Namun, tidak lebih baik dari sebelumnya dengan beberapa perban kecil di sudut pelipis wanita itu dan lilitan elastic bandage di tangan kanan serta pergelangan kaki wanita itu.
"Ma'am, we'll be landing shortly. You want to eat snacks? We hope it will help you to recover."
Carissa menyambut Xueye yang merawatnya sejak awal dengan wajah sumringah dan bahagia. "This looks good. Thank you!"Xueye membalas senyuman. "Our pleasure, Ma'am. Setelah kita landing nanti, Anda akan kami pindahkan ke kursi roda dan tim kami di bandara DPS telah menunggu Anda untuk dibawah ke rumah sakit terdekat ya."
"Okay. Oh iya, kamu punya alat tulis dan selembar kertas?" Xueye mengerut dahinya bingung. Untuk apa wanita ini memerlukan itu semua?
Namun demikian, Xueye tetap memberikan apa yang wanita itu minta dengan merogoh kantong seragamnya di mana kedua benda itu berada. "Here, Ma'am."Carissa menuliskan sesuatu pada kertas itu, namun Xueye tidak bisa membacanya karena wanita itu dengan cepat melipat apa yang ia tulis pada kertas itu. "Before we land, could you please give this to the pilot?"
Tentu saja ini menyalahi aturan keduanya tahu itu. "I'm sorry, Ma'am. I can't–""Please?"
Dan disinilah Xueye sedikit menyeselai apa yang ia lakukan, tapi dirinya bisa memberikan pembelaan jika apa yang baru saja wanita itu lakukan ditanya oleh audit. Ya, wanita itu melakukan apa yang Carissa minta. Bahkan Xueye tidak sempat mengintip apa yang wanita itu tulis karena ia mengejar waktu sebelum mereka benar-benar melakukan final approach untuk landing di I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
Evans mengerut dahinya tapi tetap meraih kerja persegi yang sudah dilipat menjadi ukuran persegi yang lebih kecil. Setelahnya Xueye langsung meninggalkan kokpit kembali ke posisinya untuk persiapan landing."Captain Evans, this is for you. First class, seat number 7B."
Oh, penumpang itu. Apalagi yang wanita itu ingin sampaikan padanya? Evans memasukan kertas itu ke kantong celana bagian belakangnya dan rupanya Ben memperhatikannya.
"Lo nggak mau baca dulu?" Evans menoleh ke Ben yang ternyata penasaran dengan isi dari selembar kertas itu.
Evans menyeringai geli. "Kepo lo."
"Dih, seriusan lo nggak mau lihat dulu? Masih ada 5 menit sebelum clearance request."Sama seperti takeoff tadi, untuk landing mereka membutuhkan konfirmasi dari Air Traffic Controller. Pesawat tidak bisa seenaknya mendarat.
"No. Be ready at your place," kata Evans final tanpa memberikan kesempatan bagi Ben untuk membantah. "Gue tahu isinya apa."
"Hah?" Ben tidak mendengar jelas apa yang pria itu katakan. Namun Evans sudah berbicara kepada Air Traffic Controller untuk mengkonfirmasi posisi mereka dan meminta landing."Halo, Ngurah Rai 118.8. Request clearance to landing, BR-255."
Evans tersenyum simpul tiba-tiba. Ya, ia tahu isinya tanpa membaca. Sudah pasti isinya makian, sama seperti perkataan wanita itu tadi kepadanya.And yes, Evans was right. Carissa menuliskan, "Landing yang benar, you asshole. Awas aja! I'm gonna make you pay for it!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKE A CHANCE WITH ME
RomanceBeberapa hal buruk bukan berarti sebuah kecelakaan. Tapi mungkin saja takdir yang membawa kehidupan kita ke sesuatu yang memang memiliki arti. Seperti kehidupan Carissa Putri Widjaya yang bersinggungan dengan Evans Politova. Ditulis dalam Bahasa Ind...