PART V: CARISSA

18 3 0
                                    

"Suami, heh?" Carissa menyambut Evans yang memasuki ruangan VVIP Rose 1 itu saat pria itu kembali dari bertemu dokter.

Kedua tangan Carissa terlipat di dada menyambutnya. Tepat 4 jam setelah dipindahkan ke ruangan ini, wanita itu baru siuman. Membuat Evans beberapa kali harus memanggil dokter yang bertanggung jawab di kelas VVIP untuk memastikan kenapa wanita itu belum juga siuman. Evans tidak menjawab, namun berjalan menghampiri wanita itu.

"Evans Politova, right?" Carissa menuntut jawaban.

Nama pria tidak tahu diri ini adalah Evans Politova. Pria ini benar-benar membuat dunia Carissa jungkir balik. Untung wanita masih selamat setelah pria itu menjadi pilot yang menerbangkannya dan ratusan penumpang lainnya dari Taipei ke Bali.

"Kata siapa kamu bisa sepihak kayak gitu, Pak Politova yang terhormat?" tanya wanita itu lagi dengan nada tidak suka.

Evans bisa menebak dari mana wanita itu mengetahui nama lengkapnya. Pasti dari kertas yang kemaren pria itu tandatangani atas namanya sebagai suami dari Carissa Putri Widjaya yang sekarang sudah ada di nakas tepat sebelah ranjangnya.

Istri, heh?

"Kamu membutuhkan wali. Kalau wali kamu nggak datang, kamu nggak akan bisa berada di sini dan mendapatkan perawatan terbaik. Jadi kamu seharusnya berterima kasih karena saya datang ke sini." Evans mengambil air mineral dan membuka tutup botolnya lalu memasukan sedotan.

"Ya, tetep aja nggak boleh ngaku sembarangan gitu. Kalau ada yang salah dengar dan bergosip yang tidak-tidak gimana? Aku bakal rugi."

Kalau saja media mengendus berita tentangnya, keberadaannya di Indonesia, dan apalagi jika orang-orang percaya bahwa pria tinggi dihadapannya ini adalah suami sungguhannya. Tamat sudah karir Carissa.

Evans mengangkat keningnya, "Bergosip yang tidak-tidak gimana? Emangnya kamu Chelsea Islan?" Carissa merengut.

"Udah selesai kan marah-marahnya? Nih minum dulu. Nggak lucu kalau kamu pingsan karena keselek." Evans memberikan botol air mineral yang sudah terbuka dan ada sedotan di dalamnya.

"Dih!" Carissa yang tahu dirinya masih sangat lemah untuk membantah Evans, mau tidak mau menerima pemberian pria itu.

"Thank you," cicitnya. Egonya terlalu tinggi untuk mengatakan terima kasih kepada pria itu dengan lugas. Evans menyeringai, "Kenapa? Bilang apa tadi? Saya nggak denger."

"Terima kasih."

Cengiran Evans semakin lebar. Pria itu tidak berniat sama sekali menjadi dekat dengan Carissa tapi sikap wanita itu sekarang membuatnya ingin menjahili wanita itu terus-terusan.

"Ngomong apa sih? Kecil banget suaranya kayak semut."

"Terima kasih! Udah puas kan!"

Tawa tidak bisa ditahan Evans. Pria itu tertawa, sementara Carissa memutar kedua bola matanya malas. "Dasar pilot gila."

"Cute banget sih."

Carissa melotot dan memberikan protes keras. "Cute? Dasar gila! Aku bukan hewan ya!" Wanita itu berusaha memukul Evans dengan tangan kiri yang diinfus dan tangan kanan yang sudah dibalut sangat tebal akibat cederanya. Lalu kaki kanannya yang juga dibalut tebal pada bagian lutut dan pergelangannya.

"Hey-hey!"

Evans secepat kilat meraih infus stand yang hampir saja menimpah kepala Carissa ketika wanita itu bergerak dengan bar-bar. Mata Evans memelototi wanita itu. "Kamu beneran mau mati ya? Kalau iya, jangan ketika lagi berdua sama saya dong. Nanti saya bakal repot harus membuang waktu memberi keterangan kepada polisi."

"Salah kamu."

Setelah selesai memperbaiki infus stand itu, kedua tangan Evans berada di masing-masing sisi pinggang miliknya. Evans menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

"Stop putting the blame on people. It's you who's holding the responsibility for your life," Evans berkata tegas. Nada tegas pria itu berhasil membuat Carissa tertegun, namun dengan cepat menguasai dirinya dan membuat wajahnya disamping, berpaling dari tatapan Evans.

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang