"Er, anterin kopi ini ke meja nomor 22 ya," perintah Ferdi, teman satu shift Erina hari ini di kafe.
Erina tanpa protes menerima nampan yang Ferdi berikan padanya, ia pun berlalu meninggalkan dapur dan langsung menghampiri meja dengan nomor tadi yang lokasinya masih ada di lantai satu.
Langkah kaki Erina mendadak berhenti saat melihat siapa yang tengah duduk di meja nomor tersebut, tak menyangka jika orang itu akan hadir di tempat kerjanya.
"Om Davin...." Erina menaruh kopi pesanan Davin ke atas mejanya dengan sedikit gugup, "Kok Om bisa di sini?"
"Emang ada larangan buat saya gak boleh minum kopi di sini?" Davin balik bertanya, tak lupa senyum khasnya yang memesona menghiasi wajahnya.
"Bukan gitu, Om." Erina menatap sesal Davin yang sudah tiga minggu tidak ditemuinya, "Maksud aku kenapa Om bisa di sini?"
"Saya baru sampai Bandung dan sengaja ingin bersantai minum kopi di kafe ini, ternyata secara kebetulan ini tempat kerja kamu ya." Davin masih mengusung senyum yang tidak pudar dari wajah tampannya.
Erina mengangguk-anggukan kepalanya saja, padahal selama tiga minggu sejak makan malam bersama, hubungannya dengan Davin semakin dekat karena seringnya berkomunikasi di telepon, dari mulai saling mengirim pesan, teleponan, bahkan video call. Tapi ternyata saat bertemu secara langsung, Erina masih saja gugup jika berhadapan dengan Davin yang usianya sangat jauh di atasnya itu.
"Kalau gitu aku ke belakang dulu ya, Om." pamit Erina, cara bicaranya pun lebih santai dan bahkan ia sudah nyaman menggunakan kata aku di bandingkan saya saat mengobrol dengan Davin.
"Tunggu." Davin mencegah Erina yang akan pergi dengan mencekal pergelangan tangannya erat.
"Lepasin, Om." Erina melepas tangan Davin yang baru saja menggenggam tangannya, ia lalu menatap bersalah pada Davin yang tampak tersinggung karenanya, "Gak enak dilihat pengunjung yang lain, maaf ya."
"Kamu selesai kerja jam berapa?" tanya Davin yang mulai menyesap kopi hitamnya.
"Satu jam lagi aku bisa pulang karena hari minggu jadi kebagian shift satu," jelas Erina dengan jujur, walau tidak tahu alasan kenapa Davin bertanya seperti itu.
"Kalau gitu saya tunggu kamu pulang di sini."
"Hah?" Erina seketika melongo dan menatap Davin tidak percaya, "Buat apa Om nunggu aku pulang?"
"Saya ingin makan malam sama kamu," jawab Davin dengan nada santainya, "Apa kamu punya rencana lain?"
Erina memainkan bibir tanpa sadar sambil berpikir, ia menimang tentang ajakan makan malam bersama dari Davin.
"Gimana, Erina?" tanya Davin lagi dengan tidak sabaran.
Akhirnya Erina mengangguk tanda setuju, karena bagaimanapun mereka sudah tidak bertemu selama tiga minggu, dan entah kenapa Erina merasa sedikit merindukan Davin yang padahal belum lama dikenalnya.
"Ya sudah, saya tunggu kamu di sini."
"Om gak bosen nunggu lama?" tanya Erina tidak enak hati.
Davin menggeleng tegas dengan bibir yang masih mengusung senyuman, "Gak akan ada kata bosan untuk menunggu gadis cantik seperti kamu, Erina."
Erina mendesah dalam hati karena Davin selalu pandai menggombal, entah di telepon atau bertemu secara langsung, Davin selalu berhasil membuat Erina salah tingkah.
"Kalau gitu aku ke belakang dulu ya, Om." Erina tersenyum kikuk sebelum berbalik pergi meninggalkan Davin.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/356667899-288-k481658.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR DADDY | 21+ (END)
Romansa• CERITA DEWASA • Erina Bestari, gadis 19 tahun yang merasa hidupnya tak tahu arah saat orangtuanya memilih jalan cerai karena kesalahan papanya yang selingkuh. Erina yang kesepian dan kekurangan kasih sayang akhirnya bertemu dengan Davin Mahendra...