3. Kebencian

308 37 0
                                    

Eras berjalan-jalan dengan jubah nyamannya mengelilingi istana. Ia sudah bosan di kamar besar itu dan ibu selir pun sudah sibuk mengurus hal lain. Ia kini  sedang mencoba memahami dan mempelajari sekitar. Berjalan tak begitu jauh dari kediamannya, ia menemukan perpustakaan istana yang megah di sebelah barat. Tanpa pikir panjang ia segera masuk dan tenggelam di dalamnya.

Tempat ini begitu tenang dan sunyi. Cahaya mentari masuk melalui jendela yang mempigura pemandangan taman bunga istana yang begitu indah dengan kolam teratai nya yang jernih.

Eras mengambil salah satu perkamen dari rak kayu. Ia membuka lembaran itu perlahan demi menemukan huruf-huruf aneh yang ternyata bisa ia baca. Beruntung pengetahuan dari pemilik tubuh sebelumnya di wariskan padanya. Di tangannya adalah buku silsilah keluarga kerajaan. Dan ia begitu terkejut menyadari bahwa ia telah kembali hidup ke masa 500 tahun yang lalu. Dengan penuh rasa penasaran ia membaca halaman pertama.

'Kerajaan Gunung Agung Timur adalah kerajaan kuat yang tak tergoyahkan. Kerajaannya berada di jajaran pegunungan Timur dimana ketika fajar terbit seakan membuat seluruh istana memancarkan sinar menerangi seluruh negeri. Pertanian dan kerajinan besi menjadi mata pencaharian utama penduduk.

Kerajaan yang begitu indah, dengan bentang alam yang mempesona. Gunung, danau, lembah dan hutan membentengi istana.

Raja Hanar terkenal bijaksana dan bertangan besi. Ia adil dan tegas pada rakyat, hukum ditegakkan serta bertanggung jawab atas kemakmuran seluruh rakyat.

Di tiga penjuru arah lainnya; Barat, utara, dan selatan pun berdiri kerajaan-kerajaan yang kokoh. Dunia dalam keadaan damai, para raja saling memiliki hubungan yang baik. Tak ada pertempuran selama beberapa ratus tahun silam hingga hari ini. '

...

Eras benar-benar di lempar waktu ke masa jaya zaman kerajaan Gunung Agung Timur yang terkenal. Ia terus membaca kalimat demi kalimat hingga menemukan satu hal yang mengejutkan.

Jiga dan Eras sama-sama kehilangan ibu setelah dilahirkan. Tapi mengingat perlakuan ibu selir padanya sepertinya pemilik tubuh sebelumnya mendapatkan kasih sayang yang cukup dari seorang ibu.

Semua yang terjadi padanya sungguh di luar nalar. Apakah ia bisa menjalani kehidupan baru ini?

Entahlah.

Begitu selesai mempelajari peta seluruh negeri, keluarganya dan hal-hal penting tentang kerajaan, Eras berjalan keluar dari perpustakaan setelah menghabiskan waktu setengah jam.

Baru saja hendak melangkah melewati pintu. Dua orang penjaga tengah asik bercakap-cakap membicarakan sesuatu yang membuat Eras kembali bersembunyi di balik pintu kayu.

'Kudengar-dengar, Pangeran Eras sudah sadar dari sekaratnya,'

'Apa benar? Syukurlah meski banyak yang menginginkan ia mati.'

'Sssttt, jangan bicara keras-keras. Tembok punya telinga sekarang. Apalagi raja sangat menyanyanginya. Siapapun yang membenci pangeran akan di hukum.'

'Tapi itu memang benar, kalau bukan karena raja yang menyayanginya dia hanyalah pangeran lemah yang tak berguna.'

'Benar juga.'

Eras terkejut mendengar percakapan itu. Ini semua tidak seperti gambaran di ingatannya. Seharusnya semua orang menyayangi Pangeran Eras tapi kenyataannya berbeda. Ternyata Ia dan pemilik tubuh sebelumnya sama-sama dibenci dan dimusuhi. Semua orang ingin ia mati.

Dosa apa yang telah dia perbuat hingga di kehidupan lima ratus tahun lalu maupun masa depan, ada saja orang yang membencinya.

Ada rasa sedih, marah, dan benci bercampur di hatinya. Namun Eras memilih berprasangka baik untuk saat ini. Ia melangkah keluar membuat kedua penjaga itu loncat di tempat. Mereka menyembah hormat.

"Yang Mulia sungguh senang melihat anda sehat sentosa."

Keduanya menunduk takzim.

Eras tersenyum kecut. Orang-orang ini bahkan begitu baik di depannya. Bermuka dua.

"Aku mendengar apa yang kalian perbincangkan," ujar pangeran Eras tenang.

"Ampun yang mulia, anda salah dengar, tolong ampuni kami."

Keduanya bersujud ketakutan, takut Pangeran melapor pada yang mulia raja.

Eras merenung sesaat, bagaimana harusnya si pangeran Eras dulu bertindak. Bukankah ia dikenal begitu baik dan pemaaf? ada sedikit celah di hatinya yang ingin menghukum saja dua orang ini. Tapi Eras ingin memberikan kesempatan. Ia ingin melihat apakah dunia dan orang-orang bisa berubah jika diperlakukan baik.

"Tak apa, pergilah. Aku tidak minat menghukum kalian" ucapnya ragu.

Ada sedikit penyesalan dihatinya karena melepaskan para pengawal itu. Tapi Eras berusaha menahan diri. Ia ingin menjadi pangeran baik hati seperti yang diharapkan. Sekarang dia bukan Jiga yang menyedihkan, melainkan Pangeran agung Eras.

"Terimakasih yang mulia, terimakasih."

Keduanya buru-buru pergi sebelum yang mulia Eras berubah pikiran.

Eras termenung dengan kejadian barusan. Begitu banyak hal yang tidak ia tahu. Terutama mengenai Eras lama dan apa saja yang ia telah perbuat di masa lalu. Apakah Eras dulu dibenci orang? Padahal menurut ingatannya, dia sosok yang begitu dicintai.

🗻🗻

si Pangeran Jahat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang