" Aku transfer uang ya buat..."
" Kalau buat beli skincare boleh, kalau buat nurutin keinginan papa kamu, aku nggak mau."
" Buat masa depan kita. Papa bilang, mau ngusahain apa aja sampai kita siap."
" Kamu sayang aku?"
" Sayang banget."
" Gimana kalau kita kawin lari?"
***
" Gila! Apa-apaan nih?" Dov, selaku orang yang mengepalai Divisi eksekutor dari rancangan ide hingga finishing acara menggebrak meja. Membuat tiga orang yang tergabung dalam tim satu, berjengit kaget dan saling pandang.
Mereka sedang mengadakan meeting dadakan tepat saat jam masuk kantor. Dov belum mengatakan apa-apa, tapi wajahnya sudah kelihatan murka. Tiga orang di tim satu bertanya-tanya dalam hati, karena tak berani buka mulut di situasi begini. Kiranya kesalahan apa yang telah mereka buat sehingga Dov marah pagi-pagi begini?
" Persiapan pernikahan Agni udah sampe mana?" tanya Dov tiba-tiba. Dia yang awalnya berdiri, kini duduk. Mengusap wajahnya yang sedikit memerah karena kesal.
" Sembilan puluh lima persen hampir sel..."
Dov memotong, " brengsek!"
Kata terakhir yang keluar dari mulut Dov membuat tim satu kaget. Tidak biasanya Dov berkata kasar saat meeting berlangsung.
Pintu ruang meeting terbuka, menampakkan Eros dan Swani yang berjalan santai, lalu duduk di kursi yang masih kosong.
" Nggak usah emosi begitu kali. Namanya juga kerja," komentar Swani, melirik Dov yang sok pusing dan kerepotan sendiri. " Belum aja lo jadi marketing." Lanjutnya, didengar oleh semua orang yang ada di dalam ruangan ini.
" Saya dengar persiapan tim satu udah lebih dari sembilan puluh lima persen?" Eros membuka pertanyaan menyebalkan dengan intonasi santai.
" Ya. Tinggal detil-detil kecil aja. Kayak beli barang-barang yang keliatan remeh tapi penting."
Eros mengangguk, " dekor?"
" Udah deal. Lokasi, dekorasi dan tema udah di acc Agni dua minggu lalu. Tinggal eksekusi minggu depan. Orang WO bilang bisa mulai eksekusi hari rabu."
Eros memejamkan mata, menahan diri agar tidak ikut-ikutan emosi seperti Dov. Agni... benar-benar kebangetan. Diaturnya napas pelan-pelan. Ia membuka mata, " Klien mau konsepnya berubah lagi," dengan berat hati, Eros berkata begitu.
Tim satu mengatakan "hah?" bersamaan. Mereka kaget sekaligus menjadi paham mengapa Dov marah-marah pagi-pagi begini.
" Gila kali tuh orang. Ngerjain kita apa gimana sih?" komentar Jani, selaku ketua dari tim satu. Ikutan emosi.
" Lo juga mau marah-marah kayak dia?" Swani bertanya pada Jani, sembari melirik Dov.
" Emang gaboleh kita marah-marah?" tanyanya balik, mulai kesal. " Mana konsep barunya?"
" Lo tanya sendiri aja sama orangnya!" Dov nyolot. Seolah marah pada Jani.
Jani, yang merupakan karyawan pertama di sini langsung keluar ruangan untuk menghubungi Agni sendiri. Tidak peduli kliennya sedang berada di mana dan sedang apa, karena kepalang kesal, ia langsung telepon saja.
" Dia nikah berapa lama lagi?"
" Empat puluh lima hari lagi."
Dov mengembuskan napas. "Dua hari dari sekarang kita meeting lagi. Kalian kejarin klien gila itu. Oke?"
***
" Eros! Gawat!" kalimat yang dikatakan Swani terdengar bukan kabar baik, namun ekspresinya tak sepanjang itu. " Ada yang mau ketemu lo."
Eros mengulas senyum, meraih kartu tarotnya, " Dewa Cinta siap menembakkan panah asmara selanjutnya. Suruh masuk," jawabnya dengan santai. Berlagak melawak, tapi bagi Swani selera humor Eros payah dan tidak lucu.
" Masalahnya... dia anak sekolah."
" Emangnya kenapa kalau anak sekolah? Gue biasa ngeramal cinta-cintaan mereka juga."
Swani terdiam. Tampak sedang memikirkan sesuatu, lalu memutuskan memanggil anak sekolah yang tadi memohon-mohon pada admin pendaftaran untuk dipertemukan dengan Eros.
Sekitar sepuluh menit sejak kepergian Swani, pintu ruangan Eros diketuk. Membuat sipemilik ruangan menegakkan posisi duduknya. Bersiap memberikan pelayanan baik terhadap kliennya.
" Masuk," ucapnya tegas.
Pintu terbuka. Dari tempatnya duduk, Eros melihat perempuan mungil berseragam SMA masuk. Perempuan itu tampak ragu, matanya mengamati tembok-tembok ruangan yang dihiasi lukisan-lukisan surealis buatannya sendiri.
Eros mengulas senyum. Dari jarak yang kian dekat dengan gadis itu, mata Eros menyimpit, mencoba memastikan ingatannya. Gadis itu, ia yakin pernah bertemu. Tapi dimana, Eros lupa.
Gadis itu melambai sembari mengulas senyum kikuk, " halo, kak. Masih ingat aku?"
Eros berusaha mengingat. Mengamati si gadis duduk di kursi dengan senyum yang tak pernah luput dari wajahnya. Name tag menjadi penyelamatan. Ciara Armadita. Perlahan-lahan, Eros seperti deja vu.
" Kamu yang di mall itu, kan?"
Ciara mengangguk, " aku kira kakak lupa."
" Kamu duduk di depan saya lagi dengan pakaian yang sama. Jadi saya ingat."
" Selain dimalam, benefit apa lagi yang bisa aku dapat dari Agen Cinta Cupid Picks?" tanyanya, to the point.
" Cupid Picks Love Agency melayani permasalahan cinta kamu. Mulai dari PDKT sampai sah. Ada beberapa paket yang bisa kamu pilih. Mulai dari paket PDKT saja, paket balikan, paket putus, paket PDKT sampai sah, atau WO saja. Tapi semua paket yang kami sediakan ada syarat dan ketentuan yang berlaku ya." Eros menjelaskan dengan lancar, membuat Chiara manggut-manggut paham. " Dan semua paket itu, gratis pembacaan tarot ya." Lanjutnya dengan ramah.
" Syarat dan ketentuannya apa kak?" Chiara kian penasaran.
Eros mengernyit heran, namun ia tetap menjawab dengan profesional sembari mulai mengocok kartu-kartunya. " Untuk paket apa, Chiara?"
" Paket menikah."
" WO Saja?"
" Menikah dan bantu merayu orang tua."
Eros mengernyit kian dalam. " Oh hubungan tidak direstui?"
Chiara mengangguk mantap, tersenyum lebar, " ada kak?"
" Bisa. Boleh tahu siapa nama calon klien kami?"
" Aku, kak."
Jujur Eros kaget. Tapi, ia berusaha untuk tetap tenang, " kamu dan pacarmu tidak direstui untuk menikah. Chiara..." Eros memberi jeda agar ucapannya terdengar lebih dramatis dan sampai di hati klien remajanya. " kamu masih muda banget. Perjalananmu masih panjang. Kenapa kamu seingin itu?"
Gadis itu diam beberapa saat, mengamati tangan Eros yang lihai menata tarot di atas meja dengan sekali tarikan. " Kak, perlukah aku bilang alasannya?"
" Kita harus tahu permasalahan Klien supaya bisa menyusun strategi. Tapi tenang, kami menjaga kerahasiaan masalah klien dengan baik."
Chiara diam. Memelintir bagian bawah baju kemeja sekolahnya hingga kucel. Ia menggigit bibir bawahnya, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cupid Picks Love Agency : Panah Salah Sasaran
RomanceKonon katanya, Cupid menembakkan panah asmara pada diri sendiri karena terpesona pada kecantikan Psyche. Mengabaikan perintah ibunya, Afrodit yang iri pada kecantikan Psyche agar menikah dengan Titan. *** Lima tahun bertahan hidup dengan mengandalka...