"Tunjuk pasangamu, kami bantu PDKT sampai sah!"
Suara itu menggelegar di seantero mall JCC. Seorang perempuan dengan tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti meter. Memakai wedges hitam setinggi tujuh senti meter. Kulitnya putih bersih. Rambutnya yang ikal sepunggung diikat ekor kuda, berwarna blonde.
Orang-orang yang sejak tadi penasaran pada booth bertuliskan Agen Cinta Cupid Picks, kian mendekat. Beberapa bahkan sudah memutuskan mendaftarkan nama mereka, mendapat nomor antrian dan satu tiket gratis untuk konsultasi dengan Eros, Sang Dewa Cinta.
" Halo. Ada yang bisa Eros bantu?" Eros menyapa, mengulas senyum ramah sembari mengocok kartu tarotnya.
Perempuan yang duduk berhadapan dengan Eros tampak muda. Mengenakan setelan formal berwarna abu-abu. Dari cara perempuan itu berpenampilan, tampam seperti wanita berkarir cemerlang. Sorot mata yang tegas, mengindikasikan jika dia punya posisi lumayan di suatu perusahaan.
" Hai, Eros. Perkenalkan nama saya Sisilia. Kebetulan lewat stand Agen Cinta ini dan lumayan tertarik dengan bisnis kalian. Saya akui strategi marketing kalian bagus. Siapa perempuan yang berdiri di atas panggung?"
Eros masih mengulas senyum. Meletakkan kartu-kartu di atas meja, menarik benda itu hingga membentuk setengah lingkaran. " Namanya Swani, tim marketing kami yang menganggap dirinya selalu beruntung."
Sisil menyipit, mengamati Swani yang begitu bergairah. Selain suara yang lantang, bahasa tubuh Swani juga sangat mengagumkan. " Heelsnya tujuh senti. Tingginya sekitar satu tujuh puluhan. Angka tujuh? Apa itu angka keberuntungan?"
Kali ini Eros tertawa, lalu mengangkat bahunya tak acuh, " bisa jadi. Kamu percaya angka keberuntungan?"
Sisilia mengangguk, membenarkan duduknya, menghadap Eros. Ia berpikir sejenak, lalu berkata, " sembilan. Boleh aku pilih kartunya?"
" Oh tentu. Ambil satu kartu. Ikuti intuisi kamu."
Sisilia mengetuk-ngetukkan telunjuk di atas meja. Lalu menarik satu kartu yang paling ujung di sebelah kanan.
" Omong-omong, kenapa kamu anggap sembilan itu angka keberuntungan kamu?" Eros selalu penasaran dengan alasan seseorang memilih sesuatu.
" Karena sembilan angka yang paling tinggi."
Eros mengingat Agni. Dari segi pola pikir, Sisilia tak berbeda jauh dengan Agni.
" Kenapa kamu ngeliatinnya kayak gitu? Mukaku aneh?"
Eros menggeleng, " enggak. Saya jadi ingat salah satu klien saya."
Kali ini, Sisilia yang tersenyum, " boleh buka kartunya?"
Eros mempersilakan dengan gerakan tangannya. Nine of Pentacles. " Seharusnya tadi juga saya tanya bentuk apa yang kamu suka. Tapi nggak apa, karena ternyata kamu suka lingkaran."
" Bukan karena ada sembilan lingkaran di sini, kamu nganggap aku suka lingkaran." Sisil tertawa, menyandarkan punggung pada sandaran kursi.
" Kamu suka uang,kan?"
" Oh jelas. Manusia mana yang nggak suka uang."
" Kamu udah punya banyak uang di usia muda. Bisa dibilang usaha yang kamu lakuin selama ini nggak sia-sia. Tapi saya yakin, dengan duduknya kamu di depan saya, pasti kamu butuh teman hidup?"
Sisilia mengembuskan napas berat, " aku nggak tahu harus mulai dari mana, tapi masalahnya... aku mau menghindari tiga orang lelaki yang selalu gangguin hari-hari aku."
" Oke. Ada tiga. Dari ketiganya, ada yang kamu suka?"
Sisilia menggeleng, bahkan bola matanya berputar, seolah ketiga lelaki yang mengganggunya begitu menggelikan.
" Jadi, kamu perlu satu yang bisa buat mereka bertiga pergi?"
Sisilia melotot mendengar pertanyaan Eros. Itu jelas bukan tujuannya.
" Saya tahu, kamu ini tipe orang yang nggak mau repot," ditunjuknya letak Sisilia mengambil kartu, " kartu paling ujung, paling atas. Itu yang paling mudah diambil."
" Good analysis," ucap Sisilia, lalu mengambil dompet, membukanya, mengambil sesuatu yang terselip di sana. Sebuah foto yang warnanya sudah luntur. Bahkan wajah dari sosok dalam foto sudah tidak jelas. Namun satu yang jelas, sosok dalam foto adalah lelaki muda, berambut ikal, berseragam SMA, bergaya formal. " Namanya Dean. Tolong cari tahu, dia masih hidup atau enggak. Dia sudah menikah atau belum."
Setelah sesi curhat panjang dengan Sisilia, hati Eros begitu senang. Bukan karena perempuan yang sudah berjalan menjauh itu mirip Agni, namun semangatnya untuk menemukan orang yang dianggap paling berarti tidak pernah pudar meski waktu bisa saja sudah merubah segala hal.
" Kakak ganteng! Halo..."
Eros mengerjap menyadari sebuah telapak tangan bergoyang-goyang di depan wajahnya. Setelah kesadarannya kembali pada dunia nyata, ia mencium aroma vanilla yang cukup menyengat. Bersama dengan diletakannya tangan itu di atas meja, Eros lumayan terkejut dengan sosok yang kini duduk di seberangnya.
Seorang wanita dengan rambut tergerai sebahu sedang tersenyum lebar ke arahnya. Sebuah tas bahu warna merah muda dipeluk, menutupi kemeja putih yang di kantongnya tertulis OSIS dan nama di dada sebelah kiri.
" Hai, Ciara Armadita. Kamu baru pulang sekolah?" tanya Eros dengan ramah. Ia selalu berusaha tampak biasa saja meski sering mendapat klien dibawah umur seperti ini.
Remaja bernama Ciara itu mengangguk, " kebetulan sekolahku dekat sini, Kak. Bisa ramal hubungan percintaan?" tanyanya antusias.
Eros mengangguk, " tentu," jawabnya santai. Sudah terbiasa dengan permintaan anak-anak SMA. Apa lagi yang dipikirkan remaja berusia antara lima belas sampai delapan belas tahun jika bukan cinta monyet?
Ciara mengambil sebuah kartu yang sudah disusun oleh Eros. Tanpa aba-aba, langsung dibukanya kartu itu. Knight of Wands, tegak.
" Kamu punya pacar, Ciara?" tanya Eros, sembari merapikan sisa kartunya.
" Punya. Dia baik, disiplin dan jauh lebih pintar dari aku." Ciara tersenyum lebar, sembari menganggukkan kepala.
Tapi mata remaja di depan Eros tampak aneh. Saat menggambarkan karakter pacarnya jelas dia bangga, namun matanya agak berkaca-kaca. Sedikit terlihat oleh kejelian Eros.
" Mungkin hubungan kalian lagi nggak baik-baik aja. Ciara, kamu masih muda banget, berapa umur kamu?"
" Tujuh belas."
" Sepengalaman saya, diusia segitu orang-orang sedang bertumbuh dan mencari jati diri. Bisa aja pacarmu memang serius cinta sama kamu, tapi siapa yang menjamin hubungan yang kalian bangun dari nol sejak SMA, bisa bertahan sampai kalian menikah?" Eros mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja, " di usia kamu, lebih baik mencintai sewajarnya," imbuhnya dengan intonasi kian rendah.
" Kalau aku mau menikah sama pacarku, apa bisa kak? Aku dengar di Agen Cinta ini melayani klien sampai sah."
Eros mengulas senyum paling lebar, tidak habis pikir dengan ramaja yang satu ini. " Bisa. Tapi dengan tiga syarat. Usia sudah legal, pekerjaan jelas dan pasangan saling mencintai."
" Kalau anak SMA kebelet nikah, nggak bisa kak?"
Eros mengembuskan napas. Senyumnya mengembang kian lebar. Sembari geleng-geleng kepala, dia bertanya, " kamu sehat, kan?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cupid Picks Love Agency : Panah Salah Sasaran
Roman d'amourKonon katanya, Cupid menembakkan panah asmara pada diri sendiri karena terpesona pada kecantikan Psyche. Mengabaikan perintah ibunya, Afrodit yang iri pada kecantikan Psyche agar menikah dengan Titan. *** Lima tahun bertahan hidup dengan mengandalka...