Enam Belas

94 8 1
                                    

Hara tampak kesusahan menyamakan langkah kakinya dengan Rafael, kecepatan laki-laki itu tampak gila. Ya, memang sudah Hara ketahui sejak dahulu bahwa werewolf memang memiliki kecepatan di atas nalar, namun tetap saja bukankah Rafael harus paham jika lawannya saat ini adalah seorang perempuan dengan kaki pendek?

"Rafael," seru Hara setengah berteriak, sedikit frustasi karena Rafael sedari tadi terus mengabaikannya.

Hara menggeram kesal, lalu mulai meningkatkan kecepatan penuh hingga tak sengaja tersandung ranting-ranting menyebalkan yang menutupi rute perjalanan mereka.

"Aduh," rintih Hara pelan, sukses menarik perhatian Rafael yang sedari tadi terlihat acuh padanya.

"Hara!" kata Rafael tampak kaget, lalu segera berjalan mendekati Hara.

Wajah gadis itu tampak sudah sangat merah, matanya siap menumpahkan seluruh bentuk air mata saat ini. Posisi jatuhnya sangat tidak seksi dan menarik. Dan itu membuatnya malu. Ya, dibanding sakit, dirinya lebih merasa malu karena Rafael harus melihat dirinya dalam posisi jelek seperti ini.

"Ayo, berdiri," kata Rafael sambil membantu Hara untuk bangkit dari posisi telungkupnya.

Rafael menatap nanar kondisi gadis di depannya. Mata dan wajahnya merah sempurna siap menumpahkan air mata, serta kedua lutut dan telapak tangan yang terlihat lecet.

"Bisa berjalan?" tanya Rafael dengan nada pelan, berusaha tidak memprovokasi Hara hingga menangis.

Hara mengangguk. "Tapi pelan-pelan," jawabnya dengan nada setengah merengek, mengingat kecepatan langkah kaki Rafael tadi sangatlah gila.

Rafael meringis pelan, sedikit merasa bersalah. "Aku gendong saja," putusnya lalu memberikan punggungnya kepada Hara.

Hara menatap punggung lebar dan kokoh milik Rafael dengan kedua bola mata bulat yang mengedip beberapa kali, berusaha menimang keputusan apa yang harus ia pilih. Namun, ujungnya ia menurut dan mulai melingkarkan kedua tangannya ke sisi leher Rafael.

"Aku berat." Bibir Hara mengeluarkan sebuah pernyataan yang membuat Rafael tersenyum kecil.

"Kau terlalu meremehkanku, Cantik," balas Rafael.

Hara sedikit tersipu mendengar panggilan cantik keluar dari bibir Rafael. Kemudian, laki-laki itu mulai berdiri dan melanjutkan perjalanan keduanya.

Tidak ada yang membuka topik dan itu cukup membuat Hara sedikit tersiksa.

"Rafael," cicitnya pelan memanggil.

"Hm?" jawab Rafael, "kenapa?"

"Kau marah kepadaku?" tanya Hara dengan nada takut-takut. Gadis itu berusaha melirik ekspresi laki-laki itu dari belakang.

Rafael menaikkan sebelah alisnya. "Marah kenapa?" Bukannya menjawab, laki-laki itu justru bertanya kembali.

"Entah, aku hanya merasa kau marah. Buktinya tadi kau berjalan sangat cepat meninggalkanku di belakang yang mengejarmu mati-matian," tuduh Hara berapi-api.

Rafael terkekeh. "Aku tidak marah, Hara," katanya, "atau lebih tepatnya, aku tidak punya hak untuk marah."

"Kenapa?" tanya Hara dengan polosnya.

Rafael menghentikan langkah kakinya, lalu sedikit menolehkan kepalanya ke belakang, membuat Hara refleks mundur sedikit saat menyadari wajahnya dan wajah Rafael sangatlah dekat.

"Menurutmu kenapa?" Rafael bertanya kembali. "Aku bukan siapa-siapanya dirimu, Hara. Kau memang mate-ku, tapi bagimu aku bukan siapa-siapa."

Jawaban itu sukses membuat Hara bungkam, sedikit menusuk ke dalam hatinya.

Melihat diamnya Hara, Rafael kembali mengulas senyuman tipis dan melanjutkan perjalanan mereka. Dalam sisa perjalanan itu, hanya ada kesunyian yang menemani.

**

"Terima kasih," ucap Hara singkat, namun terdengar sangat tulus.

Kini keduanya sudah berada di depan kamar Hara. Situasi sekitar sudah sangat sepi, semuanya mungkin sudah sibuk ke waktu pribadi milik mereka sendiri di jam-jam ini.

Rafael hanya mengangguk sebagai respons dan berbalik hendak pergi. Namun, pernyataan Hara barusan sukses membuat sosok Alpha dari Redlow Pack itu mematung di tempat.

"Kau boleh mengartikan pernyataanku sebelumnya sebagai balasan atas perasaanmu."

Hara menggigit bibirnya malu setelah mengatakan kalimat itu dengan cepat. Rafael menoleh dengan wajah kaget seolah baru saja bertemu hantu menyeramkan.

"M-maksudmu? K-kau ...."

Hara mengangguk malu. "Ya, bukan hanya aku yang memiliki peran dalam hidupmu, namun saat ini kau juga sudah memiliki peran dalam hidupku. Kau tidak menjadi bukan siapa-siapanya aku lagi," ujarnya berusaha memperjelas.

Rafael terdiam dengan wajah datar, membuat Hara bingung setengah mati.

"Rafael?" panggil Hara, "Rafael?" panggilnya sekali lagi saat tidak mendapat sahutan dari laki-laki itu.

"Rafael, kenapa? Kau sudah berubah pikiran, kau tidak mau menjadikanku mate-mu la--" Ocehan Hara sukses terhenti saat Rafael mengeluarkan perkataan bombatis yang sukses membuat jantung Hara berdebar lebih kencang.

"Hara, bolehkah aku memelukmu?" tanya Rafael meminta izin dengan wajah datar.

"M-maks--"

"Bolehkah?" potong Rafael kembali, "Aku sudah tidak tahan menahan rahasia bahagiaku  ini," lanjutnya lalu tersenyum sangat lebar dan tertawa kencang.

Kemudian, ia langsung menarik lengan Hara dan memeluk gadis itu erat, berusaha menunjukkan betapa bahagianya ia saat ini.

"Aku belum bilang boleh, lho," cicit Hara.

"Kelamaan," sahut Rafael sukses membuat Hara terkekeh pelan, kemudian kedua tangan gadis itu terangkat ikut membalas pelukan erat Rafael.

"Maafkan aku sudah menyakitimu beberapa kali dulu," gumam Hara pelan.

Rafael tersenyum lebar.

"Aku tidak masalah disakiti ratusan atau ribuan kali, asalkan pada akhirnya kau tetap bersamaku."

---


Happy reading semua, maaf baru update lagi ya! 

Akhirnya dua sejoli ini jadi juga yaaaa

Per 26 Nov 2023 ini Rafael dinyatakan bebas dari status sad boy-nya, haha ...

She is My MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang