Lima

264 42 31
                                    

"Maukah kau menemaniku?"

Ishi menelan ludahnya susah payah. Tangannya mencengkeram bajunya dengan erat. Dirinya sangat gugup berhadapan dengan Rafael. Selain karena memiliki kedua bola mata yang mengintimidasi, Rafael juga memiliki ketampanan di luar nalar dan sekarang laki-laki itu melontarkan sebuah pertanyann yang mendebarkan.

"Me—menemani apa?" tanya Ishi menghindari tatapan mata Rafael.

"Menemaniku membeli sesuatu," Rafael menjawab dengan santai.

Ishi mengangguk. Toh, dia juga tidak boleh dan tidak bisa menolak. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas pergi berdua bersama dengan sang Alpha.

"Siapkan mobil. Tunggu aku 15 menit lagi," perintah Rafael kembali menatap kertas di tangannya.

Ishi mengangguk dan berbalik meninggalkn ruangan.

***

Hara menatap kotak kecil di hadapannya dengan penasaran. Jika Rafael telah kembali ke pack, mengapa Ranya menitipkan ini kepadanya?

"Hara!"

Gadis itu melirik Moza yang sedang sibuk meracik ramuan bersama kekasihnya. Ya siapa lagi jika bukan Atlas. Mereka sangat berisik, entah itu sedang berdebat ataupun bermesraan.

"Apa?" tanya Hara memasukkan kotak kecil ke dalam tasnya.

"Kau mau mencoba ramuan yang kubuat dengan Atlas?" tawarnya sambil menunjukkan botol berisi cairan merah muda dengan mata berbinar.

"Kenapa aku harus mencobanya?" tanya Hara heran.

"Karena kami berdua yang membuatnya, jadi kau, orang yang tidak mengerjakan apapun harus bersedia menjadi kelinci percobaan."

Hara menghela napas lelah. "Hanya mencoba meminumnya saja bukan? Sini, biar kucoba." Hara mengambil botol ramuan itu dan menegaknya hingga kosong.

Hara mengembalikan botol itu kepada Moza dengan kerutan di dahi. "Rasanya aneh, ramuan apa yang kalian buat?"

Dengan semangat menggebu-gebu, Moza menjawab, "Ramuan cinta."

Mendengarnya sontak membuat Hara membulatkan matanya. "Kau gila! Kau menyuruhku mencoba ramu—"

Tiba-tiba pintu kelas terbuka dan menampilkan wajah Rafael. "Akhirnya aku menemukan kalian. Apakah kalian merindukanku?" tanya Rafael dengan senyuman percaya dirinya.

Ia berjalan mendekati Hara dan Moza dengan kerutan di dahi. "Apa yang terjadi dengannya?" tanya Rafael merasa aneh saat Hara terdiam kaku di tempat dengan kedua mata menatap lurus ke arahnya.

"Kau datang di waktu yang tepat." Rafael nyaris terjungkal kaget saat mendengar bisikan dari bawah meja. Ternyata itu adalah Atlas. "Apa yang kau lakukan di sana?"

"Bersembunyi," jawab Atlas dengan cengiran di bibirnya lalu beranjak dari tempatnya, "tetapi sekarang tidak perlu lagi."

"Apakah ramuan kita berhasil?" tanya Atlas pada Moza.

Gadis itu menatap ekspresi Hara dengan teliti. "Enta—"

"RAFAEL!" teriak Hara tiba-tiba. Gadis itu berlari mendekati Rafael dan memeluk laki-laki itu dengan erat.

"Kau ke mana saja, brengsek! Mengapa kau pergi tanpa memberitahuku!" kata Hara.

Rafael yang mendapat serangan tiba-tiba dari mate-nya hanya bisa terdiam kaku di tempat.

"A-ap ... di-di ...." Rafael tak mampu mengeluarkan suaranya. Ia cukup terkejut.

"Kau sendiri yang selalu menempeliku dan berkata aku adalah milikmu! Tetapi kau malah pergi! Kau per ... gi ... husss ... menghilang ... begitu saja. Lalu, kau kembali dan—" Hara menyentuh kedua sisi wajah Rafael. Ia mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya ke pipi kanan laki-laki itu.

Mata Rafael membulat kaget. "Di-di ... Apa dia mabuk? Kalian melakukan apa padanya?"

Atlas dan Moza tertawa kecil.

"Tidak ada, kau hanya perlu tahu bahwa hari ini aku telah membantumu," ujar Atlas menepuk bahu Rafael beberapa kali lalu menarik tangan Moza untuk keluar dari kelas itu meninggalkan Rafael dan Hara berdua.

"Kau ... Apa yang mereka lakukan padamu?" tanya Rafael sambil menjauhkan sedikit tubuh Hara darinya.

Bibir bawah Hara mengerut. "Kau tidak ingin dekat-dekat denganku? Kau tidak menyukaiku? Kau tidak mencintaiku?"

"Ti ... tidak."

"Lalu, kenapa kau menjauhkan tubuhmu?" tanya Hara dengan mata berkaca-kaca.

Rafael mengernyit. Apa yang salah dengan gadis itu?

"Kau menyukaiku?" tanya Rafael dengan hati-hati.

Hara menggeleng, tetapi detik kemudian, ia mengangguk lalu kembali menggeleng.

"Jadi iya atau tidak?" tanya Rafael gemas.

"Tidak tahu," jawab Hara mulai terisak, "aku tidak tahu." Ia meledakkan tangisnya.

Ia menepuk dadanya dengan tangan kanan. "A-aku sudah menyukai Yerikho dari dulu. T-tapi a-aku ... kau ...."

Rafael menarik Hara ke pelukannya. "Baiklah, baiklah. Jangan menangis. Lupakan pertanyaanku, ya?" Rafael mengelus kepala Hara.

Hara mengangguk di dalam pelukan Rafael. Ia membalas pelukan Rafael dengan erat.

"Aku minta maaf."

~Bersambung
.
.
.

Sebuah chapter singkat untuk menemani malam minggu sunyi kalian.

Kalian masih sekolah atau udah kerja?

.
.
.

~Thanks, God:)

She is My MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang