Empat

261 46 31
                                    

Hara melirik sebuah kotak yang berada di tangannya dengan penasaran. Ia baru saja bertemu dengan Yerikho seperti biasanya. Yap, Yerikho memang sering datang menemuinya secara rutin di sini. Itu salah satu alasan dirinya masih tidak bisa melupakan perasaannya.

"Dia ke mana sih?" gumam Hara sambil menoleh ke kanan dan kiri.

Ia sedang mencari Rafael. Yerikho tadi menitipkan kotak ini padanya. Katanya sih, ini dari Ranya untuk Rafael. Tetapi lelaki itu tidak menampilkan wujudnya sedari tadi. Biasanya saat tidak dicari pun, laki-laki itu akan langsung muncul menempelinya tanpa pemberitahuan.

"Hei, kau!" panggil Hara saat seorang laki-laki keluar dari kelas Rafael-kelas sihir pemula.

Laki-laki itu berjalan mendekatinya. "Ada apa?" tanya laki-laki itu.

"Apa kau mengenal seorang laki-laki bernama Rafael?" tanya Hara sambil melirik sapu yang berada di tangan laki-laki itu. Atlas. Nama itu terukir di sana.

"Oh, laki-laki menyebalkan itu? Tentu saja aku mengenalnya!" seru Atlas heboh.

Hara mendengkus. Bahkan penghuni di tempat ini juga mengetahui sifat menyebalkan laki-laki itu.

"Di mana dia?" tanya Hara sambil melirik ke dalam kelas.

Atlas mengernyit. "Aku tidak tah-Eh, aku ingat! Tadi aku melihatnya di ruang kepala sekolah."

"Ruang kepala sekolah?" gumam Hara bingung, "baiklah, terima kasih."

Setelah berterima kasih, Hara langsung menelusuri koridor menuju ruang kepala sekolah. Sepanjang perjalanan, kepalanya terus memikirkan alasan Rafael berada di ruang kepala sekolah. Apa laki-laki menyebalkan itu membuat masalah?

Hara menghentikan kakinya di depan pintu ruang kepala sekolah. Ia menyempatkan diri mengintip ke dalam ruangan itu melalui jendela kecil.

Hara mengernyit. Kosong. Tidak ada siapapun dari sana.

"Hara?"

Gadis itu tersentak kaget saat seseorang menepuk bahunya dari belakang.

"Profesor Zach," panggilnya sambil menghela napas lega.

Zach tersenyum kecil. "Ada yang bisa kubantu?"

"Ha-Hah? Oh, tidak ada."

"Lalu, mengapa kau berdiri di depan ruanganku?" tanya Zach sambil menunjuk ruangannya dengan dagu.

Hara mengusap tengkuknya. "E-eh itu ...." Hara tampak gelagapan.

"Biar kutebak, Rafael?" tanya Zach dengan senyuman miring di bibirnya.

Hara panik sendiri. "Ti-tidak, aku ha-" Tiba-tiba Hara terdiam. Ia baru menyadari, mengapa dirinya tampak salah tingkah?

"Ya, aku mencari Rafael. Seseorang memberitahuku bahwa Rafael datang ke ruanganmu." Akhirnya gadis itu memilih untuk jujur.

Zach terkekeh pelan. Ia mengangguk. "Benar, dia ke ruanganku tadi untuk meminta izin."

"Izin?" ulang Hara bingung.

"Katanya ada masalah yang mendesak di pack-nya dan meminta izin untuk kembali ke sana," jelas Zach.

"B-baiklah, terima kasih, Profesor." Hara membungkuk sedikit lalu berbalik dan meninggalkan Zach dengan penuh penasaran.

Masalah apa yang terjadi hingga laki-laki itu tidak berpamitan dengannya?

Hara mendadak menghentikan langkahnya. Tunggu dulu, mengapa juga laki-laki itu harus berpamitan dengannya?

***

Rafael menatap tumpukan berkas di hadapannya dengan tatapan jengah. Sampai kapan pekerjaannya akan selesai? Ia menatap Ranya yang duduk bersantai di sofa dengan kesal. Perempuan itu benar-benar tidak membantu.

Mendadak Hara terlintas di otaknya. Sebenarnya salah satu alasan ia mencari gadis itu tadi adalah untuk berpamitan. Tetapi ternyata gadis itu sedang bertemu dengan Yerikho. Rafael tidak mau mengganggu mereka.

"Ada apa dengan wajah jelekmu? Semakin jelek saja," ledek Ranya sambil memakan kue kering yang memenuhi tangannya.

"Tidak usah mengurusku. Kau ... makan saja!" kata Rafael lelah.

Ranya meletakkan kue keringnya ke atas meja dan berjalan mendekati Rafael. Gadis itu berdecak. "Ada apa lagi? Jangan memendam sendiri. Kau bisa menceritakannya padaku."

Rafael meletakkan kertas ke atas meja lalu menatap Ranya dengan serius. "Hara .... Aku melihat gadis itu bertemu dengan Yerikho."

"Yerikho?" gumam Ranya, "langkah yang berani."

Rafael berdecak. "Bercerita denganmu memang tidak ada manfaatnya."

Ranya memukul bahu Rafael dengan keras hingga laki-laki itu mengaduh kesakitan.

"Aku sedang memikirkan solusi untukmu, tahu!" ujar Ranya.

"Kau seharusnya mencontohi Yerikho. Lihat, dia sangat berani melangkah. Bayangkan dia bahkan menemui Hara di sana."

Rafael menatap kakaknya dengan tajam. "Aku kurang berani apa lagi? Aku bahkan mendaftar di sana!"

"Semangat dan berjuanglah sedikit lebih keras."

"Apa gunanya aku bersemangat dan berjuang jika bukan aku laki-laki yang dicintainya?"

Ranya terdiam.

"Apa aku harus menyerah, Kak?" tanya Rafael lirih.

Ranya membuang muka saat mata Rafael menatapnya sendu. "Kau bisa melakukan apa yang membuatmu bahagia." Ranya menepuk bahu Rafael, mencoba memberi semangat.

"Apapun yang kau lakukan, aku akan mendukungmu."

***

"Alpha Rafael."

Rafael mengangkat kepalanya saat mendengar suara ketukan pintu terdengar.

"Masuk," ujarnya.

Seorang gadis muncul dari balik pintu dengan secangkir teh di tangannya.

"Omega baru?" Rafael mengangkat alisnya bingung.

Gadis itu mengangguk. Ia meletakkan cangkir teh itu ke atas meja Rafael dan menundukkan kepalanya.

"Perkenalkan nama saya Ishi. Omega baru yang dibawa Luna Ranya dari Redlow Pack."

Rafael mengangguk. "Kau bisa keluar," usirnya lalu kembali fokus ke pekerjaan.

Ishi mengangguk.

"Tunggu!" Baru saja berbalik, Ishi kembali menoleh saat Rafael memanggilnya.

"Maukah kau menemaniku?"

~Bersambung
.
.

Uhuk ... uhuk ...
Numpang batuk bentar🙈

Kalo dari kalian sendiri gimana, apakah Rafael harus menyerah?

.
.

~Thanks, God:)

She is My MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang