Tujuh Belas

163 11 0
                                    

Hara menatap langit-langit kamarnya dengan senyuman lebar—jika orang lain melihat, ia pasti sudah akan dicap sebagai orang gila. Ingatannya membawa gadis itu kembali ke kejadian beberapa saat yang lalu. Kejadian yang menjadi penyebab tingkah laku anehnya saat ini.
"Dasar gila," umpatnya pelan kemudian menutup wajah dengan kedua tangannya.
Oh, sungguh, rasanya mungkin Hara tidak bisa tidur malam ini. Jantungnya berdebar terlalu cepat. Dan ini semua karena serigala satu itu, Rafael.

Di sisi lain, tidak jauh berbeda dari Hara, Rafael pun terlihat jauh lebih gila. Laki-laki itu sudah tertawa di balkon kamarnya selama setengah jam penuh. Beruntung—walau tidak bisa dikatakan untung juga, teman-teman kamarnya semua takut kepada laki-laki itu dan tidak ada yang berani menegurnya karena berisik.

Gadis itu, gadisnya, mate-nya, kini secara resmi sudah benar-benar menjadi miliknya. Bukan hanya sekadar raga, namun juga dengan jiwa dan hati gadis itu.

Entahlah, Rafael juga bingung. Apakah ia benar-benar boleh merasakan kebahagiaan ini?

**

Moza menatap sahabatnya dengan pandangan penuh tanda tanya. Pasalnya, gadis itu sudah berkaca hampir satu jam, mulai dari merias wajah dengan berbagai warna, mengotak-atik gaya rambut, hingga memastikan apakah masih ada kotoran di kedua mata.

"Kau mau bertemu siapa hari ini?" tanya Moza penasaran.

"Hm?" sahut Hara asal, tampak tidak terlalu fokus menanggapi pertanyaan Moza.

"Aku tanya, kau mau bertemu sosok spesial siapa hari ini?" tanya Moza memperjelas pertanyaannya.

Hara menghentikan pergerakan tangannya, lalu menoleh. "Sosok spesial?" Wajah gadis itu tiba-tiba memerah tanpa alasan. "Sosok spesial apa, sih, maksudmu? A-aku tidak ... apa sih maksudmu?" Hara mengibas-ibas tangannya dengan wajah malu.

Tingkah gadis itu sukses membuat Moza semakin curiga. Padahal tadinya ia hanya asal bertanya, namun respon Hara justru membuatnya berpikir bahwa pertanyaannya tadi nyaris menyentuh jawaban benar.

"Jangan-jangan kau ...." Moza menaik-turunkan alisnya.

Hara terdiam kaku dengan wajah tegang. Walau jujur dirinya juga bingung kenapa ia harus terlihat seperti sedang tertangkap basah melakukan kesalahan seperti ini.

"Apa?" tanya Hara, lalu kembali fokus dengan aktivitasnya tadi—berusaha bertindak seolah biasa saja.

"Kau mau bertemu Yerikho?" tebak Moza dengan wajah antusias.

Hara terdiam. Yerikho? Ah, betul juga. Kemarin laki-laki itu datang menemuinya dan Hara meninggalkan lelaki itu tanpa bertanya maksud kedatangannya terlebih dahulu.

"Apakah kemarin Yerikho ada bilang atau bertanya sesuatu?" tanya Hara menoleh ke arah Moza.

Moza mengernyit, lalu menggeleng. "Setelah kau dan Rafael pergi bermain kejar-kejaran, aku juga langsung berpamitan dan pergi. Yerikho tidak ada bilang apa-apa."

Hara mengangguk beberapa kali—tanda paham. Kemudian, gadis itu menghela napas panjang. Yerikho, laki-laki yang pernah menempati hatinya beberapa waktu lalu.

***

"Atlas!"

Teriakan itu sukses membuyarkan pembicaraan tidak penting di antara Atlas dan Rafael. Kedua laki-laki itu kompak menoleh, lalu mengulas senyuman tipis.

Moza—pemilik teriakan tadi—berlari kecil menghampiri Atlas lalu memeluk sang pacar, meninggalkan Hara yang masih berjalan pelan, menyusul dengan gaya malu-malunya.

"Hai," sapa Rafael setelah gadis itu berdiri di hadapannya.

"H-hai," sapa Hara balik, seraya menyelipkan anak rambut ke belakang daun telinganya.

Rafael berdeham canggung. "Bagaimana tidurmu kemarin?" tanya Rafael, lalu segera mengumpat dalam hati. Pertanyaan basa-basi yang sungguh basi, Rafael.

Hara menjilat bibir atasnya yang mendadak terasa kering. "Aku tertidur lelap," jawabnya, "bagaimana denganmu?" tanya gadis itu kembali.

"Aku juga, bahkan aku sampai bermimpi indah," jawab Rafael yang sukses membuat kedua pipi bulat Hara memerah.

Di sampingnya, Moza dan Atlas menyipitkan mata curiga. Mereka merasa tidak terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Biasanya hubungan keduanya hanya terjadi satu arah—alias hanya Rafael yang akan bergerak dan berbicara, sementara Hara hanya akan merespon seadanya. Namun, lihatlah sekarang ... sungguh aneh!

"Apa yang terjadi dengan kalian berdua?" tanya Atlas memutuskan bertanya daripada mati penasaran.

Hara dan Rafael kompak menoleh.

"Tidak ada."

"Hara sudah setuju menjadi mate-ku."

Mendengar jawaban Rafael yang sangat jujur, sukses menghadirkan lototan kaget dari Hara.

"Rafael!" tegur Hara tak mampu berkata-kata lagi.

"Apa? Kenapa?" tanya Rafael bingung—merasa tidak melakukan kesalahan apapun, "Kau mau merahasiakannya? Kenapa?"

"Bukan ... bukan begitu. Bukan mau merahasiakannya, tapi kau kan tahu sendiri Moza dan pacarnya sangat tidak bisa menjaga rahasia," ujar Hara mendengus.

"Ah, iya ...." Rafael melirik sepasang kekasih itu dengan tatapan sinis. "Aku sarankan kalian menjaga rahasia ini, karena mate-ku sangat tidak suka menjadi pusat perhatian."

"Teganya kau begitu padaku!" kata Moza mendengus sebal, "Aku kira tidak akan ada rahasia di antara kita."

"Aku memang berniat memberitahumu, tapi nanti," sahut Hara, lalu melirik Rafael, "karena untuk saat ini, aku hanya ingin fokus berusaha menjadi mate seorang werewolf dengan baik."

.
.

to be continue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

She is My MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang