.
.
.
HINATA BERJALAN riang di pusat perbelanjaan, menenteng tas mini-nya di tangan kanan. Rambut panjang sepunggungnya di biarkan tergerai, di keriting seperti biasanya, poni tengahnya menghias dengan jepitan bunga di sisi kanannya. Kurenai lebih seperti berjalan dengan Putrinya dibandingkan dengan wanita yang tengah dilatihnya. Pemilihan pakaian Hinata berbanding terbalik dengan usianya, meski begitu, beberapa orang berhenti berjalan hanya untuk melihat Hinata. Memastikan perempuan itu bukan salah satu selebriti.
Sial, Hinata terlalu mencolok.
Naruto berpesan pada Kurenai untuk tidak menjadi pusat perhatian, salah lelaki itu ketika membiarkan Hinata berbelanja di Jepang. Hinata adalah bajingan kecil yang sulit diberitahu.
Kini, tangan Kurenai kembali di tarik lembut oleh Hinata, wajah wanita itu terlihat girang seraya menunjuk-nunjuk tas branded dalam etalase. Kurenai menghela napas, mengikuti Hinata yang kini telah di sambut pelayan di sana.
Beberapa ajudan telah membawakan belanjaannya, Kurenai pikir itu sudah cukup. Namun, Hinata tidak juga merasa puas, sepanjang jalan wanita itu mengoceh betapa kehidupan seperti ini yang sepanjang waktu menjadi mimpinya ketika tidur.
Selain pembangkang, Hinata juga pandai berkhayal.
"Aku mau yang itu." Hinata menunjuk dengan jemari lentiknya, cat kuku berwarna mentereng menunjuk tas berwarna silver di rak paling atas. Pelayan tersenyum, mengambil tangga untuk meraih tas yang Hinata inginkan dan memberikannya pada Hinata.
Hinata menerima tas itu, memeriksa detailnya, namun tas itu sepertinya hanya cantik dari kejauhan saja. Dari dekat, detailnya seperti tas-tas yang berada di rak kamarnya di mansion. Hinata kembali memberikannya pada pelayan.
"Tidak jadi."
"Tidak jadi?" Kurenai meninggikan kedua alisnya, "Jangan bilang kau masih akan mencari? Ayolah, kita sudah terlalu lama di mall." Kurenai seharusnya memberikan setumpuk hukuman kejam pada Hinata, namun, mereka tengah berada di pusat perbelanjaan, terlalu banyak orang hanya untuk menjewer telinga Hinata dengan sangat keras. Dirinya tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Sepanjang perjalanan Kurenai selalu menahan diri!
"Ini toko terakhir. Aku janji Kurenai-san." Hinata memgedipkan matanya, tidak memerhatikan wajah penuh peringatan yang Kurenai tunjukkan, pelayan memandang mereka dengan senyuman. Hinata kembali berjalan riang, mengabsen tiap rak dan dibuntuti pelayan, Hinata menyentuh deretan tas berkilau, menyentuh setiap detailnya.
Semua barang-barang yang disentuhnya tidak lagi mendapatkan teguran pelayan, Hinata masih begitu ingat ia di usir dari sebuah toko hanya karena dirinya tak kunjung membeli, terlihat hanya sibuk berfoto di cermin, pelayan saat itu begitu kesal dan menarik Hinata keluar dari toko, hingga isi tasnya berceceran.
Di saat itu adalah hari tersialnya, Hinata baru saja menukarkan lembaran uangnya dengan koin, biasanya ia memang melakukan itu untuk lebih berhemat membeli minuman kaleng di mesin kantor. Mesin kopi di kantor seringkali eror, ketika memasukan koin, terkadang kaleng minuman keluar lebih dari dua. Dirinya dan Fuu memanfaatkan kondisi itu untuk mendapatkan minuman gratis.
Alhasil, tas jatuhnya terjatuh, seluruh koin di tasnya ikut berhamburan keluar. Hinata masih begitu ingat tawa cekikikan orang yang melewatinya, bahkan pelayan yang mendecih ketika Hinata memunguti koin-koin itu di lantai.
"Lihat! Kau tidak punya uang! Untuk apa ke toko kami hah?! Memalukan!"
Saat itu Hinata hanya menghela napas, memungut semua koin dan mengacungkan jari tengahnya ketika pelayan itu berbalik badan. Tentu saja, ketika pelayan toko itu kembali menoleh, Hinata langsung pura-pura merapihkan rambutnya, bersiul lalu pergi meninggalkan toko. Berjalan riang seperti dirinya tidak menampung dendam apapun, hidup sudah terlalu rumit hanya untuk saling membenci bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOD FLOWER (ON GOING)
FanfictionNaruto dan Hinata bertemu, pada peristiwa naas yang tentu saja merugikan keduanya. Hinata mencuri-dengar pembicaraan terlarang Naruto dengan rekan bisnisnya, sesuatu yang tak boleh di dengar siapapun, tetapi Hinata mengetahuinya. Naas bagi Hinata ad...