..
.
"BAGAIMANA KEADAANNYA?"
"Dia sempat kejang-kejang, tetapi semua itu tidak membawa pengaruh baik. Dokter menyarankan kita untuk menyerah, luka dikepalanya menjadi penyebab fatal mengapa ia belum terbangun."
Mendengar penuturan Gaara, Naruto menghela napas berat. Ia memandangi Iruka yang kini terbaring di ranjang dengan seluruh alat-alat medis yang menopang kesadarannya untuk tetap dianggap manusia yang masih bertahan hidup, meski matanya tak membuka lagi. Kekerasan yang di terima Iruka telah membawa malapetaka, kepalanya mengalami pembekuan darah, telah menjalani operasi berat tetapi kemudian penanganan itu tak kunjung mendapatkan kabar baik, Iruka tak sadarkan diri pasca operasi itu selesai. Naruto benar-benar marah pada bajingan Uchiha yang menyentuh Iruka tanpa tendeng aling, menjadi manusia paling sok tahu, melukai pria yang tidak ingin terlibat samasekali dengan perseteruan mereka.
Begitulah Uchiha.
Mereka senang untuk menekan orang-orang lemah.
"Hinata harus tahu."
"Kau mendikteku?" Netra biru Naruto yang bengis kini menatap Gaara, bukan saatnya ia mendapatkan saran.
Gaara menghela napas. "Tuan Iruka adalah Ayah angkatnya. Apakah Tuan tidak pernah membayangkan bagaimana nantinya jika Hinata tahu?"
Naruto berdiri dari duduknya. "Bukan urusanmu." Ia hendak pergi dari ruangan itu, tetapi Gaara kembali menguji kesabarannya ketika tingkat kemanusiaan pria itu kembali memiliki titik didih.
"Hinata tidak punya siapa-siapa lagi. Aku memang peduli padanya dan Tuan tidak bisa menghalangi kepedulianku."
Naruto tahu, untuk urusan Hinata, Gaara selalu berani kepadanya. Ia menoleh pada Sekretarisnya itu. "Sampai kapan kau menyukai Hinata sebegitunya? Kau tahu dia milikku."
"Aku tahu." Tutur Gaara, meski tangannya sedikit mengepal ketika mendengar Naruto mengakui Hinata sebagai bagian dari miliknya. Naruto selalu mudah mengakuinya, bukan kalimat romantis, itu hanya agar Gaara mengetahui batasannya.
Naruto selalu mudah menyingkirkan orang-orang seperti dirinya. Gaara tahu itu, hanya menunggu waktu sampai Naruto tidak membutuhkannya lagi.
"Tetapi itu bukan halangan untuk aku peduli padanya. Apapun yang menyakut wanita itu, aku hanya harus memastikannya aman."
Rahang Naruto mengeras mendengarnya, ia menghadap Gaara sepenuhnya. "Kau baru saja mengatakan kepedulian itu di depanku?"
Gaara terdiam sejenak.
"Hinata begitu sayang pada Tuan Iruka. Demi Tuhan, kita harus memberitahunya. Kondisinya sudah mulai fatal—"
Oh bagus.
Naruto menarik kerah kemeja Gaara saat itu juga, membawa mata mereka untuk beradu sengit. "Jika kau peduli padanya, kau tidak akan membiarkan dia sedih karena mengetahui Iruka sedang berada diambang kematiannya. Aku, akan membuat Iruka hidup lagi dan hanya itu, yang aku lakukan." Naruto mendorong dengan kasar tubuh Gaara hingga terhuyung ke belakang. "Kuperingatkan posisimu bisa saja berubah. Aku tidak pernah suka sikap melankolismu."
Naruto melenggang keluar dari ruang rawat tanpa basa-basi.
Gaara memejamkan mata, ia membenarkan letak dasinya. Apa yang dirinya lakukan tadi? Seolah menantang Naruto. Benar-benar beresiko. Ia baru saja menantang seekor singa, beruntung ia tidak langsung dihabisi. Dicabik-cabik hingga tidak terisisa apapun dari dirinya selain belulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOD FLOWER (ON GOING)
FanfictionNaruto dan Hinata bertemu, pada peristiwa naas yang tentu saja merugikan keduanya. Hinata mencuri-dengar pembicaraan terlarang Naruto dengan rekan bisnisnya, sesuatu yang tak boleh di dengar siapapun, tetapi Hinata mengetahuinya. Naas bagi Hinata ad...