15

166 14 0
                                    

"Gue udah selesai, lo nyari apa?"

"Dress."

"Tumben?"

Satu alis Jia terangkat, "tumben? Emang biasanya gue ga pernah pake dress?"

Wooyoung tidak menjawab, ia mengambil asal dress hitam simpel.

"Pasti muat nih, gue beliin satu."

"Serius?"

Lagi-lagi tidak menjawab, Jia menoleh ke arah kasir dan dengan cepat Wooyoung menyelesaikan transaksinya.

"Lo nyari bentukan yang kayak gimana sih?"

"Kaos biasa.."

"Gue yang pilihin, ga boleh protes."

Jia mengikuti langkah Wooyoung, di tangan laki-laki itu sudah ada 5 setel kaos.

"Gue beliin semua."

"HEH GILA!"

Jia dan Wooyoung berebutan memberikan kartu debit mereka. Namun pada akhirnya Jia kalah karena Wooyoung lebih cepat menggunakan scan dan langsung mengetik nominal.

"Satu dress, lima kaos, itu mahal banget anjir. Kalo mau borong mending kita ke pasar!" oceh Jia.

"Oh iya, kurang satu. Baru enam kan ya?"

"Enam? Maksud lo?"

"Hari ini ayo kita tukeran kado, jangan vitamin terus yang lo kasih."

Jia menghela napas, "oke, budgetnya berapa maksimal?"

"No limit tapi pake perasaan, harus bisa mempresentasikan maksud dari barang yang kita beli."

"10 menit dari sekarang!"

Wooyoung dan Jia mulai mencar.

Satu masih jalan bingung sambil mampir memesan minuman dan yang satu lagi pergi ke toko sepatu.

"Ukuran kaki dia berapa ya?"

Wooyoung keluar lagi mencari Jia, mudah sekali menemukannya, laki-laki itu langsung mengangkat kaki Jia yang sedang duduk nyaris tersedak karena tindakan spontan itu.

"Oke, 38," gumamnya.

Jia langsung tau apa tujuan Wooyoung karena netranya juga menangkap pacarnya itu sedang memilih sepatu.

"Beli apa ya?" bimbang Jia.

No limit tapi pake perasaan.
Mempresentasikan maksud dari barang yang kita beli.

Kalau bukan barang gimana?

Wooyoung kembali dengan cepat di hadapan Jia.

"Lo kayaknya ga beli apa apa?"

"Ayo ke rumah, kado ada di sana."

Meskipun bingung, mereka langsung pulang. Sampai rumah, Wooyoung berlari menuju cermin dan mengecek keadaan tatonya.

"Masih sakit?"

"Ngga terlalu sih."

Jia mengangguk pelan, kemudian gugup seketika saat Wooyoung menyodorkan kotak sepatu.

"Hari ini hari terakhir kesepakatan kita, gue harap lo bisa lari sejauh mungkin."

Pedih. Sedari tadi Jia ingin sekali menangis, ia tidak ingin pulang sebenarnya. Jia ingin terus berada di luar bersama Wooyoung.

"Apa yang lo persiapan buat gue?"

Dengan ragu, Jia mengulurkan tangannya memberikan satu keping vitamin.
Wooyoung tersenyum simpul, "maksudnya apa?"

"Vitamin itu beda dari yang biasa gue kasih. Vitamin A, semoga mata lo sehat terus."

Wooyoung menyemburkan tawanya, "sejak kapan lo peduli sama mata gue?"

"Semenjak gue ga bakal liat mata lo lagi kayak gini," ucap Jia memajukan wajahnya. Manik keduanya bertemu.

"Makasih satu minggunya, sorry gue ngerepotin."

Wooyoung terkesiap saat Jia meraih rahangnya dan mendapatkan kecupan manis di bibirnya. Cukup lama dan makin mendalam, lalu dilepas ketika Wooyoung belum sempat menutup matanya.

"Bentar lagi hujan, pulang aja sekarang."

Laki-laki itu terdiam, matanya fokus ke gadis itu yang terus meneteskan air mata.

Saat kesadarannya kembali, Wooyoung langsung memeluk gadis itu sejenak dan pergi.

HAI WOOYOUNG ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang