Wooyoung belum bangun dan di luar hujan. Sungguh hari yang menyenangkan, melihat pacar tidur di kasur sendiri dan besok kalian akan putus. Jia sempat tertawa sejenak, perjuangan bertahun tahun hanya dapat masa kontrak 7 hari, belum lagi masa move on nya.
"Payung mana payung!"
Jia langsung keluar untuk membeli makanan yang enak dan banyak. Sementara Wooyoung mulai terganggu dengan suara berisik Jia yang buru-buru keluar dari rumahnya.
"Jam berapa nih?" racaunya.
"Setengah delapan? Hujan? Jia mau ke mana?"
Wooyoung memejamkan matanya lagi, membaui selimut Jia yang sama persis dengan parfum gadis itu. Melamun adalah reaksi alami yang Wooyoung rasakan sekarang hingga Jia kembali mengejutkannya dengan tubuh setengah basah. Mungkin Jia kewalahan karena beli makan sekaligus belanja mingguan.
"Ini makanan manis semua," gumam Wooyoung membongkar isi belanjaan Jia.
"Amunisi, gue juga udah perpanjang langganan Netflix."
Dengan wajah beler, Wooyoung membasuh wajahnya di wastafel lalu secara naluriah mengambil sendok dan sumpit di dapur. Jia tersenyum gemash melihatnya.
"Semua orang suka ayam kan?"
"Belum tentu."
"Tapi lo suka kan?"
Wooyoung membalas dengan anggukkan karena mulutnya sedang menggigit paha ayam.
"Gapapa pulang agak malem? Masih deres di luar soalnya."
"Gapapa gue laki. Btw lo ga ganti baju?"
"Ngga, udah biasa kek gini. Menuh menuhin cucian aja."
"Lo kan bisa bangunin gue, lagian kenapa ga bawa mobil?"
"Lagi mood payungan, payung cuma satu ga cukup berdua."
Wooyoung tertawa sambil mengaduk saus tteokbokki. Keduanya makan dengan tenang diselingi kilat yang menyambar.
Satu jam berlalu, hujan tidak sederas tadi, itu sepenglihatan Wooyoung dari balik jendela. Satu jam juga mereka saling diam, berdiri mematung di depan jendela. Hingga hujan tinggal rintik dan Wooyoung bersiap pulang.
"Gue pulang dulu, makasih makanannya," pamit laki-laki itu sambil memakai mantel hitam miliknya.
Tidak ada suara atau balasan, Wooyoung langsung menoleh mendapati Jia tersenyum tipis dengan mata berkaca-kaca. Laki-laki itu sadar, besok adalah hari terakhir, akhir bagi Jia untuk mengejarnya. Wooyoung harusnya lega tapi hatinya sulit menerima.
Selama enam hari, sapaan HAI WOOYOUNG dengan intonasi tinggi semakin hari nada tersebut tidak seceria itu. Tingkah Jia juga tidak sebarbar dulu. Wooyoung merasa sangat asing sekarang.
"Doain besok sidangnya lancar," ucap Jia singkat. Di mata Wooyoung, Jia terlihat dewasa dan dialah yang kekanak-kanakan.
"Jia.. Lo suka banget sama gue?"
"Iya."
"Lo sayang sama gue?"
"Iya."
"Gue belum jadi pacar yang baik ya?"
"Udah kok, oh iya ini vitaminnya. Pulang dari sini langsung mandi."
Wooyoung menggenggam erat vitamin ke enamnya. Beberapa detik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat. Jia berada dalam pelukannya. Harum yang dia kira parfum ternyata berasal dari rambut gadis itu.
Kali ini Wooyoung membalas pelukan itu dan menghirup lebih dalam harum yang menenangkan itu.