Bab 2: Dengannya semua aman

135 37 76
                                    

☆ ★ ✮ ★ ☆

Hari ini Lyn tengah bersama Agha kembali menuju sekolah. Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan. Hembusan angin pagi yang dingin dengan cahaya matahari yang samar-samar terlihat. Beberapa burung pun sudah pergi meninggalkan sarang mereka untuk berkelana dengan tujuan nya masing-masing.

"Kita mampir bentar." Agha membuka pembicaraan lalu melewati gerbang sekolah begitu saja. Hal itu membuat Lyn bertanya tanya di benaknya, tapi sejenak ia terdiam.

"Mau kemana?" tanya Lyn pada akhirnya.

Namun Agha tak menggubrisnya, lelaki itu masih fokus kepada jalanan licin yang tengah ia lewati. Di spion terlihat jelas bahwa bibir gadis itu sudah seperti bebek karena tak dijawab. Senyuman pun turut terukir di wajah lelaki itu meskipun tertutupi oleh helm hitam miliknya.

Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah taman. Lumayan sepi karena belum banyak yang tahu akan tempat tersembunyi ini, dan ntah tahu dari mana lelaki itu.

"Sebelah sini, gue mau ngomong." Agha menuntunnya pada sebuah kursi yang hanya cukup untuk dua orang. Kursi itu berhadapan langsung dengan danau indah berwarna biru. Suasana asri pada danau itu menambah kesan yang menenangkan.

"Apa? Kita bisa telat, Gha! Aku enggak mau."

"Kalo pun telat gue yang jamin lo nggak akan kena hukuman," ucap Agha menenangkan. Bukan tanpa alasan Agha membawanya kesini. Ada hal yang ingin ia sampaikan kemarin namun belum sempat. Ia langsung mengambil ancang-ancang untuk memulai pembicaraan.

"Bul," panggilnya. Lyn sontak menoleh dan terkejut dengan raut wajah Agha yang tampak berbeda, sangat serius.

"Uh?"

"Gue tau lo insecure dengan berat badan lo sekarang. Gue tau lo dituntut supaya bisa kurus dan cantik seperti adek lo. Gue tau juga lo jarang makan. Tapi satu hal yang harus lo tau, berat badan gak menjadi segalanya."

"Lo cantik bagaimana pun bentuk tubuh lo. Mau lo putih atau gelap, tinggi atau nggak, kurus atau gemuk lo tetep sama di mata gue. Lo cantik dengan cara lo, dengan kesederhanaan yang lo punya."

Lyn tak mampu menjawab. Matanya memanas, ia terhanyut dengan ucapan Agha yang selalu menenangkannya.

"Mereka bilang cantik itu segalanya. Menurutku iya. Gadis yang cantik selalu menang dalam hal apapun dan tak merasa sedikitpun kekurangan. Oh ya! Kalo cantik pasti dicintai dengan tulus." Lyn memberanikan membuka suaranya meskipun dengan suara yang bergetar. Ia menatap nanar danau indah dihadapannya. Ia berharap hidupnya akan seindah danau itu, dikelilingi bunga bunga indah dan menjadi tempat ternyaman orang orang disekitarnya.

"Kata siapa? Meera atau Salma? Gue denger kok. Percaya diri itu indah, gimana sih cara supaya lo tau kalo lo itu cantik." Agha menyugar rambutnya. Lalu lelaki merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Itu adalah kaca kecil, ntah apa maksudnya membawa barang yang seharusnya ada di tas seorang perempuan.

"Nih." Agha menyodorkan kaca itu di hadapan Lyn. Dengan jelas memantulkan wajah cantik Lyn walaupun dengan pipi yang gembul.

"Eh—" Lyn masih menatap pantulan wajahnya disana, ternyata tidak seburuk itu. Lantas ia tersenyum, sangat manis. Hingga senyuman itu menular pada Agha yang turut tersenyum.

"Cantik," gumam Lyn dengan suara amat kecil. Meskipun begitu Agha masih mendengarnya.

"Emang, lo emang secantik itu." tukas Agha.

"Enggak, aku cantik dikit, nggak sampe segitunya Agha!" protes Lyn.

Tiba-tiba adalah seonggok burung yang menabrak pohon didepan mereka. Lyn langsung menghampiri burung itu dan melihat sebaret luka dengan cairan merah pada sayap putihnya. "Kasihan." Lyn segera mengambil tisu basah dan juga kering untuk menghambat darah yang keluar. Tidak terlalu banyak sih tapi ia yakin burung itu pasti merasakan sakit yang tak main-main.

AGHARENZA [ On Going! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang