5. Gadis Mengerikan

1 0 0
                                    

Berantakan. Satu kata itu yang tepat menggambarkan bagaimana keadaan hunian gelap Meraki. Hanya pencahayaan bulan lewat jendela dan lampu tidur yang menerangi pojok kamar seluas 3x4 meter itu. Di atas kasur yang dipenuhi alat-alat perakitan robot dan beberapa buku juga cetak biru Meraki terlelap dengan wajah yang terlihat begitu lelah.

Grep, sebuah robot berbentuk microwave dengan topi rekonstruksi berwarna biru dan antena di atasnya berlalu lalang. Kedua tangannya yang cukup panjang membersihkan sampah plastik, tabung pil, serta botol-botol bahan kimia dan membereskan beberapa barang yang berserakan di lantai. Penyedot debu yang berada di bawah badan di antara roda kecilnya membuat lantai terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Sejenak Grep berhenti dari aktivitasnya, robot dengan emoji datar itu menatap punggung leher Meraki lamat-lamat. Sebuah layar hologram lantas muncul ke permukaan, menampilkan beberapa data.

"Apa yang kau lakukan, Grep?" Meraki terusik dari tidurnya. Ia berbalik badan dan membuat robot ciptaannya yang begitu spesial itu tampak kecewa. Layar hologram yang baru saja terpancar enyah seketika.

"Kau tampak tidak baik-baik saja. Aku ingin memastikan kondisi kesehatanmu." Grep menjawab dengan suaranya yang cukup kecil. Dua kantong plastik sampah ada di tangannya.

"Aku tidak tahu, tetapi kau tidak perlu memeriksa." Meraki memegang kepala yang terasa pening, lalu membetulkan tisu yang menyumbat salah satu lubang hidungnya. Kemudian, melihat jam di meja belajarnya yang begitu berantakan. Penuh dengan beberapa eksperimen dan komputer beserta perangkat lainnya. "Ini pukul dua malam. Bereskan sampah itu besok pagi. Aku ingin tidur nyenyak. Terlalu banyak pekerjaan membuat keinginan terpendamku tiba-tiba bergejolak."

"A-apa kupanggilkan saja—"

"Jangan melakukan apa pun! Apa kau mengerti?!"

Menuruti permintaan sang tuan, Grep menaruh dua kantong plastik sampah yang cukup besar di pojok ruangan. Ia tidak bisa pergi keluar, Meraki menggunakan scanning sistem sebagai kunci masuk dan keluar rumahnya. Meskipun cukup kumuh dan berada dikawasan yang hampir terasing di Kaleria, tetap saja Meraki tidak ingin ada yang sampai membobol huniannya. Ia tahu betul daerah yang ia tempati adalah daerah rawan pencuri dan rawan kejahatan.

Meraki menatap bulan purnama di luar selama beberapa saat, sebelum melihat layar komputer miliknya yang masih menyala. Menampilkan sebuah halaman dengan kode-kode tak terbaca dan sebuah map digital di layar lain. Ia menghela napas panjang, layarnya sama sekali tak berubah sejak lima jam lalu. Namun, ketika perempuan berambut lilac itu menutup mata kembali, bunyi nyaring dari sebuah alat di samping komputer membuatnya langsung terbangun.

Meraki langsung duduk di kursi dekat meja belajarnya. Ia menghadap komputer dengan saksama, mengusap kursor seraya memperhatikan map digital yang kini menunjukkan suatu daerah di Kaleria. Tak melihat dengan begitu jelas membuat Meraki menyipitkan mata dan kian mendekatkan wajah ke layar selebar dua puluh inci di depannya.

"Astaga!"

Meraki sampai terlonjak dan jatuh dari kursi ketika wajah Varsha muncul dilayar. Lelaki berambut ikal itu bahkan sampai tertawa tanpa suara dengan terpingkal-pingkal saat melihat reaksi terkejut Meraki.

"No—"

"Grep, matikan seluruh daya di ruangan ini! Cepat!" Meraki bergegas berdiri, raut wajahnya begitu tegang, Grep lantas langsung menurut dan memutus sumber daya listrik. Seluruh ruangan kini benar-benar gelap, termasuk layar-layar komputer yang sebelumnya menyala.

Napas Meraki terengah-engah, ia meneguk ludah seraya menatap peta dengan foto dan selembaran kertas di dinding. Grep mendeteksi kondisi Meraki. Jantung perempuan bertubuh tak terlalu tinggi itu berdebar cepat dan suhu tubuhnya turun cukup drastis, dengan kecemasan yang begitu terpatri.

FIRST OR DEATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang