Noda dari kuah makanan berminyak dan minuman yang cukup lengket bercecer di lantai kantin, membuat lantai menghitam dan begitu kotor. Padahal, Meraki sebelumnya telah membersihkan lantai di bagian sana. Kali ini adalah putaran kedua ia membersihkan kantin yang ramai orang. Entah mengapa, tetapi hal itu tampak seperti disengaja.
Dari ujung meja Meraki menatap dingin beberapa orang yang menahan tawa karena hukuman yang tengah ia jalani. Mereka tampak puas, tak segan menatap remeh Meraki yang tengah memegangi alat pel.
"Ide Quirita cukup bagus. Ini sesuai dengan kasta yang dimilikinya." Ungkapan salah seorang siswa yang berbisik-bisik terdengar cukup jelas. Arah pandangan Meraki lantas bergulir tajam menatap Quirita yang tengah makan bersama Ganya. Rupanya, perempuan bermata tajam itu tengah memperhatikan dirinya seraya tersenyum mengejek.
Quirita memberikan ide kepada beberapa pelajar di kantin agar mengerjai Meraki saat perempuan bermata biru itu sedang membersihkan sisi lain ruangan kantin. Ia mengungkapkan, jika Meraki sudah cukup berani berlaku semena-mena kepada penghuni sekolah lain. Dikhawatirkan jika hal itu dibiarkan Meraki menjadi kian berani.
"Meraki, kau melewatkan bagian ini. Lihatlah, ini masih kotor!" Teriakan Quirita membuat Meraki menghela napas panjang. Ia lalu kembali mengepel lantai tanpa melewatkan yang kotor sedikitpun, semuanya dipel bersih sampai akhirnya tiba di dekat meja yang dihuni Quirita dan Ganya.
"Quirita, cukup!" Ganya berujar seraya mencegah tangan Quirita yang hampir menumpahkan minuman dalam botol dengan sengaja.
Belum tiga detik Meraki bergeser, minuman jus dalam botol Ganya sudah tumpah ruah ke lantai. Seketika Meraki menatap Ganya yang kini terperangah seraya balas menatap Meraki. Di balik telapak tangannya Quirita tampak tersenyum puas, ia kentara sekali sedang berpura-pura kaget, padahal tahu betul jika Ganya sengaja meletakkan botol minuman di paling ujung meja, hanya bertengger sedikit.
"Meraki, maafkan aku!" Ganya berseru sembari mengambil tisu di meja, hendak membersihkan noda di lantai. Ekspresi merasa bersalahnya begitu meyakinkan.
Muak, Meraki mencekal tangan putih mulus Ganya yang hampir berjongkok. Orang-orang memperhatikan mereka. Ia tahu betul, Ganya pasti merasa kesal kepadanya karena sempat dipojokkan.
Meraki menjatuhkan alat pel lalu membungkuk, mendekati Ganya yang kini terduduk. Tatapan perempuan bermata sebiru langit itu begitu dingin dan menusuk. Cengkraman kuat tangan Meraki pada pergelangan tangan nyaris membuat Ganya berteriak. Namun, hal yang Meraki bisikkan di telinga membuat perempuan berambut sebahu itu terdiam seketika.
"Aku tahu, kau menggunakannya, Ganya. Future Power Chip-One One Zero One. Aku tak sengaja menguping pembicaraanmu saat di lorong." Seringai licik terpatri di wajah Meraki. Mata Ganya terbelalak dengan tubuh menegang seketika. Tadinya dirinyalah yang ingin mengintimidasi Meraki, tetapi kini malah sebaliknya.
Melihat air muka Ganya yang berubah drastis membuat Quirita penasaran dengan apa yang sebenarnya Meraki sampaikan. Ia nyaris menyentuh bahu Meraki untuk menariknya paksa, tetapi tepisan cukup kasar terlebih dahulu ia terima. Meraki menatap Quirita dan Ganya silih berganti dengan tatapan dingin tetapi menusuk.
"Berhentilah bermain-main. Aku tidak ingin berurusan dengan kalian!" seru Meraki setengah berbisik, tangan kanannya meremas botol kaca sebuah minuman milik Quirita sampai pecah.
Ganya dan Quirita tersentak kaget bukan main. Keduanya lantas menatap Meraki yang langsung memasukkan sisa-sisa pecahan ke dalam wadah dan membersihkan meja juga lantai. Mengejutkannya, tak ada sedikit pun darah terlihat, padahal telapak tangan Meraki tampak tersayat-sayat, membuat Quirita dan Ganya merasa penasaran dan ngeri di saat bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST OR DEATH
Teen FictionFPC-1101 adalah chips berbahaya yang diciptakan lima belas tahun lalu dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang dipilih saja. Aktina-putri seorang bangsawan didatangi orang misterius karena benda berbahaya tersebut. Apakah hubungan kedua orang terseb...