Awal

346 9 0
                                    

Drt drt drt!!!

Ponsel yang berada di nakas itupun bergetar, membuat si pemilik yang berpakaian begitu elegan itupun mengambilnya dan mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dikenalinya.

"Ya, ini siapa?" tanyanya seraya melepaskan sepatu yang tengah dia gunakan.

"Ooh ... ada apa?" tanyanya lagi setelah pertanyaannya tadi dijawab oleh orang yang berada di seberang telepon itu.

"What? Kok bisa?" Terlihat jelas dari raut wajahnya, jika ada berita buruk yang saat ini sampai kepada dirinya.

"Baiklah, aku akan segera ke sana, tolong jaga Ummy baik-baik!" Setelah mengatakan itu, dia pun melempar ponselnya asalan, dan bergegas menuju lemari baju yang ada di hadapannya.

Dengan asalan, dia mengambil satu set gamis yang selalu dia sediakan di dalam kamarnya. Ntah apa tujuannya, namun yang pasti saat ini gadis itu terburu-buru.

Lakesya Pranaya, seorang gadis 20 tahun yang saat ini menjadi mahasiswa di universitas ternama di Indonesia. Lakesya yang biasa dipanggil Aca memang terlahir dari keluarga yang agamis, bahkan kedua orangtuanya adalah pemilik pondok pesantren yang terkenal di Bogor. Tapi, sayangnya semenjak dirinya memutuskan untuk kuliah di Bandung dan ngekos di sini, Aca mulai kehilangan dirinya perlahan-lahan. Dirinya yang biasanya selalu dilarang untuk keluarga malam, pada akhirnya sering keluar malam, bahkan hingga larut malam. Tak hanya itu, Aca juga sering diajak oleh teman-temannya untuk pergi ke club hanya untuk menghibur diri.

Bahkan, seperti barusan, sebelum dirinya mendapatkan telepon, Aca baru saja pulang dari club malam dan memang malam ini Aca sengaja lebih cepat untuk pulang ke kostnya, karena katanya besok ada pratikum yang harus dia ikuti dipagi hari.

Jika kalian bertanya kenapa Aca mengambil gamis tadi, jawabannya adalah karena Aca akan pulang ke Bogor malam ini. Karena kabar buruk yang dia dapatkan tadi adalah perihal Ummynya yang masuk rumah sakit dan sekarang berada di ruang ICU.

Aca memang selalu menggunakan gamis jika pulang ke Bogor, karena jika tidak, Aca pasti akan dimarahi abis-abisan oleh Abi dan para abangnya. Apalagi, kalau mereka sampai tau bagaimana kelakuan Aca di sini, bisa langsung dinikahkan dengan anaknya Pak Karim, salah satu satpam pondok yang sejak lama sangat menginginkan bisa punya menantu seperti Aca.

Aca tidak akan membiarkan itu semua terjadi. Karena Aca tau bagaimana anaknya Pak Karim yang sangat tidak cocok dengan dirinya. Bisa mampus dia kalau harus dinikahkan dengan anaknya Pak Karim. Karena bagaimanapun, bagi Aca anak Pak Karim bukan tipenya dan juga anak Pak Karim itu dekil banget menurut Aca.

Back to story ...

Setelah 15 menit di kamar mandi, akhirnya Aca muncul lagi dengan penampilan barunya. Gamis warna nila yang dia gunakan begitu pas di tubuhnya, tak lupa jilbab segi empat yang sudah dibentuknya dan dia sampirkan kepundaknya sehingga memperlihatkan lekukan di dadanya.

"Jam segini masih ada taxi gak ya?" tanyanya bermonolog, seraya kembali bercermin.

"Oke beres! Huh ... semoga aja masih ada deh!" ucapnya, lalu beranjak pergi dengan menyampirkan tas selempang di bahunya, lalu keluar dari kostnya itu dan menguncinya.

Aca pun berjalan di lorong kostnya dengan tergesa-gesa. Bukannya kenapa-kenapa, tapi dia seperti merasakan ada sesuatu hal yang aneh di sini, namun Aca berusaha menghiraukannya, ditambah lagi saat ini dia tidak ingin kehilangan taxi untuk bisa segera sampai di Bogor.

Sesampainya di depan kos, untung saja bertepatan dengan itu ada sebuah taxi kosong yang melewatinya. Dengan segera Aca pun memberhentikan taxi itu dan memintanya untuk segera mengantarkan dirinya menuju rumah sakit yang ada di Bogor sesuai alamat yang dikirimkan oleh orang yang menelponnya tadi.

Selama perjalanan, Aca benar-benar tidak bisa tenang. Walaupun dia sering mengingkari janjinya dengan Ummynya selama ini, tapi Aca tetaplah seorang anak yang tidak ingin terjadi apapun kepada orang tuanya. Aca tidak mau kehilangan sosok wanita yang selama ini begitu menyayanginya melebihi apapun. Bahkan, hanya Ummynya lah yang selalu mendukung setiap keputusan Aca selama ini. Termasuk keputusan Aca untuk kuliah di Bandung.

Karena saking khawatirnya, Aca sampai tidak sadar jika saat ini mereka telah tiba di Bogor dan sekarang taxi itupun telah berhenti di sebuah rumah sakit yang dimaksud oleh Aca tadi.

"Neng, kita sudah sampai!" ucap supir taxi itu membuat Aca membuka matanya dan melihat keluar dan benar saja dia sudah berada di rumah sakit itu.

"Oh iya, berapa Pak?" tanya Aca.

"Dua ratus aja Neng," ucap supirnya. Lalu, dengan segera Aca mengeluarkan dompetnya dan mengambil dua helai uang seratus dan memberikannya kepada supir itu.

"Ini Pak, makasih ya!" Tanpa menunggu respon dari supir itu, Aca langsung saja keluar dan sedikit berlari memasuki pelantaran rumah sakit itu.

"Permisi Sus! Ruangan ICU di mana ya?" tanyanya kepada salah satu suster yang sedang berjaga di bagian resepsionis.

"Ya, dari sini kamu lurus saja, nanti ada lorong sebelah kanan, nah di sana dek, nanti ada tulisan ICU nya."

"Oh baik, terima kasih Sus!" Setelah itu Aca langsung saja mempercepat langkahnya menuju ruangan ICU yang diberitahukan oleh suster tadi. Dan sesampainya di depan lorong itu, ntah kenapa jantung Aca memompa begitu cepatnya.

Perlahan-lahan, Aca pun melangkah dan memasuki lorong itu. Di ujung sana, bisa Aca lihat ada sekumpulan keluarga pesantren yang tengah menunggu diluar ruangan. Bahkan, Aca juga melihat betapa rapuhnya sosok lelaki yang selama ini selalu dirinya lihat dengan ketegasan.

"A-abi?" panggil Aca dengan suara yang mulai serak.

Mendengar panggilan Aca sontak semua orang melihatnya, namun bukan dengan tatapan yang biasanya Aca lihat. Ada yang berbeda dari semua tatapan itu, terutama pada Abinya.

Plak!

Bukan Dia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang