Tak Berdaya

99 6 0
                                    

Di ruangan yang sebar putih dan dengan bau khas obat-obatan. Aca terbaring lemah di brankar dengan tangan kirinya yang diinfus dan tangan kanannya yang sejak tadi tak kunjung lepas dari genggaman Fahsan yang terus menatapnya.

"Sya, bangun yuk!" ucapnya seraya mengusap punggung tangan gadisnya itu dan menatap wajah Aca yang pucat.

"Assalamualaikum!" salam Fatma yang tiba-tiba masuk bersama dengan yang lainnya.

"Wa'alaikumussalam," sahut Fahsan menatap Ummynya sekilas, lalu kembali menatap Aca.

"Gimana kondisi Aca?" tanya Fatma seraya menghampirinya.

Fahsan yang ditanyai, sebelum menjawab dia pun mencium punggung tangan Fatma dan Ghufran. "Kata dokter, Alhamdulillah tidak terlalu parah Ummy. Tapi, untuk beberapa hari ini Aca harus di rawat di sini." jawab Fahsan yang membuat Fatma langsung mengusap punggung anaknya itu. Ia paham bagaimana perasaan Fahsan saat ini.

"Ya sudah, kamu udah makan?" tanya Fatma penuh kelembutan.

"Belum Ummy," jawab Fahsan lemah.

"Makan dulu ya, biar Ummy yang jaga Aca di sini bareng Abi," ucap Fatma yang langsung digelengi oleh Fahsan.

"Enggak Ummy. Fahsan gak bisa makan kalau Kesya juga belum makan," ucapnya membuat Fatma menatap putranya itu dengan sendu.

"Ta-" Ghufran langsung saja menghentikan perkataan Fatma. Karena dia paham bagaimana posisi Fahsan saat ini. Kalau dipaksa, Fahsan pasti akan terus menolak, jadi daripada membuat keributan, lebih baik dia menghentikan istrinya.

"Abang udah sholat?" ucap Ghufran melihat arloji yang ada ditangannya.

"Belum Bi," jawab Fahsan masih sendu.

"Kita sholat dulu yuk, mudah-mudahan sehabis sholat nanti Aca bisa sadar." imbuh Ghufran yang langsung membuat Fahsan menganggukkan kepalanya.

"Yaudah Ummy, Abi sama anak-anak pergi dulu ya!" pamitnya kepada istri tercinta. Fatma pun menganggukkan kepalanya dan mencium punggung tangan suaminya itu. Lalu, Fahsan, Kevin, dan Jerfan pun ikut mencium punggung tangan Fatma.

Setelah kepergian mereka, Fatma pun menggantikan posisi Fahsan untuk duduk di kursi sebelah brankar itu. Lalu, mengusap kepala Aca dengan lembut.

"Cepat sadar ya, Nak! Kasihan suami kamu, Ummy lihat dia begitu terpukul melihat kamu di sini. Ummy menjadi tidak tega melihatnya. Ummy juga rindu dengan tawanya Aca, rindu juga dengan sifat Aca yang lucu itu. Dan Ummy juga pengen dengarin Aca nyetor hafalan Aca sesuai yang Aca bilang semalam. Tapi, Ummy gak akan maksa kamu Nak. Ummy udah anggap kamu seperti anak perempuan Ummy, Ummy gak mau kehilangan kamu, Nak." Setelah mengatakan itu, cairan bening pun jatuh begitu saja dari pelupuk mata Fatma.

...

Fahsan pun telah selesai melaksanakan sholatnya, begitupun dengan yang lainnya. Dengan wajah yang masih sendunya, Fahsan menangkupkan kedua tangannya. Mulai meminta kepada Sang Pencipta atas segalanya.

"Yaa Allah, Yaa Rab .... Hari ini, Engkau berikan hamba ujian yang begitu berat. Tapi, kenapa harus istri hamba Yaa Allah? Hamba tidak sanggup, jika harus melihat istri hamba terbaring lemah tak berdaya di atas brankar itu Yaa Allah." adunya dengan buliran bening yang mulai mendesak untuk keluar saat ini.

"Yaa Allah, hamba mohon! Sadarkanlah istri hamba segera. Angkatlah penyakitnya! Jika Engkau tidak mengizinkannya, setidaknya timpakan sajalah rasa sakit itu pada hamba, jangan pada istri hamba Yaa Allah ...." Akhirnya, buliran bening itu berhasil mendesak keluar dan Fahsan pun benar-benar menangis kali ini. Siapapun itu, katakanlah Fahsan cengeng saat ini dan dia tidak akan peduli itu.

Ghufran yang melihat anaknya yang menangkup wajahnya dengan telapak tangan, langsung menghampirinya dan menepuk-nepuk bahu anaknya itu.

"Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan Bang. Abi yakin, Aca anak yang kuat. Aca pasti baik-baik aja dan dia pasti akan segera sadar Bang," hibur Ghufran kepada anak sulungnya itu.

Fahsan tidak menjawab, tapi Ghufran terus memberikan dukungan melalui tepukannya pada bahu Fahsan.

"Kita kembali ke ruangan Aca, ya? Siapa tau Aca udah sadar," ucap Ghufran lagi setelah membiarkan putranya menangis beberapa menit.

Fahsan pun mengusap wajahnya, lalu memastikan tidak ada air mata yang tertinggal di wajahnya dan bangkit beriringan dengan Ghufran yang bangkit.

"Abang, jangan sedih lagi! Kak Aca pasti bangun, kok!" imbuh Jerfan di saat Fahsan dan Ghufran menemui mereka.

Fahsan pun hanya tersenyum menanggapi itu dan dengan segera mereka semua langsung kembali ke ruangan rawat Aca yang jaraknya tidak terlalu jauh dengab masjid rumah sakit ini.

Bukan Dia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang