Tidak Tenang

88 5 0
                                    

Jam kuliah Aca kini telah usai dan ini adalah saatnya Aca pulang ke kostnya untuk mengemasi semua barang-barangnya.

"Oh iya, kayanya harus ngabarin Aulia dulu. Takutnya dia malah nyariin nanti," ucapnya yang langsung membuka tas selempangnya yang sejak tadi tidak pernah dibukanya, guna mengeluarkan handphonenya.

"Eh, kok?" terkejutnya yang malah menemukan beberapa lembar uang seratus di dalam tasnya.

"Uang siapa nih, kok bisa ada di sini?" tanyanya bermonolog.

"Ah, nanti deh. Gue chat Aulia dulu. Mungkin aja ada keluarga ndalem yang salah meletakkan uang di sini," ucapnya, lalu mengeluarkan handphonenya.

Baru aja Aca membuka layar handphonenya, beberapa notifikasi sudah dulu menyambutnya dengan ramah dan itu adalah dari satu nomor asing yang sepertinya Aca tau siapa,tapi tidak tau namanya. Dan juga ada beberapa info dari dosennya yang mengatakan kalau tugas makalah yang dia berikan semalam harus dikumpulkan hari ini. Aca panik dong.

"Astaghfirullah, apa-apaan ini? Kok mendadak gini, sih?" ucapnya tak karuan.

Tak mau berfikir panjang, Aca langsung membuka WhatsApp-nya guna menghubungi Aulia. Dia pun langsung mencari kontak Aulia dipencariannya, namun ... "Gue kan gak punya nomornya! Aih, gimana sih kamu Ca!" keluhnya yang lama-kelamaan lelah dengan dirinya sendiri.

"Ah, sudahlah. Mending gue pergi sekarang, terus nanti deh urus soal tugas ini. Kalau soal Aulia, mungkin bisa dikondisikan nantilah, apalagi tadi Aulia bilang dia akan lama pulang." Mungkin Aca bisa mengakalinya nanti.

Aca pun beranjak dari sana, tapi baru satu langkah, handphonenya berbunyi pertanda ada notif yang masuk. Langsung saja Aca melihatnya.

0895xxx
Assalamualaikum!

Sya?

Lakesya?

Kamu di mana?

Udah tidur?

Tidur ya, udah hafalannya. Dilanjut besok aja.

Assalamualaikum,
Lakesya di tas kamu saya sudah taruh uang buat jajan kamu.
Digunakan dengan baik-baik ya!
Kalau kurang nanti kamu bilang aja sama saya. Saya gak bakalan marah kok.

Udah pulang?

Setelah membaca pesan terakhir, Aca pun sekarang tau uang siapa yang ada di tasnya sekarang ini. Yaitu uangnya. Sepertinya, memang benar ini adalah nomor suaminya.

Daripada Aca mengabaikan nomor ini lagi, Aca langsung saja mensave nomornya dengan nama "Mas Suami" sederhana sih, tapi cukup membuat pipi Aca malah bersemu merah ntah kenapa.

Me
Makasih, ini udah cukup kok.
Maaf ngerepotin ya.

Setelah mengirimi pesan itu, Aca langsung saja keluar dari kelasnya dan menuju jalanan di luar kampusnya, untuk mencari taxi yang bisa mengantarnya sampai ke kosnya.

Tak perlu menunggu lama, Aca menemukan taxi. Dengan segera Aca menghentikan taxi itu dan menaikinya. Lalu, meminta supir taxi itu untuk mengantarkannya ke alamat yang dia sebutkan.

Tak butuh waktu lama, 5 menit Aca sudah sampai di kosnya. Dengan segera Aca turun dan tak lupa membayar taxi itu.

"Huh ... kok langkah gue agak berat ya, rasanya gak pengen kembali lagi ke sini deh. Tapi, gimana dengan barang-barang gue? Masa mau gue biarin di sini aja sih?" monolognya.

Ntah apa yang membuat Aca agak berat sekarang. Tapi, hatinya benar-benar terasa tidak tenang jika harus menginjakkan kaki lagi ke sini.

Tidak. Aca tidak punya pilihan lain. Lagian, dia hanya ingin mengambil barang-barangnya kan? Tidak lebih juga. Palingan Aca pengen istirahat sebentar aja di sini. Mungkin nanti sebelum Ashar dia bakalan pergi meninggalkan tempat ini seutuhnya.

Aca pun mulai melangkahkan kakinya dengan ragu-ragu. Namun, akhirnya malah sampai juga dirinya di depan pintu kostnya itu.

Aca meronggoh kunci yang ada di dalam tasnya, lalu membuka pintu kost itu dan menampilkan bentuk dalamnya yang sedikit berantakan.

Aca yang melihat itu malah bingung sendiri, perasaan sebelum dia meninggalkan kost ini, kondisinya tidak seperti ini. Terlebih, Aca rasa sebelum pergi dia juga tidak mengacak-acak seprei tempat tidurnya. Tapi, kenapa seprei itu malah terlihat begitu lusuh dan ...

"Astaghfirullah!" teriak Aca mulai berpikir yang tidak-tidak di saat melihat ada noda darah di seprei itu.

"Tapi, gak mungkin," monolog Aca makin bingung sendiri.

"Ah, sudahlah." Bukan saatnya juga Aca memikirkan hal konyol seperti itu. Mungkin, semalam atau sebelumnya ada yang menumpang di kostnya pada pemilik kostnya, tapi pemiliknya malah lupa untuk mengatakannya kepada Aca. Dan mungkin aja yang nginap di sini kebetulan dapet, jadi beleber dan malah lupa buat beresinnya.

Tanpa berpikir panjang lagi, Aca langsung saja masuk ke dalam dan menutup pintu kostnya itu. Lalu, mulai membersihkan kamarnya itu yang terlihat seperti kapal pecah.

"Untung aja gue gak berani nyimpan uang di kost. Kalau berani, udah hilang itu uang." monolognya di sela-sela membersihkan kamarnya itu.

Bukan Dia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang