13. Aldila

1.4K 220 76
                                    


"WEH, ANAKKU LAHIR?!"

"LOH, UDAH LAHIRAN KAH?"

Gentar memandang manajernya bingung, dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi masih terkejut. Baru saja, ia mendapat informasi dari tetangganya kalau istrinya sudah berkontraksi dan ingin ke rumah sakit. Akhirnya, dibawalah oleh tetangga wibunya itu ke rumah sakit. Namun, yang membuat Gentar merasa heran adalah dia baru diinfokan setelah istrinya sudah mulai melahirkan. Saat di perjalanan ke rumah sakit tidak ada satupun yang menginfokan. Wah, parah, nih, tetangga.

"Loh... Terus sekarang gimana?"

"Nggak tau aku, eh. Ke sana aja kali ya?"

"YA IYALAH?? ISTRI LAHIRAN MASA KAMU MAU TETEP KERJAA??" manajernya ini sedikit sebal dengan Gentar. Seumur-umur, dia tidak pernah bertemu dengan tuan yang dongo dan begonya ini seperti Gentar.

"LAH, IYA JUGA," Untung pada akhirnya pria ini sadar. Dia langsung mengangguk cepat dan turun untuk mengambil mobil―langsung pergi ke rumah sakit tempat [Name] berada. Manajernya yang melihat hal itupun hanya bisa menggelengkan kepala lelah.

"Astaga... Sabar, aku digaji."

Sesampainya di sana, Gentar langsung pergi ke arah ruangan yang sudah diberitahukan oleh perawat juga tetangga yang menelponnya tadi. Jujur saja, sekarang ia sangat panik; yang pertama karena [Name] sendirian di ruangan itu dan yang kedua karena takut [Name] marah dia terlambat. Akan tetapi kalau boleh jujur, Gentar lebih takut dengan alasan yang kedua.

Sampai di sana Gentar bertemu dengan tetangga wibunya, iya, yang waktu itu mampir membawa makanan hanya untuk cari perhatian dan pendekatan dengan [Name], sesama teman wibu.

"Gimana, Teh?" Gentar membuka suara begitu sudah berada di depan tetangganya. Tidak hanya tetangga yang ada di sana, ada juga adik laki-laki [Name] yang sedang berbincang di dalam telepon bersama orang lain. Sepertinya, adik ipar Gentar ingin memberi tahu keluarga besar mereka tentang berita ini.

"Aman, tadi Kak [Name] udah pindah ruangan, kok," Mendengar hal itu, Gentar langsung kebingungan, "Lah? Terus yang ada di ruangan ini siapa? Ini kan bukan ruang inap?"

"Oh, ini mah orang lain. Aku kan cuma duduk di sini aja, Mas. Hehehe," Sekali lagi, Gentar dibodohi oleh tetangga wibunya ini.

"Jadi sebenarnya [Name] udah melahirkan?" Tetangga itu mengangguk membenarkan, "Terus sekarang udah dipindahin?" Lagi, tetangganya mengangguk.

"... Di mana ruangannya, HEH? ELU JANGAN NGERJAIN GUE LAGI YA MAHASISWA AKHIR STRES SKRIPSI." Emosi Gentar langsung menjadi.

"DUH, IYA-IYA. ADA DI SANA,"

Akhirnya dikasih tunjuklah ruangan [Name], yang mana begitu masuk ke dalam Gentar langsung disambut dengan [Name] yang berada di ranjang rumah sakit.

"[Name]―"

"―Oh, gitu ya omae? Bahkan watashi melahirkan pun omae enggak dateng? Keren begitu? Cih, omae tau siapa yang nemenin watashi melahirkan tadi? Iya, betul, Levi."

Mendengar cara bicara [Name], Gentar langsung mengusap wajahnya yang sudah kusut sedari tadi itu, "Ya Allah, kenapa penyakit wibunya kumat sekarang...."

Kalau urusan [Name] wibu, semua itu Gentar kembalikan dan pasrahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perlahan, Gentar berjalan mendekat dan duduk di kursi yang berada dekat dengan ranjang [Name]. Gentar bisa lihat, ada sesosok mungil di dalam pelukan [Name]. Sosok mungil itu nampak sedang tertidur tenang.

"... Sudah dikasih nama?" Gentar tidak ingin banyak emosi dan berteriak sekarang, kini saatnya dia kalem dan menahan rasa bahagia miliknya sebentar dulu karena [Name] sedang tidak dalam mood yang baik.

"Udahlah. Kan watashi saikyou okaasan."

"Ya Allah...." Habis itu juga, Gentar langsung menundukkan kepalanya pasrah, "Siapa namanya? Ada Aldilanya kan?!" [Name] mengangguk, "Ya ada lah."

"Bagus, deh..." Gentar mengelus dadanya dengan rasa syukur, "Nama panjangnya?"

"Aldila Kireina Hana."

"...." Gentar diam sebentar, padahal dalam hati dia sudah teriak-teriak, 'KENAPA BEGITU BEJIR?? COK, ENGGAK NYAMBUNG BANGET, MAKSA ANJIRR.' Namun, seolah bisa membaca pikiran Gentar, [Name] langsung kembali berbicara.

"Jangan pikir itu gak nyambung atau gak make sense. Itu nyambung, kok. Katanya Aldila itu Alhamdulillah Dia Lahir. Nah, Kireina Hana itu artinya bunga yang indah. Ya udah, kalo digabungin kan jadi kayak percakapan."

Mendengar penjelasan [Name], Gentar sedikit kebingungan, "Jadi percakapan kayak gimana?"

"Begini," [Name] mengambil jeda sebelum mencontohkan percakapannya.

"Alhamdulillah dia lahir...."

"Siapa yang lahir?"

"Itu loh, bunganya. Bunganya cakep banget."

"Oohh."

"Tuh, bagus kan?" Ujar [Name] begitu kelar mencontohkan. Gentar kini tak bisa berkata apa-apa. Ya memang jadi sebuah percakapan, sih. Namun, [Name] terlalu maksa.

"Makanya, bakal lebih bagus lagi kalo dikasih koma gitu di namanya." Nah, nambah lagi ide [Name].

"Contohnya?"

"Aldila, Kireina Hana. Gitu."

"... Jadi kayak dua nama??"

"Ya enggak apa-apa lah. Artinya jadi 'Alhamdulillah dia lahir, si bunga cantik.' tuh, bagus, kan?"

Jujur, kali ini Gentar memang tidak bisa apa-apa selain mengiyakan. Ga apa-apa, yang penting terdapat unsur Aldila di dalam nama anaknya.

"Haduh...."

"Apaan haduh-haduh, enggak suka?"

"Bukan gitu heh, [Name]."



_____

JIAAKH ALDILA LAHIR SUDAH, gimana ges, otw aja gass ke aldila ga di buku sebelah? 🤭

satu chapter lagi tamat!! siap mengucapkan selamat tinggal pada buku gentar setelah hampir satu tahun digarap?? 🤔🤔

Btw itu emang gak nyambung, Aldila Kireina Hana. 😭🚶‍♀️yah, biasalah, menambah keprikan pasangan ini.

Adakah yang mau ditanyain sebelum tamat? Entah tentang aldila, boel bofu series, atau aku gitu??

maaciw

wibu; b. gentar [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang