Setelah acara inap menginap itu selesai, tiga hari setelahnya Gentar kembali pulang ke rumah orang tuanya. Wajahnya terlihat seperti kurang tidur dan kesal. Kebetulan waktu itu masih ada Sori dan keluarganya, akhirnya ditanyalah sama Sori."Kenapa sih, Ge? Kok mukanya begitu?"
"Ck, ya iyalah! Bayangin jam dua malem digebukin tiba-tiba cuma karena bilang si bayi yang pengen?!"
Mendengar jawaban Gentar, Sori langsung paham ke mana arah pembicaraan ini. Dia tertawa kecil sebelum akhirnya mengambil tempat untuk duduk. "[Name] lagi masa ngidam, ya?" Lagi, pertanyaan itu diangguki oleh Gentar.
"Ya nggak apa-apa lah kalo ngidamnya minta nasi goreng jam dua malem, TAPI INI NGIDAM PENGEN NGEGEBUKIN SUAMI SENDIRI?? nggak wajar itu."
"Masih mending loh itu, Ge. Coba kamu liat Mas Supra," nah, mulai dibandinginnya.
"Kenapa Mas Supra?"
"Loh, kamu gak tau? Dia malem-malem disuruh istrinya beli nasi goreng deket rumah Kak Upan."
"Lah? Masih lebih parahan aku dong."
"Enggak, lah. Mas Supra kan nggak cuma disuruh beli nasi gorengnya doang. Dia juga disuruh buat peluk abang nasi gorengnya terus bilang, "Semangat masaknya, ya." Bayangin aja, Ge. Aku sih ogah."
Mendengar ucapan Sori barusan, Gentar langsung kembali berpikir sekali lagi. Astaga, yang benar saja Supra disuruh peluk abang nasi goreng dan memberi semangat seperti itu?
"... Takut, hih."
"Makanya aku bilang kamu masih mending! Terus sekarang kenapa kamu di sini?"
"... [Name] bilang enek liat mukaku. Katanya aku bikin mual dan makin bikin dia nggak enak badan."
"Ah nggak apa, Bang Frostie juga pernah tuh. Istrinya enek liat muka dia terus dia akhirnya tidur kan di rumah sini? Gapapa, Ge. Itu udah biasa."
"Emang dulu istri A' Sori pas hamil gimana?"
Kala Gentar berkata seperti itu, Sori langsung menatap tajam ke arahnya. Pria itu terlihat sebal dengan pertanyaan Gentar. Maka, dia rangkul Gentar dan dia dekatkan.
"Wuish.... Bawaannya pengen banget nonjok kamu sih, Ge. Hehehe sori."
"... Hah? Kok jadi aku sih?!"
Gentar nggak tau aja, kalo pas istri Sori hamil itu yang dicariin malah Gentar. Malem-malem bilang kangen Gentar dan lain-lain. Aduh, tersiksa banget Sori tuh. Terus pas Aidan lahir, Aidan malah anti banget sama Gentar.
"Ya iyalah! Kamu yang bikin aku repot selama istriku hamil hih. Mungkin ini juga makanya kamu dikasih cobaan lebih berat. Terus itu tangan memar karena apa?"
"... Oh, ini?" Gentar menyentuh tangannya, memperlihatkannya kepada Sori sebelum benar-benar membuka lengan bajunya. "Ini karena... [Name] juga."
"..."
"Bu-bukan karena pas malem! Ini murni karena ngidamnya woy HEH AWAS KAU PIKIR MACEM-MACEM YA A'."
"ORANG APAAN NGIDAM GITU??"
"YA [NAME] NGIDAM PENGEN GIGIT ORANG??"
"?? JADI ITU DIGIGIT? LEBIH KE KAYAK BEKAS PUKUL."
"YA HABIS DIGIGIT KAN DIPUKUL SAMA DOI TERUS DIBANTING DIKIT."
"... INI MAH KDRT."
Sori jadi merasa ngeri. Ini baru bisa disebut keluarga berbahaya. Pas anaknya masih di dalam perut aja seperti ini, bagaimana ketika anak Gentar sudah lahir? Astaga. Gentar nya berisik, [Name] nya kadang juga berisik, anaknya bagaimana?
"Masa sampe segitunya sih?!"
"Nggak tau juga, A'. Ge juga udah cape ngademinnya. Mana semalem nangis terus kayak kunti, ternyata karena husbunya mati."
"Oh, yang kebelah jadi kayak kiko itu maksudnya?"
"Enggak, yang lain."
Sori memilih bungkam. Dia hanya tahu yang terbelah dua menjadi kiko dari orang-orang. Namun, kalau yang lainnya sih Sori angkat tangan.
"Kamu pulang gih, istri lagi hamil malah kabur."
"A', YA KALI, GUE MASIH TAKUT AH PULANG KE RUMAH."
"PARAH, AKU ADUIN NIH."
"IH."
Seketika, Gentar sedikit menyesal dan memikirkan pilihannya yang memutuskan untuk menikahi [Name] itu.
_______
Pulang ke rumah, Gentar sudah disambut dengan [Name] yang tertidur pulas di sofa. Beberapa hari terakhir ini [Name] memang lebih memilih tidur di sofa dibanding di kasur. Katanya rasanya kurang enak. Ya sudah, Gentar nurut apa kata bumil aja.
Hanya saja, posisi kali ini seperti memberitahu Gentar kalau [Name] bukan tidur secara sengaja, tapi ketiduran. Tidak ada selimut ataupun guling habisnya. Hanya ada ponsel dan kertas. Oleh karena itu, Gentar ambil selimut di dekat sofa lalu menyelimuti istrinya. Tak lupa juga dia memberi kecupan kecil di dahi sang istri.
"Jangan husbu yang lain loh yang dimimpiin, mimpiin aku aja." Gentar terkekeh sebelum akhirnya kembali mengelus wajah cantik istrinya. Setelah itu, dia bangun untuk membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Ketika dirasa sudah cukup rapi, baru pemuda itu keluar dan kembali ke sofa.
Istrinya sedikit menggeliat, dan terlihat seperti menutup hidungnya. Dari situ saja sebenarnya Gentar sudah tahu alasannya apa. Pasti karena dia merasa mual dengan keberadaan Gentar.
"Shuut. Udah tidur aja hih, masa segitu gak enaknya bauku sampe kamu gak bisa tidur. Kuketekin sekalian nih."
Enggak, bercanda. Kalau Gentar ketekin [Name], yang ada [Name] malah balas tapi dibalas dengan dua puluh kali lipat.
Perlahan, tangan Gentar meraih perut [Name], mengusapnya pelan sebelum akhirnya dia kecup lembut dan tersenyum.
"Masih ada satu yang gue takutin sebenarnya," Ucapnya pada dirinya sendiri.
"Takut kalau dia lahir, wibunya satu jenis sama [Name]. Bisa-bisa mampus gue di sini."
Nah, itu.
Doakan saja yang terbaik untuk bapak Gentar ini.
____
JIAAAKB siapa yang menunggu? aku sudah mulai ulangan lagi nie, tapi gapapa lumayan santai juga
dua chap lagi tamat dan habis itu aku bakal bingung mau ngapain lagi sih 😔 enaknya ngapain ya
oke itu aja, dadaaah!
KAMU SEDANG MEMBACA
wibu; b. gentar [√]
Fanfic╰──> ˗ˏˋ BoBoiBoy Gentar x Reader 𝘎𝘦𝘯𝘢𝘱 𝘥𝘦𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘫𝘢𝘳 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘤𝘳𝘶𝘴𝘩. 𝘜𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢, 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘶𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘴𝘪𝘢-𝘴𝘪𝘢. 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢...