XVIII- Akhir dari sang kupu-kupu

7 5 12
                                    

"Louise ... Keraguan ini sia-sia, mungkin memang dia lah orangnya."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*
*
*

Eurosia membuka mata karena benturan kecil barusan, kepala kecilnya diperban, ia bisa merasakannya, ia bangkit dari posisi tidurnya, menyadari ia berada di dalam pedati yang sedang berjalan di jalan setapak yang diapit Pepohonan rindang yang tertutup serpihan keping salju tipis, musim dingin akan segera berakhir, memayungi tiap langkah kuda di depan, pun diiringi lantunan nyanyian kusir-atau bahkan pemilik nya. Eurosia memeluk lututnya, menarik selimut goni yang menutupi tubuhnya lebih dekat dan mengurung diri, memandangi api yang berkelap-kelip di dalam lentera.

Banyak kotak-kotak di susun di depannya, kartu disusun bertumpuk, topi tinggi satu jenis namun dengan bermacam warna pita disusun rapi di pojokan. Eurosia mengalihkan pandangan ke punggung kusir, ia dibalut mantel hitam bludru dengan topi tinggi yang mencuat bagai cerobong, rambut hitam legam nya dibuai oleh angin yang bertiup.

"Sudah bangun?" Kereta berhenti dan Eurosia nyaris terjungkal ke depan karena pengereman mendadak itu. Pria itu membalikkan tubuh, pindah dari kursi kusirnya dan duduk di dekat Eurosia yang spontan menjaga jarak. "Aku menemukan mu kedinginan di depan Katedral, kau baik-baik saja sekarang?"

Eurosia menatap nya dalam-dalam, mata keemasan bagai elang itu kontras dengan Bros biru di kerah nya, pakaian pria itu sederhana tapi tetap menunjukkan ke-eksentrik kan nya, apapun yang dilakukan pria itu, pasti berkaitan dengan hiburan. "Terimakasih." Agaknya Eurosia perlu mengatakan itu, bagaimanapun, siapa yang tidak takut menghadapi kematian.

"Siapa namamu?" Pria itu mengulurkan tangannya yang berbalut sarung tangan kulit putih gading. Eurosia menatapnya penuh kecurigaan, tidak repot-repot menunjukkan betapa ia sangat ber-antisipasi dengan keramahan yang pria itu tawarkan. "Baiklah tidak usah terburu-buru." Pria itu tersenyum ramah. "Kita mulai dari hal-hal kecil saja, tak kenal maka tak cinta."

Pria itu tiba-tiba mengeluarkan kartu dari jentikan jarinya yang kontan membuat Eurosia terkesiap. "Aku bekerja sebagai pesulap jalanan, dan aku kini membawa kita meninggalkan Terebis. Kau selalu bisa menolak, aku bisa menurunkan mu di desa terdekat jika kau tidak ingin ikut dengan ku."

Eurosia masih diam, ia tak berselera bersuara, rasa tenggorokan nya tidak nyaman kalau ia mengingat bagaimana ia mencengkram tenggorokan Dimar dan kini masih diselamatkan pula oleh seseorang.

"Siapa namamu, pak?" Eurosia akhirnya bertanya tapi pria itu cuma tersenyum sambil menjulurkan kartunya pada Eurosia. Eurosia menelengkan kepala, ragu-ragu mengambil kartu itu.

"Itu bukan hal penting. Kartu punya dua sisi, pilihlah sisi mana yang ingin kau tekuni," katanya sambil membuka topi tingginya.

Eurosia menatap 'A' besar di bagian depan kartu dan ketika ia membalik nya, sepasang merpati menjadi gambar berikutnya. "Merpati?"

Pria itu mengangguk dan merogoh-rogoh topinya yang ia tunjukkan kosong belompong sebelumnya. "Merpati itu melambangkan keindahan dan kesempurnaan cinta." Ia mengarahkan topi nya ke pintu keluar pedati. "Lagipula, merpati itu sangat bebas, sayap bersih mereka tetap akan terbang meskipun ternodai berkali-kali." Sepersekian detik setelah itu, puluhan merpati terbang keluar dari topi.

Death WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang