VIII- Racun dalam gelas

10 6 38
                                    

Milian menaikkan kerah mantelnya hingga menutupi tulang rahang bawahnya, ia hanya satu-satunya yang tetap setia memakai mantel di tengah gempuran musim panas Terebis yang menjadi-jadi. Eurosia yang hanya mengenakan kemeja putih gading dengan renda di bagian dada terlihat sangat cantik bagi Milian, ia cocok dengan gaya seperti itu ketimbang menggunakan blazer pesulapnya yang eksentrik seperti sebelumnya.

Milian menyentuh sisi topi tinggi Eurosia yang membuat perempuan itu menoleh sambil menepis tangan nya. "Kau menodai pusaka suci."

Milian menghembuskan nafas. "Terlihat sama berharganya dengan Bros biru mu itu." Milian menunjuk Bros di kerah Eurosia. Itu sudah menarik perhatiannya sejak pandangan pertama.

"Sama bernilai nya dengan hidup mu." Eurosia melangkah masuk ke sebuah kedai minum tua, bau alkohol dan jahe menyengat kuat hingga Milian mengerutkan keningnya dalam-dalam. Keringat-keringat para pengangguran memenuhi udara hingga membuat nya mual.

"Wah! Sejak kapan gadis ajaib ini terakhir kali kembali kesini, apakah itu seabad yang lalu?" Mereka tertawa ketika salah satu pria tua berkumis tebal kusut menyambut kedatangan mereka. Pria itu jelas mabuk, terlihat dari bagaimana caranya menatap Eurosia dan lemaknya yang bergoyang-goyang dari perut buncitnya yang mengintip lewat kemeja kekecilan itu.

"Eurosia…" bisik Milian sambil menarik ujung baju Eurosia dari belakang, ia tidak menyukai tempat ini meski Eurosia terlihat akrab dengan lingkungan menjijikkan itu.

"Hey, Jasho!" Eurosia meninju perut berlemak pria itu main-main. "Bagaimana kabarmu? Apakah istrimu masih tidur dengan pria kaya itu?"

Jasho tertawa dan jatuh terduduk di kursi sambil minum bir dari gelas kayu yang lebih mirip tong itu. "Mungkin sudah punya anak."

"Kasihan sekali kau. Sudah saatnya kau berkencan lagi." Eurosia tertawa dan memberi gestur pada bartender untuk menyiapkan minuman nya. Keberadaan Milian seperti bunglon sekarang.

"Sudah terlanjur cinta, jangan menyakiti orang baru kalau kau belum selesai dengan masa lalu mu."

Eurosia tertawa terbahak-bahak dan duduk di kursi lain sambil menarik Milian untuk duduk di sebelahnya. "Astaga, Jasho sang pria perkasa tumbang karena cinta, semuanya!" Eurosia menyeru dan seisi kedai ricuh. Mereka mengayunkan gelas ke udara dan cairan di dalamnya berombak hingga tumpah ke meja dan lantai. Mereka minum seperti babi liar.

Milian menghela nafas dan memijat pangkal hidungnya, ia tidak mengerti apa yang Eurosia rencanakan sekarang.

"Bagaimana dengan mu sendiri, Eu? Hidup di jantung kota menyenangkan?" Pria bongsor lain bertanya.

Eurosia menyilangkan kaki dan menggumamkan terimakasih kepada bartender atas minumannya. "Tidak begitu sulit. Aku masih jadi badut jalanan itu. Oh ya, apakah peternakan sapi mu lancar, Kain?"

Mereka terpingkal lagi tapi Kain yang bertanya sebelumnya menghembuskan nafas berat. "Semuanya mati terjangkit penyakit. Sapiku jadi zombie."

Eurosia menyesap minumannya. "Kurasa daging sapi zombie pasti laku di pasaran. Seperti pertunjukkan teater cinta tragis yang kemarin-kemarin ramai di Aeternum."

Alis Milian terangkat. Itu dia.

"Oh, ku dengar Yuan Hikai itu mati." Jasho menyahut dan sebentar saja, para pria gila itu mulai duduk melingkar di sekitar Eurosia.

Sial, hebat sekali dia mengatur suasana. Milian tersenyum diam-diam.

"Mati tergantung." Eurosia menunjuk potongan kaki kerbau di sudut kedai. "Seperti itu."

"Konyol sekali." Sebagian tertawa. "Apa yang kau tahu dari kematian pria kaya itu? Ku kira seharusnya ia mati karena kebanyakan uang."

Eurosia memainkan ujung rambutnya. "Apa ya? Entahlah, orang-orang rendah macam kita bahkan tidak pantas berdiri di depan Aeternum bukan begitu?"

Death WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang