IX- Berbincang dengan orang mati

10 6 15
                                    

Eurosia mengambil satu butir anggur dan memakannya serta merta untuk menenangkan diri nya. Himid menghela nafas dan menepuk pundak Eurosia. Himid sudah seperti ayah nya kalau dilihat-lihat dari bagaimana caranya menangani Eurosia.

"Kenapa tiba-tiba ada yang menanyakan ibuku?"

"Evelya wanita cantik. Mungkin ada asmara yang belum terselesaikan." Himid mencairkan suasana dengan cara yang salah.

Eurosia melipat tangan didepan dada. "Dia sudah mati."

Himid menghela nafas. "Baiklah, aku tahu ini sensitif bagimu. Pria itu bertanya apakah Evelya benar memiliki seorang anak atau tidak."

"Dan kau menjawab ya?" Eurosia memiringkan kepala.

Himid mengangguk. "Seorang putri."

"Kau sebut namaku?"

Himid membuang muka dan Eurosia berdecak sambil menatap langit-langit. Giginya bergemeletuk. "Himid yang bodoh," umpat Eurosia pelan.

"Siapa yang tahu itu ayahmu..." Nada Himid melunak.

"Ibuku pelacur. Ayahku bisa siapa saja." Eurosia mendesah frustasi dan mencomot sebutir anggur lagi.

"Eurosia." Himid berkacak pinggang. "Aku mengenal ibumu, ia sudah cukup lama berhenti sampai mengandung mu."

"Tidak usah berusaha menjaga perasaan ku." Eurosia menutup mata, masih menatap langit-langit dengan rahang mengeras. "Apalagi yang ditanyakan orang itu?"

"Makam ibumu."

Eurosia menurunkan wajah untuk menatap Himid tepat di matanya. "Dia tahu ibuku sudah mati."

"Begitulah, setelah itu. Ia langsung pergi begitu saja."

Eurosia mengusap dagu. "Terimakasih Himid. Lain kali gunakan otakmu." Eurosia membalikkan badan dan berjalan keluar dari gudang tersebut dan menemukan Milian berbaring seperti bocah merajuk.

Milian bangkit dan memandang Eurosia dengan sinis. "Sudah selesai percakapan pribadinya?"

"Kita ke kuburan." Eurosia mengulurkan tangan untuk membantu Milian bangkit. Milian berdecih tapi menyambut uluran tangan Eurosia. Jemari mereka bertaut dan Milian tidak keberatan ketika Eurosia menyeret nya melintasi trotoar seperti buru-buru untuk mendapatkan antrian paling depan.

"Mendadak ingin berziarah?" Milian berkata dan menatap tautan tangan mereka. Genggaman Eurosia kuat.

"Apa salahnya berbincang dengan orang mati sesekali."

Milian menghela nafas, ia menarik tangan Eurosia hingga gadis itu termundur dan menabrak tubuh Milian serta merta untuk memotong langkah tergesa-gesa nya. Milian tahu bahwa Eurosia sedang tersulut emosi. "Tenangkan dirimu."

Eurosia membuang muka dan tangannya menggenggam tangan Milian lebih erat seperti kuku-kukunya akan mengoyak kulit Milian. Jempol Milian mengusap punggung tangan Eurosia dalam gerakan melingkar yang tenang dan stabil. Ia bukan pakar dalam menurunkan temperamen seseorang tapi ia mengenal orang-orang seperti Eurosia yang tensinya bisa turun naik semudah membalikkan telapak tangan.

"Bukan seperti ini rencananya. Biarkan aku yang mengambil alih." Bibir Milian dekat dengan telinga Eurosia. Rahang Eurosia perlahan melunak dan bahunya yang sedari tadi tegang beringsut turun.

Eurosia menghela nafas dan genggaman tangannya lebih santai sekarang. "Mari lanjutkan."

Milian tersenyum kecil dan mengangguk, sesaat ia yakin waktu berhenti. Milian entah bagaimana percaya Eurosia tidak terlibat tapi secara tidak langsung menjadi penyangga segalanya. Terkait kasus ini, Milian mengambil kesimpulan kotor bahwa Eurosia mungkin saja bintang utamanya, seperti ... Eurosia-lah penyebabnya.

Death WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang