IV- Kau bukan mawar, kau durinya

11 7 26
                                    

Rembulan tepat berada di atas kepala, begitu bersih dan paripurna, memantul di permukaan sungai jernih Diech yang kini gelap gulita seperti tak berdasar. Milian memasukkan tangan ke dalam saku, memandang punggung Eurosia yang berjalan di depannya, gadis itu berjalan lebih cepat dari kebanyakan orang normal seperti ia terbiasa dikejar waktu bahkan dalam keadaan senggang sekalipun.

"Dimana kau tinggal?" Tidak biasanya Milian memulai percakapan lebih awal tapi lebih tidak biasa melihat Eurosia yang baru ia kenal ini hanya berjalan dengan diam dan hanya bernafas saja.

"Dimana-mana yang kusuka." Eurosia menjawab ala kadarnya.

"Tunawisma." Milian mengangguk.

"Ada kalanya kau tidak perlu membeberkan sesuatu yang sudah jelas." Eurosia cemberut.

"Kalau begitu selamat malam." Milian berjalan melewati Eurosia, berbelok setelah berada di akhir jembatan, namun Eurosia tetap berdiri disana, seperti patung yang mengawasi.

"Begitu saja?" Eurosia berkata dengan nada cukup tinggi karena Milian mulai menjadi detil kecil di ujung jalan.

"Selamat malam." Milian melambai tanpa menoleh.

Eurosia merotasikan bola mata dan berlari kearahnya, meninju punggung Milian hingga pemuda itu menjengit ke depan. Keningnya mengerut dalam-dalam ke arah Eurosia.

"Apa-apaan?"

"Aku ikut." Eurosia berkata dengan pasti.

"Tidak."

"Ya!" Eurosia memasang wajah keras, mencoba mempersuasi Milian untuk membawanya, tapi watak Milian lebih keras dari batu gunung.

"Aku tidak menerima siapapun di Flat ku apalagi seorang wanita." Milian memprotes, gagasan bodoh itu membuat nya pening.

Eurosia tersenyum kecil dan menyentil telinga Milian, membuat pemuda itu jengkel bukan main. "Apa yang kau pikirkan, hm?"

Milian membelalak singkat, ia kecolongan kalimat, darah mendadak naik ke wajah dan membanjiri tulang pipinya dalam rona tipis yang cukup jelas di bawah penerangan. Milian dengan cepat mendorong Eurosia perlahan dalam jarak yang lebih aman dan berjalan melewatinya dengan langkah tergesa-gesa.

Sial, sial, sial! Kutuknya dalam hati.

"Kau serius ingin meninggalkan seorang wanita begitu saja di tepi sungai keramat yang menjadi saksi dan kuburan banyak harapan kematian orang-orang?" Eurosia berkata lebih provokatif.

"Biarkan saja para mayat itu menyeret mu sampai tenggelam." Milian menyeru sambil berjalan lebih cepat.

"Bagaimana ya... kau sudah berjanji, kita sudah sepakat."

Kaki Milian berhenti melangkah, jika ini adalah permainan catur maka Milian hanya memiliki satu raja tersisa yang menunggu di terkam oleh serdadu Eurosia. Dan jika ini adalah permainan catur dengan Eurosia sebagai lawannya, Milian pasti sudah mematahkan papan catur itu.

"Tapi menampung mu di tempat ku tidak masuk dalam kesepakatan." Milian menyanggah dan membalikkan badan sebelum termundur selangkah karena Eurosia berdiri di belakangnya. Ini mengerikan, Milian mulai menduga-duga Eurosia mungkin bukan manusia.

"Malam ini saja." Eurosia menyipitkan sebelah mata, apa pula maksud nya.

"Bagaimana jika kau menggorok leherku di malam hari?" Milian menganalisis reaksinya dengan cermat, lengah sedikit saja seperti melempar diri sendiri ke lubang buaya.

"Mungkin akan ku gantung seperti Yuan Hikai."

Milian mengerutkan kening. Eurosia dengan cepat tertawa untuk memecah tensi yang tiba-tiba naik.

Death WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang