2

12 1 0
                                    




2. Luka











12 tahun yang lalu



Gundukan tanah merah didepan menyita perhatian Sheey kecil, dia berganti memandang mamanya intens sebelum tangan mungilnya terjulur mengusap air mata yang mengalir di pipi merah mamanya. Perlakuannya berhasil menarik atensi. Sekar menoleh, tersenyum lembut walau gurat kesedihannya terlihat jelas.

“Sheey.” Panggil Mama menarik lembut tangan mungil putrinya. “Tau ini siapa?”

“Nenek?”

Sekar mengangguk pilu. “Kasih nenek salam perpisahan!”

“Kenapa?”

“Soalnya, nenek bakal tinggal disini selamanya.”

Sheey kecil mengerjap polos. “Nggak pulang kerumah lagi?”

“Pasti nenek datang jenguk kita sesekali.” Sekar berucap dengan nada bergetar. Matanya kembali berkaca-kaca menatap gundukan didepan, disusul isakan kecil yang kembali terdengar.

Belum sempat menghapus lagi air mata sang mama, Sheey kecil harus merasakan tubuhnya melayang karna rengkuhan seseorang.

“Kakek?”

“Kita pulang.” Ujar sang kakek, mengusap lembut punggung kecil cucunya. Sebelum berbalik, Abimana tak lupa mengintruksikan kepada putrinya yang lain. “Raya, bawa mba mu!”



****



Pyaarr!







“Aku mau cerai, mas!” Teriak Sekar, bak kesetanan dia menatap sang suami murka.



Dari lima belas menit yang lalu pertengkaran rumah tangga dimulai, bulir bening mulai menetes membasahi wajah setelah meluncurnya kalimat keramat.

Irfan berbalik berkacak pinggang menatap istrinya sengit. “Bagus! Mulai berani kamu ya teriak-teriak!”

“Kalo bukan karna ibu. AKU GAK MAU NIKAH SAMA KAMU!!”

Tersulut kesal dengan teriakan istrinya, Pria itu mengayunkan kaki menendang penuh emosi sandaran sofa sampai terguling jatuh berbalik kebelakang. Berlanjut mendorong meja kaca, membuat barang-barang di atasnya berjatuhan, menimbulkan bunyi yang memekakkan. Terakhir melemparkan bantal sofa sembarang arah hingga salah satunya mengenai foto pernikahan mereka yang ada di dinding.

“Tadi mau apa??” terengah-engah Irfan menatap istrinya yang bergeming. “Mau cerai? Kemana aja kamu ini! Baru berani ngomong setelah si nenek tua itu mati!”

“Keterlaluan.” Lirih Sekar, memandang tak percaya suaminya. “kamu keterlaluan. Gila! Aku mau cerai—“

“SEKAAAR!!” Balas Irfan berteriak murka.

Dengan sempoyongan karna terlalu lemah telah mengeluarkan banyak tenaga. Diraihnya vas kaca terisi air dan bunga asli yang masih utuh di meja sudut rumah,  dia berjalan mendekati istrinya, dengan tatapan yang mulai menggelap.

Sadar ada bahaya, Sekar mengerjap takut. Wanita itu siap mengkeret kaki mundur, lupa bahwa disekitarnya terdapat pecahan vas keramik yang dilempar suaminya tadi. alhasil salah satu pecahan vas yang kerkilat tajam menancap di kaki kanannya.

“Ahhk!” Erang kesakitan disertai tangisan sama sekali tak menarik simpati suaminya.

Bukti nyata gelap mata dan hati itu ada. disaat memaksakan diri untuk bangkit menahan rasa sakit, rengkuhan kuat tangan Irfan pada bahunya membuat Sekar mendongak. Disusul ayunan tangan lain suaminya yang memegang vas.



It's Me (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang