7. Sheey dan dunianya
Menjadi seorang juara kelas, bukan rencananya. Sheey hanya ingin menjalani hidup normal seperti melakukan apa yang harus dilakukan, mengerjakan tugas sekolah sesuai perintah, dan mengumpulkannya sesuai deadline. Namun, orang beranggapan lebih, mengatakan dia terlalu ambisius.
Si ambisius.
Si juara kelas.
Si paling tidak tau terimakasih.
Masing-masing memiliki panggilan berbeda untuknya. Selagi itu dapat membuat mereka puas, Sheey membiarkan.
"Bagus, Sheey. Pertahanin nilai kamu ini!" Pak Januar selaku guru matematika memberi murid kebanggannya itu sorot apresiasi. "Gimana, yang lain? Puas sama hasilnya??"
"Saya mah si puas-puas aja, Pak." Luffy menyahut santai, tak tau Pak Januar didepan matanya seolah akan keluar menyorotnya berang.
"Kamu ini Luffy, mau sampai kapan nganggap pelajaran saya itu enteng terus?? Gak mau ada perubahan gitu..." Omel Pak Januar berkacak pinggang didepan mejanya. "di ulangan kali ini saya cuma masukin satu materi lho. Tapi itu, nilai-nilai kalian aduuhh, ancur!"
Mereka menghela nafas, tampak malas mendengar. Bukan tak menghargai, tetapi memang bukan keinginan mereka mendapatkan nilai yang di anggap rendah- dari ulangan harian yang sering di adakan per bab-nya. Menganggap Pak Januar terlalu berlebihan mengomeli mereka, Sabrina selaku ketua kelas mendadak bangkit.
"Maaf menyela pak, sebagai ketua kelas saya mengusulkan, gimana kalo bapak bantu terangin kembali soal yang tidak dimengerti kita dari ulangan kali ini."
Karna dari pada mengomeli mereka panjang kali lebar, apa salahnya Pak Januar bersikap layaknya seorang guru yang akan disukai, seperti mempertanyakan hal yang tidak dimengerti, menjelaskan kembali memanfaatkan tenaga mengajarnya. Jika terus dibiarkan mengomel, guru tersebut setelahnya akan mengeluh cape mengajar dikelas mereka. Dan menyebar rumor pada guru-guru yang lain.
Pak Januar mengerjap menatap sekitar. "Jadi minggu kemaren sia-sia dong saya ngejelasin, tuh? Oke baik, kita ulang saja materi bab ini." Pasrahnya, dengan raut serius setelahnya Guru matematika itu menatap Sheey yang terdiam. "Gimana Sheey? Kamu gak keberatan kalo kelas ini mengulang kembali materi yang sudah. Karna disini Sheey yang paling paham, bapak agak menyayangkan ketertinggalan bab kalian dari kelas lain."
Sheey yang kini sadar menjadi objek tatapan teman sekelasnya menghela nafas berat. Pendarnya menatap dingin guru didepan, tangannya meremas kertas di atas meja, hasil memuaskan yang didapatnya sama sekali tak membuatnya bangga, ingatkan bahwa dia telah mati rasa oleh semua kesempurnaan yang diperolehnya.
Dan seharusnya juga, Pak Januar tak menjadikannya objek bahan pertimbangan. Tidak tau saja, hal itu dapat menyebabkan teman sekelas semakin tak menyukainya.
Waktu istirahat telah tiba...
"Padahal nilai lo juga gede, The."
"93, sempurna lah kata gue. Anjir emang tu guru, musti dapet 100 baru muji-muji abis."
"Kalo kata gue si bukan soal nilainya, tapi ke siapa orangnya."
"Dih, ngaco. Mana ada gitu!"
"Lo gak merhatiin semua guru pada frever ke tu cewek?"
"Gak usah pada ghibah!" Sabrina melewati mereka sambil menegur. "Ngomongin gitu gak bakal pada bikin lo pinter!"
Ketiga cewek yang berkumpul di meja Thea lantas bubar begitu saja. Namun Thea menahan mereka. "Gak papa! Tu cewek gak bakalan denger, jadi sans aja."

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me (ON GOING)
Teen FictionApa arti sebuah keluarga bagimu? Berawal dari tugas cerpen bertema keluarga, Sheey harus dihadapkan pertanyaan keramat yang dihindarinya, bukan karna tidak punya jawaban, tapi menyayangkan diri karna jawaban dan realita kehidupannya bertolak belakan...