"Begitu menyeramkannya
alam sebelah."»» ««
Ternyata ada yang berbeda hari ini. Tepat ketika mataku sudah mampu terbuka lebar, aku menyadari bahwa Subjek Pagi tidak sedang bertahta megah sekarang.
Artinya, aku bangun terlalu siang.
Beberapa menit aku duduk di pinggir kasur sembari menatap ke arah luar jendela, entah siapa yang menggeser gorden transparan yang berwarna ungu di kamarku, yang pasti ketika melihat kondisi alam dari penglihatan Orlanatha, sepertinya aku telah melewatkan setengah hari dengan tertidur begitu pulas.
Aneh, padahal biasanya Mami Nyonya dan Cantul akan sangat gegap gempita kalau sudah menjelang pagi. Tidak mungkin dua manusia itu sedang dalam mode tunggu seperti aku yang pernah menjadi Subjek Hujan, bukan?
Keadaan rumah benar-benar terasa sepi. Saat aku membuka pintu kamar, langkahku pun otomatis bergerak menuju dapur untuk memastikan sesuatu. "Mi?" Aku seakan terbiasa mengucapkan itu di sini, sepertinya dorongan dari naluri Orlanatha yang memang sering melakukannya.
Karena tidak menemukan sesuatu yang kuharap, kini aku mengecek kamar Cantul. Sebenarnya aku ragu membuka pintu kamar tersebut, sebab kilas balik Orlanatha menceritakan kalau Cantul selalu berada di kursi belajarnya saat berada di rumah. Namun kupikir, jam sekolahnya belum berakhir, dan aku yakin dia masih di luar.
Maka dari itu, aku menekan ganggang pintu berbahan alumunium yang kupegang. Suara decitan pintu kamarnya mengisi kekosongan rumah ini, aku mengernyitkan dahi melihat isi kamarnya yang sangat gelap kecuali lampu belajar yang masih hidup.
Memangnya makhluk hidup berkaki dua harus melakukan ini agar bisa jadi orang pintar?
Hampa sekali.
Aku melangkah ke dalam untuk mendekati gorden tebal berwarna merah hati yang menutupi jendela. "Uhuk! Uhuk!" Saat menggesernya, beberapa debu seakan mengeroyok saluran pernapasanku. Dengan genggaman tangan yang belum terlepas dari kain tersebut, aku meneliti dari atas sampai bawah.
Kapan terakhir kali gorden ini dicuci? Sangat berdebu, bahkan banyak sarang laba-laba.
Hanya karena sebuah gorden, aku mulai menebak kalau sesuatu yang akan kulihat tentang isi kamar Cantul bisa membuat Mami Nyonya memboyong sebuah sutil ukuran dawana untuk membuatnya jadi gepeng seperti koin kecil. Dan benar saja, aku sampai pangling melihat isi kamar ini.
Semuanya memang tersusun rapi, mulai dari tempat tidur sampai dengan meja belajar. Tapi kondisinya penuh debu, jejak kakiku saja terlihat membekas di atas keramik putih saat bertapak di sini. Debunya menempel di kulitku, sangat tebal.
Aku memulai langkah lagi sambil melihat ke atas, sarang laba-laba bertumpuk di sana, seakan tidak ada yang pernah berinisiatif membersihkannya. Apakah Orlanatha juga begitu bodo amat dengan apa yang terjadi di kamar adiknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
SUBJEK : Transmigrasi Orlanatha
Teen Fiction[O N G O I N G | ft. Lee Jeno] ❝ Hal yang paling mustahil di dunia ini adalah saat keinginan dan keputusan selalu bersanding.❞ ©tata2023