"Sesuatu yang cantik,
sesuatu yang tidak
disadari oleh pemiliknya."⋇⋆✦⋆⋇
Kalaulah setengah dari pengalaman hidup yang kualami (termasuk itu mendengar, melihat dan merasakan sesuatu) sebagai Orlanatha tidaklah nyata, tentu aku tidak kaget lagi kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Hanya saja, mengapa otak Orlanatha tidak menjelaskan sesuatu padaku?
Apa yang terjadi pada Mami Nyonya?
Apa yang terjadi pada Cantul?
Keduanya masih menjadi pertanyaan yang tertahankan meski aku sangat ingin bertanya pada Janardana. Sepanjang jalan menuju sekolah, aku terjebak dalam pekerjaan yang dilakukan otak Orlanatha dengan harapan ada secuil penjelasan dari sana. Namun, sampai kami berada di sekolah pun, aku tidak mendapatkan informasi apa-apa.
"Lo mau pakai helm sampai kelas?" Pertanyaan itu membuatku berbalik ke arah Janardana, lalu sebelum percakapan antara kami berlanjut, dia bergerak melepaskan sesuatu yang ada di kepalaku. "Kalau ada yang mengganggu lo di sekolah, segera lapor ke gue," katanya kemudian.
Aku kurang mengerti maksudnya apa, tapi sepertinya Janardana sangat baik kepada Orlanatha, jadi aku menganggukkan kepala dan mengikuti langkahnya.
"Jangan jalan di belakang gue, barengan aja." Saat mulai memasuki area koridor sekolah, Janardana menggenggam tanganku.
Kami melangkah, bersama.
Diiringi tatapan yang beranekaragam dari orang-orang yang kami lewati. Seperti mereka membawa berbagai rasa penasaran, keheranan, atau bahkan kekaguman terhadap keputusan tersebut.
Langkah-langkah kami terus melaju di tengah keramaian, sementara kata-kata yang kami ucapakan hanya terdengar lemah di antara gemuruh murid yang berlalu lalang. Meskipun terasa seperti kami berdua adalah satu-satunya yang ada di ruangan itu, tetapi seakan-akan keputusan kami telah menarik perhatian semua orang di sekitar. Sebuah momen yang dihiasi dengan berbagai ekspresi wajah terukir, mulai dari rasa ingin tahu hingga termasuk juga penghormatan.
Di antara banyaknya sepasang mata yang bertanya-tanya, aku seakan mampu merasakan kalau sesuatu yang mereka pikirkan telah dibuat permanen untuk merendahkanku. Padahal mereka tidak menunjukkan ekspresi sebenarnya, tetapi aku bisa merasakan getaran negatif yang mengalir di antara kerumunan itu.
Wajah mereka terlihat netral atau bahkan tersenyum, namun tersembunyi rasa tidak suka atau kebingungan yang tak terucapkan. Rasanya seperti ada sesuatu yang terjadi di balik layar, sesuatu yang aku tidak sepenuhnya pahami. "Apa Orlanatha pembuat onar di sekolah?" Makanya kemudian aku tanya.
Janardana hampir tergelak mendengar itu. "Mauan lo aja, ya? Perlu kaca enggak?" tanyanya.
"Kenapa gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUBJEK : Transmigrasi Orlanatha
Fiksi Remaja[O N G O I N G | ft. Lee Jeno] ❝ Hal yang paling mustahil di dunia ini adalah saat keinginan dan keputusan selalu bersanding.❞ ©tata2023