"Jika kamu diberi kesempatan bertukar,
kamu mau menjadi apa?"»» ««
Satu saja pertanyaanku ketika mampu melihat dunia. Kenapa jadi berkedap-kedip?
Hanya dalam waktu beberapa detik, aku merasa gerakan sensorik yang begitu natural membuat penglihatanku sekejap ada dan sekejap tak ada. Ketika aku memaksanya untuk menetap sembari memutar netra ke kanan kiri atas dan bawah, ada gejala tak enak dari sana. Penglihatanku jadi buram, tertutup oleh genangan air, lalu menetes beberapa butir saat mataku tertutup.
Aku juga mampu menghirup angin, melalui lubang hidung yang berada di tengah-tengah wajah —ini menjadi pertanyaan yang kedua. Ketika aku menahannya lama-lama, seluruh tubuhku tegang dan terasa sesak. Hingga berakhir hembusan dahsyat meledak dari lubang hidung dan juga mulutku, menarik-ulur sebuah Subjek Angin dengan gerakan yang teratur sampai merasa baik-baik saja untuk terus begini.
Aku bernapas?
Kemudian, menyusul hal-hal baru yang merangsang tiap jejak bagian di tubuhku. Aku bisa merasakan tekstur pada tangan dan kaki, bahkan sampai ke jari-jarinya. Aku tahu rasanya bergerak, mampu meraba diri sendiri, wajah, puncak kepala, bulu-bulu di kepala, turun ke leher, bahu dan ... dada?
Aku berhenti di bagian situ. Ada yang menonjol dan juga besar di dalam sana, di balik kain baju yang kukenakan. Kutekan dan obrak-abrik sebentar, lalu meremasnya kencang-kencang hingga kupikir bisa dicopot-pasang. Tapi nyatanya, benda itu abadi di situ.
Payudara?
Aku tidak tahu dari mana asal pemahaman itu, yang pasti hal-hal terkait ilmu pengetahuan alam dan juga sosialnya sudah tertata rapi di otakku.
Oh! Bahkan aku tahu punya otak.
Maksudku, ketika jadi Subjek Hujan, aku hanya mengetahui hal-hal umum yang kualami selaras keinginan hukum alam. Seperti menunggu hujan, meniru sebuah objek, dan menjadi Subjek Hujan yang utuh —dengan memiliki wujud dan juga bentuk dari hasil tiruan —ketika air mulai berjatuhan.
Hanya tiga poin itu saja.
Tapi yang sekarang berbeda. Jauh. Aku tidak bisa menyamakannya dengan kehidupanku sebagai Subjek Hujan. Sedikit pun tak bisa.
"Mweh?" Sampai seseorang muncul dari balik pintu setelah mendobraknya agak kencang, aku pun menoleh, dan kami berpandangan. "MAK!!! ORLANATHA JADI DEDEMIT LAGI! MATANYA MERAH CEUNAH!" Aku terjingkat karena teriakannya, sedangkan dia memilih kabur entah ke mana.
Beberapa detik telapak tanganku menyentuh bulu kepala yang begitu lembut, kulihat panjangnya sampai menjalar ke depan perut. "Ini rambut," sadarku ketika tahu bahwa makhluk hidup berkaki dua menyebutnya bukan sebagai bulu kepala, hanya aku yang tolol ini saja bilang begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUBJEK : Transmigrasi Orlanatha
Ficção Adolescente[O N G O I N G | ft. Lee Jeno] ❝ Hal yang paling mustahil di dunia ini adalah saat keinginan dan keputusan selalu bersanding.❞ ©tata2023