LIMA BELAS : Ayo Pulang!

314 79 9
                                    

"Itulah yang rumit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Itulah yang rumit.
Manusia dan pikirannya."

»» ««

Pertemuanku dan Janardana sebenarnya tidak berjalan dengan lancar. Kami harus bersengketa dulu, jauh-jauhan beberapa meter karena Janardana menganggapku bisa makan manusia, juga melakukan wawancara dadakan di mana dia memintaku untuk membuktikan bahwa aku bukan hantu.

Finalnya, Janardana merasa baik-baik saja meski masih enggan untuk membicarakan hal-hal yang bisa diperbincangkan oleh sesama manusia. Kini aku hanya berdiri di sebelahnya sambil memperhatikan keranjang berisi makanan dan minuman yang sedang dia rapikan, Janarda berjongkok begitu lama hanya untuk memandangi benda tersebut. Lalu di depannya ada Kesemek yang duduk bersila dengan wajah semringah.

Aku dan Kesemek akhirnya saling tatap —di mana dia menjulurkan lidah untuk mengejekku. "Kamu mau keranjang itu kutendang?" Dan pertanyaan itu membuat Janardana menengadah. 

"Tendang? Hanya karena gue enggak percaya kalo lo itu Orlanatha?" Dia langsung berdiri menghadapku.

Sumpah! Padahal yang nyata-nyata mau kutempeleng itu adalah kepalanya Kesemek. Tapi di sini justru Janardana yang tak sabaran mau melakukan itu padaku.

"B-bukan." Aku menggoyangkan tangan di depan dada. "Aku ngomong sama Kesemek," lanjutku.

"Hah?" Janardana melihat sekeliling, kutebak rautnya seakan menggambarkan niat untuk memilih berbaur dengan sekelompok kunang-kunang di sekitar kami —ketimbang harus menjadi manusia waras yang mengobrol dengan hantu. "Kesemek?" Tapi karena yang kusebut adalah panggilan kesayangan milik sahabatnya, terlihat Janardana berusaha untuk bertahan.

"Ah, mustahil! Gue enggak bisa langsung percaya dengan omongan lo. Hantu-hantu di sini mulai beraksi, apa karena gue mau ngasih sesajen ini?" Sayangnya dia mudah berubah dalam hitungan detik, kumat seperti tadi yang ingin membuat jarak denganku.

Sambil berusaha mendekat, aku bilang, "Tapi aku bukan hantu. Aku ini Orlanatha." Tetapi Janardana malah terus bergerak mundur. 

"Dengar, secara logis mana mungkin lo bisa muncul tiba-tiba di hadapan gue. Memangnya lo keturunan Uchiha yang bisa teleportasi? Jangan memperdaya gue! Karena di sini sesajen yang disuguhkan cuma untuk Kesemek. Bukan hantu gadungan kayak lo!"

Andai kata aku adalah Mami Nyonya, maka sudah kutoyor kepala Janardana pakai sutil yang sering wanita itu gunakan buat menghukum anaknya tiap pagi. "Jangan ngikutin gue!" Janardana terus melangkah mundur untuk menjauhi area ini.

"Kamu enggak bermaksud ninggalin aku, 'kan?" Jadi kutanya terkait niat yang dia rencanakan.

"Memang gue bermaksud ngajak lo bersama gue?" tanyanya.

Aku pun berhenti, dengan saluran pernapasan yang terasa tersendat juga. "Tapi  ... aku  ...."

"Lo bisa makan sesajen itu bareng Kesemek. Dan jangan berkelahi! Kalo dia enggak mau berbagi, jangan mencuri apa yang ada di keranjang itu. Kesemek jago ngejambak rambut cewek asal lo tau." Tidak kusangka, Janardana benar-benar berencana pergi, dengan ekspresi yang tak bercanda membuangku di sini.

SUBJEK : Transmigrasi OrlanathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang