18. Minta Diculik

26 13 0
                                    

Karena game adalah tempat terbaik buat mereka yang ingin melampiaskan segala rasa emosi yang nggak bisa dikeluarin di depan orang lain.

-Caper Dikit Nggak Ngaruh-

Di perjalanan, Hikari terus mengembuskan napas kasar. Pasalnya, Alli tidak mau ditinggalkan. Layaknya seorang anak kecil yang tantrum, Alli malah ikut membonceng di bagian penumpang sepeda milik Hikari secara paksa. Hikari yang terus dikejar , terus ditahan sepedanya, bahkan diteriakin penculik sama Alli pun terpaksa membawa pria itu pergi.

Namun, sepertinya membawa Alli pergi adalah pilihan yang salah. Sudah beberapa menit Alli tak berhenti untuk terus bicara, entah apa yang dipikirkan anak itu. Ketika melihat sebuah tempat atau melihat orang-orang yang berlalu-lalang terus membuat Alli tak berhenti untuk menceritakan dan menanyakan segala hal random yang ada.

Hikari pun tak menolak. Ralat, lebih tepatnya sudah menyerah dan pasrah dengan keadaan.

"Nur, lihat itu! Pohon-pohon berjalan ke arah belakang," ujar Alli.

Hanya sebuah decakan sebal dari Hikari yang menjadi jawaban.

"Kok nggak jawab gue, sih!" gerutu Alli.

Hikari mendengkus kasar. "Lagian, kamu sekolah berapa tahun sih, Li? Masa nggak tau sebab-akibat pohon yang seakan-akan berjalan ke belakang kita? Di mapel IPA SMP ada itu dulu," ujar Hikari yang sudah setengah mati sabar.

"Gue nggak tau." Alli menatap rambut Hikari dari belakang dengan kedua tangan yang memegang bawah sadel yang Hikari duduki, juga kedua kaki yang terbuka lebar agar tidak masuk ke dalam ruji-ruji sepeda. "Soalnya dulu gue bangun untuk tidur di sekolah, dan sekolah untuk bolos ke warnet yang nggak jauh dari sana," lanjut pria itu mengeluarkan segala aibnya.

Hikari menggeleng beberapa kali. "Pantes gedenya kayak gini," celetuknya.

"MAKSUD LO APAAN? GEDENYA KAYAK APA? GANTENG DAN MEMPESONA? JELAS." Alli disertai tingkat kepercayaan dirinya yang overload itu pun merasa tak terima.

"Bener-bener lo, ya, Nur. Gitu-gitu gue pernah menang olimpiade game online tingkat internasional!" congkaknya.

Hikari berdecih pelan. "Menang olimpiade itu yang bermanfaat aja. Olimpiade matematika, IPA, atau yang lain. Olimpiade game manfaatnya apa?" tanya Hikari.

Alli menekuk wajah tanpa Hikari lihat. "Lo nggak tau sisi bermanfaatnya di sini itu apa? Perjuangan, Bro. Gue berusaha buat mempertahankan area permainan gue dan akhirnya berhasil. Gue dapet skill main game yang bagus, gue dapet branding tersendiri mengenai game," jelas pria itu.

Hikari hanya ber-oh panjang sebagai jawaban.

"Gue juga bisa dapetin uang dari lomba game itu. Lumayan," kata Alli.

Hikari manggut-manggut mengerti. "Baguslah, berarti ada manfaatnya dikit. Selebihnya minus," tukas perempuan itu.

Alli menggeram. "Kenapa lo kayak ngeremehin gue? Prestasi orang itu nggak dilihat dari sisi akademiknya doang, kadang ada juga yang skill-nya dari non-akademik." Pria itu menatap area jalanan yang masih ramai kendaraan melintas.

"Iya, maaf. Aku nggak bermaksud buat remehin kamu. Cuma ngerasa heran aja, kenapa orang pada fanatik banget sama game?"

"Karena game adalah tempat terbaik buat mereka yang ingin melampiaskan segala rasa emosi yang nggak bisa dikeluarin di depan orang lain," jawab Alli.

"Jadi, kamu juga sama?" Hikari lebih tertarik dengan pembicaraan seperti ini yang jelas arahnya ke mana dibanding menjawab hal random yang Alli tanyakan.

Caper Dikit Nggak NgaruhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang