17. Bukan Kamu Orangnya

19 12 0
                                    

Yang terbaik menurut orang lain belum tentu terbaik untuk diri kita juga.

-Caper Dikit Nggak Ngaruh-

Alli kontan berdiri dari tempat.  "Maksudnya apa? Alli nggak mau dijodoh-jodohin begini!" elak pria itu.

Alim dan Risma langsung berusaha menenangkan putranya, menyuruh Alli untuk duduk kembali.

Alim berdecak. "Alli ... coba, deh, kamu pikirin sekarang. Kamu udah berumur, udah saatnya kamu ngerasain jatuh cinta. Kamu udah besar, bukan anak kecil lagi," ujar Papanya.

Alli berdesis. "Iya, tapi emang perlu perjodohan kayak gini? Zaman sekarang bukan kayak zaman Siti Nurbaya. Alli juga ada kriteria buat milih cewek." Ia sedikit melirik ke arah Putri. "Dan kriteriaku bukan dia," lanjutnya.

"Dan tolong juga, Alli ini cowok. Alli berhak memilih seseorang yang akan menjadi pendamping Alli nantinya."

"Alli ...." Risma menyela. "Mama mau yang terbaik buat kamu, Sayang. Mama sama Papa mau kamu bisa mendapatkan seseorang yang tepat untuk menemani kamu ke depannya," kata Risma.

Sang lawan bicara terdengar mengembuskan napas kasar. "Yang terbaik  menurut kalian belum tentu baik buat Alli."

"Maksud kamu, Putri anak Saya itu bukan orang yang baik buat kamu?" tanya Basuki yang merasa tak terima ketika anaknya dicaci secara tidak langsung.

Mendengar balasan itu kontan membuat Alli menatap tajam ke arah Putri. "Pokoknya nggak bisa," elak Alli lagi dan lagi.

Alim berusaha menenangkan Basuki setelah melihat teman kerja samanya itu berdiri dari tempat dalam keadaan emosi.

Alli pun tak segan ikut berdiri. Ia menatap semua orang yang ada di hadapannya. "Pa, Ma, Alli tetep nggak mau sama dia!" serunya sambil menunjuk Putri yang sedaritadi hanya terdiam.

Risma tak habis pikir. Paruh baya itu merangkul pundak Sang putra.

"Alli, lihat Putri. Udah cantik, mapan, mandiri, pintar, punya restoran dan Pak Basuki sama Bu Selly udah kenal dekat dengan Mama dan Papa. Mama bakal seneng banget kalau kalian bersama," ungkap Risma.

Alli menampilkan wajah datar ke arah Putri. "Sampai kapanpun, Alli nggak mau sama dia."

Pria itu berbalik, kemudian hendak melangkah pergi. Tapi, langkahnya terhenti sejenak saat mendengar sebuah suara.

"ALLI!" seru Papanya yang menarik tangan putranya.

"Kenapa kamu menolak Putri!?" tanya Alim.

Tanpa membalikkan badan, Alli tersenyum. Lalu melepaskan genggaman Papanya pada lengan.

"Untuk apa membuka lembaran lama yang udah pernah ditutup sebelumnya?"

Alli pergi dari sana, orang tuanya berusaha menahan tapi tetap saja. Hingga mereka tak menyadari bahwa sedaritadi telah menjadi bahan tontonan banyak orang di restoran tersebut.

Orang tua Alli dan orang tua Putri sontak memusatkan pandangan pada Putri.

"Apa jangan-jangan kamu emang udah pernah ada hubungan sebelum adanya perjodohan ini, Putri?"

Pertanyaan dari Papanya membuat Putri merasa terpojok.  Pelan-pelan, lalu ia mengangguk.

"I-iya. Sebelumnya, kami pernah pacaran."

***

Hari sudah semakin gelap. Namun Hikari masih kelayapan menuju ke toko makanan terdekat. Karena tipe perempuan yang lebih memprioritaskan keluarga, Hikari rela malam-malam pergi keluar demi membelikan makanan untuk mama dan adiknya. Terlebih lagi, yang menjadi tulang punggung keluarga sekarang adalah Hikari.

Usai mengambil makanan yang ia butuhkan, Hikari pergi menuju ke kasir. Lembaran-lembaran merah dikeluarkan dari saku. Dengan melihat notanya saja membuat Hikari pusing karena ternyata banyak sekali total belanjaannya. Tapi, tak apa. Rasa senang jauh lebih mendominasi karena kebahagiaan mama dan adiknya akan menjadi kebahagiannya juga.

Perempuan dengan rambut tergerai itu keluar dari toko makanan tersebut. Ia kembali melanjutkan langkah. Akan tetapi, saat akan menuju jalan raya, seseorang lain yang berlari dari arah berlawanan membuat Hikari terpental kecil, untung saja tidak kenapa-napa.

Melihat uluran tangan yang diulurkan kepada Hikari membuatnya menyambut kembali uluran tangan tersebut.

Kala posisi Hikari sudah berdiri, Hikari menatap seorang pria di hadapannya. Namun, sedetik kemudian saat  mengetahui siapa seseorang yang ada di sana membuat kedua belah pihak terlonjak hebat.

"LO?"

"EH, KAMU?"

Hikari yang bertemu dengan Alli itu kontan merasa terkejut.

"Kenapa kamu di sini? Sama siapa? Ngapain ke daerah sini?"

Alli berdecak. "Kalau mau tanya itu satu-satu. Jangan beruntut gitu," balasnya.

"Dan seharusnya gue, nggak, sih, yang tanyain itu? Lo cewek jam segini masih keluyuran," sambung Alli.

Hikari mengembuskan napas panjang. "Ya maaf  ...  ngapain kamu di sini? Dan kenapa kayak buru-buru banget?"

Alli menarik napas, kemudian membuangnya pelan. Mereka berdua menepi dari keramaian, sampai memilih untuk duduk di kursi yang tersedia di luar toko.

"Salah nggak, sih, gue kalau kabur?" tanya Alli.

Hikari mengernyitkan dahi. "Kabur? Kamu mau kabur dari rumah?"

Sedetik kemudian, ia melihat anggukan Alli ada di kaca mobil. Apa jangan-jangan semuanya telah bekerja sama dengan pihak dalam?

"Kenapa kabur? Ada masalah apa?" tanya Hikari.

Alli mengembuskan napas berat. "Gue nggak mau dijodohin sama orang yang nggak gue suka."

Pria itu menunduk. "Karena gue udah punya orang lain di hati gue," kata Alli pelan.

Hikari menautkan alis. "Kenapa kamu segitunya sama orang yang kamu suka saat ini? Bukankah pilihan orang tua itu pilihan terbaik?"

Alli menggeleng. "Nggak. Pilihan mereka bukan yang terbaik, atau itu bukan kamu orangnya."

Hikari melongo, hingga sebuah cubitan panas terlempar ke arah pipi Alli. "Ini bukan waktunya buat bercanda, dasar badut!" selanya.

Alli menekuk wajah saat mendengar perkataan itu. "Gue serius, elah!" gerutunya.

Hikari tertawa kecil, lalu bangkit dari kursi. "Udah, sekarang nggak usah kabur-kaburran. Pulang aja ke rumahmu, sekarang."

Usai mengatakannya, perempuan itu hendak berlalu pergi dari sana. Namun Alli justru menginjak-injak kakinya di tanah sambil menggerutu kesal.

"NURRR, TUNGGU ALLI!!"

-Caper Dikit Nggak Ngaruh-

Konncihiwaaaa!!!
Terima kasih buat yang udah sempetin untuk singgah, jangan lupa share ke temen temen yang lain juga ya biar pada ikutan baca. Jangan lupa tinggalkan jejak juga. Atapuuu!

Sejauh ini, Caper Dikit Nggak Ngaruh kayak apa sih menurut sudut pandang kalian yang membaca? Mohon saran dan pesannya agar Hana bisa memperbaiki. Terima kasih.

Salam hangat,
Hanna Shimi.

Caper Dikit Nggak NgaruhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang