🥀egois🥀

7 2 0
                                    

"Belom, luka gua belom sembuh. Sakitnya terlalu dalam"

Sheva menatap manik Nuar dalam, entah keberanian darimana yang dia dapatkan saat ini. Rasanya Sheva benar-benar emosi kali ini, segala unek-unek dan pertanyaan yang 2 tahun ini ia simpan dan ia simpulkan sendiri, apakah ini saatnya Sheva tumpahkan ke manusia bernama Januar?

"Sorry..."

"Kalo yang lo maksud luka itu karena gua, sorry Va"

Sheva masih diam, kalau Sheva bersuara maka bisa dipastikan suaranya akan terdengar aneh, dirinya pasti akan menangis. Saat ini Sheva sedang mati-matian menahan tangisnya, kenapa Januar begitu nyata sekarang? Bukankah 2 tahun ini, Januar selalu menghilang bak ditelan bumi!

"Va... Lo beneran ngga mau bicara sama gua kah?"

Sheva mengatur napasnya, menyiapkan mentalnya untuk bersuara.

"Banyak yang mau gua tanya sama lo Nu, tapi gua ngga tau mau mulai darimana. Lo kenapa harus muncul sekarang sih Nu?"

Sheva berhasil. Setidaknya sedikit keraguan dimasa lalu tentang mengapa Januar pergi telah ia sampaikan. Setidaknya Januar harus tahu kalau Sheva selama ini menunggu sampai lelah dan putus asa.

"Sorry kalo dulu gua egois banget ninggalin lo"

Sheva tersenyum kecut, bukan ini jawaban yang Sheva mau. Sheva butuh penjelasan! Bukankah harusnya ada kalimat lain yang diucapkan Januar? Tidak bisakah Januar mengeluarkan kalimat yang sedikit membuat hati Sheva menghangat? Detik berikutnya Sheva sadar, Januar mempunyai hak juga untuk tidak menjelaskannya sekarang, karena sudah tidak ada lagi hubungan yang tersisa.

"Kata 'sorry' yang lo ucapin udah cukup banyak dari tadi gua denger, gua masuk ke dalem duluan Nu"

Sheva bangkit dari duduknya, hatinya kembali terluka detik ini, seperti ada yang mencubit padahal tidak ada. Apa yang diharapkan sebenarnya? Sejak awal seharusnya Sheva bisa bersikap biasa aja, karena sepertinya memang Sheva saja yang terlalu dalam terjebak masa lalu.

Malam ini Sheva menangis lagi dalam diam, dirinya tidak mau membuat heboh dan teman-temannya jadi terbangun, ini sudah sangat larut semua pasti lelah dan ingin istirahat. Begitu juga dengan dirinya yang akhirnya tertidur karena lelah menangis dalam diam.

"Va... Bangun yuk, kita sarapan"

Sheva membuka matanya perlahan, dirinya masih mengantuk dan matanya serasa tidak mau terbuka.

"Va... Kenapa mata lo bengkak gitu si? Lo nangis ya semalem?"

Sheva diam. Pantas saja matanya terasa berat sekali, ternyata karena bengkak. Sheva terlalu banyak menangis tadi malam tanpa terpikir kalau akan membuat matanya seperti sekarang ini.

"Gua ngga papa, lo pada duluan aja ke depan, nanti gua nyusul abis cuci muka"

Dengan langkah setengah sadar, Sheva menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya, seketika Sheva langsung merasa sangat segar, air di puncak cukup membantu Sheva untuk cepat menghilangkan kantuk yang tadi sangat berat.

Sheva berjalan menghampiri teman-temannya yang sudah lebih dulu berkumpul, rupanya hari ini Pras membuatkan roti bakar juga susu hangat sebagai menu sarapan untuk mengganjal rasa lapar sebelum akhirnya nanti keluar untuk mencari makanan berat.

Sheva menerima roti bakar yang baru saja selesai dimasak oleh Pras, dirinya tersenyum dan mengucapkan terimakasih atas sarapannya pagi ini.

"Makasi ya Pras udah dibuatin"

"Sama sama Va... Susu coklatnya disitu ya, masih panas hati-hati"

Sheva mengucapkan kata 'ok' dan menuju meja makan dimana semua temannya sudah duduk disana.

"Lo semua harus terimakasih ke Sheva, soalnya berkat Sheva nih kita dibuatin roti bakar gini"

Sheva mengernyitkan dahinya, kenapa jadi berterimakasih pada dirinya? Yang membuat sarapan kan Pras?

"Pras yang buatin, gua aja baru bangun"

"Kemaren pras bilang gini ke gua 'Ja beliin roti tawar ya sama susu buat sarapan besok, kasian si Sheva kalo sampe ngga sarapan paginya takut lambungnya sakit lagi' tuh si Pras ngomong gitu ke gua kemaren"

Pras yang baru datang dari arah dapur langsung menggeplak kepala Puja dengan santai lalu duduk seperti orang yang tidak berdosa, sedangkan Puja sudah mengaduh kesakitan akibat ulah dari Pras.

"Sakit Pras!!! Tega banget si lo ama gua"

Sheva yang melihat Pras hanya diam menikmati rotinya tanpa terganggu dengan Puja yang sudah memaki atas perbuatan Pras, membuat Sheva jadi tertawa tanpa sadar.

"Pras kan emang dari dulu selalu jadi prince nya Sheva, lo lagian pake ngeledek Pras segala"

Sheva tersedak mendengar ucapan Willy, memang benar selama ini Sheva dekat dengan Pras, tapi bukan berarti Pras itu digambarkan sebagai prince hanya karena kedekatannya selama ini, lihatlah karena ucapan Willy semua mata saat ini memandang ke arah Pras juga Sheva secara bergantian.

"Yang dibilang sama Willy bener juga si, Pras kok lo perhatian banget ke Sheva?"

Sheva menatap Pras, sebenarnya Sheva juga penasaran dengan jawaban Pras saat ini tapi saat dirinya mengalihkan pandangannya dari Pras justru saat ini tak sengaja Sheva melihat kalau Januar sedang menatapnya tanpa berpaling sama sekali, sejak kapan Januar menatapnya? Kenapa juga Januar menatap seperti itu?

"Kenapa deh? Yang gua buatin roti bakar juga kan bukan cuma Sheva tapi kalian semua, udah ngga usah diributin deh"

Sheva menuntaskan tatapan mata dirinya dan Januar setelah mendengar jawaban Pras barusan dan lanjut memakan roti bakar yang ada di genggamannya, yang lainnya juga tak ada lagi yang melanjutkan obrolan tadi setelah mendengar ucapan Pras.

Sheva melangkah keluar villa lalu duduk di bangku panjang yang tersedia di halaman villa seraya menatap gunung yang sedikit tertutup oleh kabut, rasanya sangat damai sekali dipandang, hawa sejuk karena waktu yang masih pagi juga membuat Sheva tanpa sadar tersenyum, rasanya sudah lama sekali dirinya tidak pernah menikmati suasana puncak seperti sekarang ini.

"Va..."

Sheva menoleh, Januar ternyata yang memanggilnya.

"Iya?"

"Ngobrol yuk? Gua boleh duduk disamping lo?"

Sheva mempersilahkan setelah cukup lama dirinya terdiam.

"Gua mau lanjutin obrolan kita yang semalem..."

Sheva menatap Januar, melihat pria satu ini benar-benar membuat perasaannya campur aduk. Jujur saja sebenernya Sheva juga bahagia bisa sedekat ini dengan orang yang sampai saat ini masih menjadi nomor satu dihatinya, tapi mengingat 2 tahun kebelakang juga menimbulkan perasaan sakit juga kecewa sekaligus marah.

"Va... Gua tahu kalo 2 tahun lalu mungkin gua nyakitin perasaan lo..."

"Lo emang nyakitin gua Nu, kalimat mungkin lo itu harusnya ngga lo pake barusan" entah dari mana keberanian yang Sheva miliki saat ini. Januar yang memulai pembicaraan ini maka Sheva akan membalasnya sesuai dengan apa yang dia rasa.

"Sorry... Gua beneran minta maaf atas kejadian 2 tahun lalu, soal gua yang tiba-tiba muncul sekarang, gua pikir semua udah biasa aja, antara lo dan gua. Gua pikir kita bisa berinteraksi normal kayak dulu Va... Tapi gua sadar ternyata lo belum bisa, gua sadar pas kemaren pertama kali kita ketemu, lo ngehindar dari gua Va..."

Sheva menertawakan dirinya sendiri dalam hatinya setelah mendengar ucapan Januar barusan. Semakin jelas terlihat kalau yang masih belum sembuh, yang masih terjebak perasaan, dan teringat semua kenangan memang hanya dirinya sendiri, sedangkan Januar tidak lagi merasakan itu.

My JanuarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang