4.

31.4K 2.7K 58
                                    






Asher datang dengan papa dan mamanya. Mereka masuk kedalam untuk memastikan perkataan putra sulungnya. Feliks menggandeng tangan sang istri lalu memasuki ruangan yang menjadi tempat rawat inap putra tengahnya.

Ketika mereka melangkah masuk kedalam, ketiganya di kaget kan oleh Leon yang langsung menghampiri mereka. "Papa, kakak dia mengatakan sesuatu pa, " ungkapnya sembari menunjuk Elio di ranjang pesakitannya.

Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Padahal hanya perkataan tak masuk akal yang di lontarkan oleh sang kakak. Akan tetapi entah mengapa respon tubuhnya berbeda dengan semestinya. Seolah kejadian mengerikan itu terjadi.

Bagaimana mungkin dia akan membunuh sang kakak. Memikirkan hal gila itu akan di lakukan olehnya, perutnya merasa dikocok. Leon tak sanggup bahkan untuk berdiri. Bayangan yang datang kedalam benaknya. Memperlihatkan bagaimana sang kakak dibunuh, terlebih lagi, oleh keluarganya.

"Arghh!!" Leon mengerang sakit. Ia memegang kepalanya. Berteriak berharap kejadian itu menghilang dari kepalanya.

Cellin langsung memeluk bungsunya, mengusap pelan punggung yang bergetar. "Leon, sayang, kamu tenang dulu. Katakan, apa yang terjadi. "

Leon mengangguk samar, mengikuti langkah Cellin menuju sofa yang ada di ruangan itu. Leon menghela nafasnya beberapa kali dan setelahnya menceritakan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu, dan juga bayangan yang terlintas di pikirannya.

Celin menangis di samping Leon. Bungsunya telah menceritakan semuanya. Hatinya terasa tertusuk seribu jarum ketika mendengarnya. Padahal bayangan tersebut belum tentu kepastiannya. Tetapi, hati Celin sakit ketika mendengarnya. Membayangkan hal itu terjadi, Celin sama seperti Leon.

Feliks di sebelah kanan Leon memijat pelipisnya.  Keadaan anak tengahnya saja sudah membuat ia pusing. Sekarang dengan cerita anak bungsunya. Dirinya di buat bingung antara percaya atau tidak. Sedangkan Asher hanya diam merenung.

"Leon tenanglah.. Mungkin itu hanya bayangan saja. Dan kebetulan Farel memiliki mimpi yang sama." Sebagai kepala keluarga tentu saja Feliks harus tenang.

Dia menatap ke arah sulungnya. "Asher.. Entah siapapun yang kamu temui nanti. Jangan pernah kamu bawa ke rumah. Jika kamu merasa iba, bantu dia secukupnya. Kita tidak tau, apakah mimpi itu pertanda buruk atau baik. Tetapi kita harus tetap waspada, " ujarnya.

"Meski dia di ambang kematian?" Timpak Asher.

Feliks mengangguk yakin. "Ya, keluarga jauh lebih penting. Kita harus sebisa mungkin menjauhkan kejadian dalam bayangan itu tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang terjadi sekitar. Waspadai gadis bernama aqila."

"Baiklah, papa. " Asher mendekati Elio yang tertidur pulas. Lagi lagi, wajah sembab itu yang dia dapatkan. Tangannya terulur mengelus kening Elio yang masih terasa panas. Hatinya terenyuh kala melihat wajah polos Elio.

Dia sepenuhnya tidak tahu apa yang terjadi pada adiknya, tapi dia juga senang dengan perubahan yang ada. "Tetaplah seperti ini, Farel. Kakak lebih suka melihatmu bersikap polos seperti tadi, daripada melihat wajah datarmu yang sangat menyebalkan. "

"Maafkan kami jika kami menginginkan kamu seperti ini. Maaf jika ini menyakitimu, tetapi kami suka kamu merengek pada kami." Asher mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mengecup kening Elio. Anak itu sedikit menggeliat ketika rambut di dahinya di singkirkan.

Elio tanpa sadar mengerucutkan bibir. Asher sedikit terkejut kemudian terkekeh. "Lucunya adek kakak." Tangannya mengelus lembut pipi itu. Wajah yang selalu melihatnya tajam, kini berbanding balik. Tatapan polos seolah tak tau apapun menggantikan tatapan dingin.

"Farel, apapun yang kamu mimpikan. Mimpi buruk itu.. Kami pastikan tak akan pernah terjadi. Farel bagian kami. Kita tak akan melakukan hal sekeji itu hanya untuk orang asing." Asher tersentak ketika Elio menggeliat mencari telunjuknya untuk di emut. Jari yang sedang menyentuh pipi, sekarang berubah menjadi sebuah permen.

"Terima kasih telah berubah. Dan maaf karena kami suka perubahan itu."


*

"Jadi... Leon ga benci El? Terus kenapa tadi diem aja ish! Kan El jadinya mikir kalo Leon ga suka El, humph! " bibir Elio mengerucut tak suka dengan kedua tangan yang dilipatkan di depan dada. Leon sampai gemas dibuatnya, bahkan jika dia lupa kakaknya sedang merajuk, mungkin dia akan melahap habis pipi tirus itu.

Pandangan Elio teralihkan saat kedua tangan Leon menangkup pipinya, membuat pandangan keduanya bertemu. "Dengar kak, aku tidak membencimu. Aku hanya kesal ketika mengingat sikapmu yang cuek, dulu. Tetaplah seperti ini, maka aku tidak akan pernah membencimu kak."

Elio memiringkan kepala bingung. "El cuek? Kapan? Kenapa El tidak ingat? Hmm?" Elio mencoba mengingat sesuatu.

Tangan Leon mengusap dahi Elio yang berkerut. Dia tidak suka melihatnya dan dia tidak ingin melihat Elio berpikir terlalu keres. "Tidak usah dipikirkan. Tidak masalah jika kakak tidak ingat, yang penting sekarang kakak tidak lagi seperti dulu. "

"Janji ga benci El? " Elio menatap berbinar. Dia menjulurkan jari kelingking, menunggu Leon membalasnya. Leon terkekeh pelan lalu menautkan jari kelingkingnya. "Ya, aku berjanji tidak akan membenci kakak. " ' dan juga akan menjaga kakak. Tidak akan kami biarkan kakak menjauh dari genggaman kami.' Sambungnya dalam hati

Elio jadi bahagia, entah kenapa.. Misinya berjalan dengan lancar. Sekarang dia tidak akan mati lagi kan? Dia mengembangkan senyum tanpa disadari. Leon terkekeh gemas, bahkan ketika kondisi kakaknya seperti ini, kakaknya begitu manis. Apalagi nanti jika sang kakak sedikit berisi.

Pipi tirus itu akan berisi. Di dukung oleh bibir kecil semerah cherry. Bentuk mata kakaknya juga condong tajam. Akan tetapi, ketika kelopak mata terbuka, maka tatapan polos minta di karungin yang terlihat. Leon jadi tidak sabar akan se menggemaskan apa kakaknya nanti.

"Hehe sayang Leon!" Elio memeluk Leon erat. Dia akan menjadi kakak yang baik. Wajahnya ia duselkan pada bahu Leon. Lalu menatap adik Farel itu seksama. "Leon sayang El kan?" tanyanya antusias. Dia menunggu jawaban Leon.

Sial, Leon tidak bisa menahan kegemasannya lagi. Dia membalas pelukan Elio tak kalah kencangnya, menggoyangkan ke kanan dan kiri membuat Elio juga ikut bergerak. "Astaga kakak, kenapa kau sangat menggemaskan? Seharusnya kakak menjadi adikku saja!! "

Elio sedikit merasa pusing, dia mendorong tubuh Leon sedikit keras sehingga pelukan keduanya terlepas. Elio menatap garang Leon, namun sayangnya dimata Leon itu tidaklah menyeramkan. Malah jatuhnya menggemaskan.

"Kok gitu sih? El kan kakak di sini, masa Leon yang jadi kakaknya El? Gak ya! El ga like humph! " Elio membalikkan tubuhnya hingga membelakangi Leon. Dia merajuk sekarang ini. Elio bahkan tak bergeming saat Leon berusaha meminta maaf.

Sementara itu, pasangan suami istri dan anak pertama mereka hanya memperhatikan dari sofa. Tak lupa Cellin juga mengabadikan momen itu menggunakan ponselnya.







Tbc.

Became A Favorit Figure - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang