"Mama, mama El dulu itu gimana ma?" tanya Elio. Dia menatap Celin penuh binar dari matanya. Sekarang ia sedang di suapi semangkuk bubur untuk meminum obat.
Celin tersenyum teduh. Dia mengusap anak rambut yang menghalangi penglihatan Elio. "Nanti El tau sendiri. Untuk sekarang fokus pada penyembuhan okay?"
Elio bimbang. "Uhm tapi Elio penasaran mama. Kata Leon, wajah El itu cuek. Gimana ya wajah cuek?" ujarnya sembari bertanya.
"Farel mau jadi pintar dan penurut kan?"
Elio mengangguk semangat. "Tentu mama. El tidak boleh jadi anak nakal! El tidak mau di hukum!" serunya menggebu-gebu.
"Kalau begitu habiskan dulu buburnya ya sayang, habis itu minum obatnya. Biar El cepet sembuh. " ujar Cellin lalu menyodorkan sesendok bubur pada Elio. Elio tanpa banyak bertanya lagi langsung melahap habis bubur itu meski rasanya hambar.
"Mama, udah. El udah kenyang. " tolaknya saat Cellin kembali menyuapkan bubur. "Sesendok lagi ya, El baru makan tiga suap loh. " Cellin berusaha membujuk, tapi Elio dengan tegas menolak. Dia bahkan sampai menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.
Hembusan nafas pasrah, Celin menaruh mangkuk itu dan mengambil obat yang akan di minum Elio. Untuk saat ini Celin tidak ingin anaknya merajuk. Ingin makan bubur dan minum obat tanpa drama pun ia bersyukur.
"Anak pintar." Celin memuji Elio. Dia tersenyum sembari menaruh gelas tanpa isi.
Elio melebarkan senyum. "Tentu, El memang pintar!" Mata anak itu menyipit bagai bulan sabit. Senyum sumringah anak itu berhasil membuat relung hati Celin teduh.
Hatinya berkata maaf tak mendasar atas bersyukurnya ia dengan apa yang terjadi pada putranya. Sebagai ibu, Celin akan di cap jahat ketika dia merasa lega ketika anaknya kecelakaan.
Tetapi Celin juga tak berbohong. Celin suka putranya yang sekarang. Tatapan polos serta perkataan lugu putranya semakin membuat Celin tak ingin sang anak kembali pada sifat awalnya.
Permohonan atas doa yang Celin panjatkan adalah anaknya tak akan mengingat kenangan dari kehidupan sebelumnya.
"Mama, mama, kapan El boleh pulang? Badan El kan udah ga panas lagi." tanyanya. Tangan Elio terangkat menyentuh keningnya sendiri.
"Nanti ya sayang. Nanti tanya om dokter dulu, kalo kata dokter udah boleh pulang, kita pulang ya sayang. " bibir Elio mengerucut seolah tak Terima dengan perkataan Cellin. Dia menggenggam tangan Cellin, menempelkannya di keningnya sendiri. "Nih mama, udah ga panas kan? Masa El ga dibolehin pulang sih? "
"El akan jadi anak baik! Jadi El harus pulang. El sudah tidak panas. El mau pulang mama." mata anak itu berkaca-kaca. Elio ingin pulang. Alasannya karena dia ingin sekolah dan mendapatkan teman baru.
Elio juga harus mendekatkan diri dengan para karakter supaya tidak mati muda. Target pertama yaitu Leon sudah terkalahkan. Tinggal keluarganya yang lain lalu setelah itu semua yang dekat dengan Aqila.
Elio harus menjauhkan diri dari kematian mengenaskan. Elio tidak ingin mati lagi. Kepala Elio menggeleng ribut.
Celin jadi tidak tega, dia memeluk Elio dan mengusap punggungnya pelan. Sebenarnya dia ingin Elio dirawat lebih lama untuk memastikan jika Elio benar benar sehat. Tapi melihat tatapan memohon itu, hatinya jadi luluh.
"Sttt, baiklah, mama panggilkan dokter dulu ya? "
Bukannya menjawab, Elio malah menggeleng ribut. "Ngga mau mama, jangan tinggalin El. El gamau ditinggal! Hiks... " El tidak ingin sendiri. Sendirian sangat menakutkan. Apalagi diruangan luas. Elio sudah cukup kenyang sendirian di malam di penuhi kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Became A Favorit Figure - End
Fiksi RemajaCerita ini berkolaberasi dengan penulis handal @Higan_cha. kalian wajib mampir di lapaknya. ( Up satu hari sekali, paling lambat 2 hari sekali ) Seorang badboy, bertransmigrasi ke tubuh seorang anak polos sudah biasa. Tapi bagaimana jadinya jika seo...