12.

22K 1.8K 54
                                    










Aqila menatap pantulan dirinya di kaca. Pandangannya menajam menampilkan sorot penuh tekad. "Aku harus cepet-cepet masuk kedalam keluarga Amadya!"

"Harusnya memang beberapa waktu ke depan. Tapi sepertinya aku harus gerak cepat. Mengetahui jika Farel bertindak berbeda dari dia yang dulu."

Gadis itu menyambar tas sekolahnya, keluar dari kamar dan hal pertama yang menyambutnya adalah pertengkaran kedua orang tuanya.

Gibran Alderson dan Lusiana Victoria menikah atas dasar perjodohan. Keduanya menikah tanpa ada dasar cinta, membuat kehidupan rumah tangga keduanya tidak harmonis. Pertengkaran dan perdebatan yang berakhir dengan Lusi yang menangis menjadi pemandangan biasa setiap harinya. Justru akan aneh jika keduanya diam tanpa membuat keributan.

Memilih acuh, ia melewati keduanya. Pergi tanpa pamit.

"Lihat kelakuan anakmu. Dia mirip seperti dirimu, tidak tau malu dan sopan santun!" geram Gibran melihat Aqila nyelonong begitu saja.

"Kau yang tidak becus mendidik. Sibuk dengan alasan pekerjaan, padahal bermesraan bersama selingkuhanmu!" Cecar Lusi tak terima. Dia menunjuk dada Gibran.

Gibran menepis. Lalu menampar Lusi. "Dasar sampah! Kau memfitnahku tanpa bukti!"

Lusi memegang pipinya, menatap Gibran. "Memangnya bukti apalagi? Tidak cukup kah celana dalam wanita itu berada di tas kerja mu? Lipstick di kemeja putihmu?" Matanya berkaca-kaca.

Lusi tidak bisa menerima ini semua, dia pergi ke kamarnya dan tak lama kembali sambil membawa kopel dan ransel.

"Aku ingin kita cerai mas. Sudah cukup Aku bertahan selama ini bersama pria bejat sepertimu! Aku akan pulang ke rumah orang tuaku, silahkan kau nafkahi putrimu yang tidak berguna  itu. " setelah berucap, Lusi berlalu begitu saja menghiraukan Gibran yang berteriak memanggilnya.

"LUSI! KEMBALI KAU JALANG! BAWA PUTRI TIDAK BERGUNA ITU BERSAMAMU SIALAN! "

Di luar rumah, tubuh Aqila meluruh begitu saja. Dia tahu ini akan terjadi, dan setelah ini barulah mimpi buruk sesungguhnya terjadi.

"Gak, gue ga mau disiksa sama si Gibran anjing. Gue harus cepet cepet masuk keluarga Amadya. " Aqila bergumam pelan. Dia bangkit dan langsung pergi meninggalkan rumah, menyusun rencana agar dia bisa secepatnya diadopsi oleh Amadya.

Sesampainya di sekolah Aqila segera masuk untuk menemui targetnya. Senyumnya mengembang ketika tak sengaja melihat Leon berada di parkiran sekolah bersama kedua temannya.

Dia melihat sekitar Leon. Tidak ada Farel disana. Dia pikir akan mudah untuk menggaet Leon ke sisinya. Aqila mengacaukan penampilan, mengubah mimiknya menjadi lelah. Ia berjalan sempoyongan melewati Leon.

Bruk!

Tubuhnya terjungkal, Aqila jatuh terduduk. Wajahnya lesu. Melirik Leon yang bahkan tak meliriknya sama sekali.

"Kak L-leon bantu aku, " ujarnya memelas.

Leon menatap sinis Aqila. Mood nya hari ini cukup buruk, mengingat kakaknya masih trauma karena pembullyan kemarin. Dan sekarang, wanita yang sangat dia hindari meminta tolong padanya? Tidakkah dia sadar jika Leon sedang tidak ingin di ganggu?

"Riko, urus gadis itu. Gue ada urusan. "

Leon melenggang pergi diikuti Daniel meninggalkan Riko yang menganga tak percaya. Dia lalu menatap Aqila jijik dan memilih mengikuti kedua temannya tanpa peduli dengan  apa yang Leon katakan tadi.

"Sorry nih, tipe gw yang tsundere." Dia bergumam. Bisa-bisanya Leon menyuruhnya membantu Aqila. Dia memang mengatakan jika Aqila gadis imut dan lucu. Tetapi dia tidak suka tipe seperti Aqila. Karena kebanyakan, gadis seperti itu bermuka dua. Bukannya seudzon, tapi dia sering menemukannya.

Aqila mengeram rendah. Dia di permalukan disini. "Sial!" Umpatnya. Matanya menatap sekeliling, dia menjadi tontonan gratis.

"Gila, itu si Qila ga punya urat malu. "

"Kalo gue jadi dia sih gue mundur dan sadar diri. "

"Muka mirip bitch sok imut, jijik banget gue liatnya. "

Tangan Aqila mengepal. Dengan perasaan malu, Aqila bangkit dan pergi dari sana, menghiraukan murid lain yang menatap jijik padanya.

'Sial, sial, SIAL! Kenapa jadi kayak gini? Apa gue terlalu buru buru? Apa gue harus disiksa kayak dulu? Tapi gue ga mau! Gue harus mikir cara lain biar gue bisa masuk ke keluarga Amadya. Gue harus masuk kayak dulu, gue harus dapet apa yang emang harusnya jadi milik gue.' Aqila membatin.

Dia mengejar Leon. Bagaimanapun caranya, dia harus menjadi bagian dari Amadya kembali.  Seharusnya dia bertemu dengan Asher, dan itu terjadi beberapa hari kemudian ketika pemuda itu melihat dirinya di siksa Gibran.

Tapi Aqila tak bisa menunggu hingga hari itu. Terpaksa ia menggunakan Leon. Meski agak kesal karena Leon, kehidupan nyamannya hilang.

Untuk saat ini, ia buang rasa kesalnya dulu. Dia butuh Leon.

"Leon! Leon, hiks aku mohon, tolong aku. " Aqila memohon begitu sampai di depan Leon. Menunjukkan raut menyedihkan berharap Leon memberi simpati.

Menggeram rendah, urat di leher sampai ke rahang Leon menonjol. Tapi Aqila tidak melihat atau mungkin acuh. "Lo mau apa hah!? Gue lagi males ngeladenin orang kayak lo. Mending sekarang lo pergi sebelum gue hancurin muka busuk lo itu!. "

Bukannya pergi, Aqila justru memeluk tangan Leon, menggesekkan belahan dadanya di lengan Leon.

"Leon hiks kali ini saja, tolong aku hiks. Tolong selamatkan aku hiks dari ayahku hiks. Aku mohon Leon hiks. "

Leon menyentak Aqila. Dia memandang rendah gadis itu. Sesuai apa yang ia bayangkan. Gadis benaknya Aqila datang dengan permasalahan yang sama. Dan lagi, gadis ini yang juga menjadi penyebab kematian sang kakak.

"Pergi dari hadapanku!" 

Aqila menggeleng. "Leon, bantu aku. Tidak ada yang bisa membantuku selain kamu. Aku takut Leon."

"Kau pikir aku peduli? Itu urusanmu, bukan urusanku!"

Leon mendorong Aqila hingga jatuh tersungkur lalu pergi begitu saja. Dia tidak mau kakaknya menjadi korban gadis ular itu. Bagaimanapun caranya, meski dia harus mengotori tangannya sendiri untuk membunuh Aqila.

Aqila menatap penuh permusuhan pada Leon. Sepertinya dia harus rela sedikit lecet agar bisa masuk ke dalam lingkup Amadya. Jika Leon tidak bisa, maka ia harus sabar menunggu hingga beberapa waktu ke depan.

'Leon! Gue tandai lo bangsat! Gue pastiin, setelah gue masuk, gue bakal bikin lo bertekuk lutut sama gue. Perhatian keluarga lo cuma buat gue. '

Menghapus kasar air mata buayanya. Aqila bergegas menuju kelas. Dia harus bersikap layaknya gadis lemah agar nanti Asher luluh padanya.

Aqila sudah bertekad, dan dia akan melakukan segala cara agar rencananya terwujud. Meski harus menghilangkan kehormatannya sebagai seorang wanita.






Tbc.

Became A Favorit Figure - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang