18.

19K 1.9K 32
                                    








Sayup-sayup, Elio mendengar seseorang berbicara. Dirinya menggerakkan tangan, mencoba membuka kedua matanya yang terasa sangat rapat.

Elio mengernyit ketika sorot lampu menyilaukan pandangannya. Mengerjap-ngerjap supaya terbiasa.

Elio meraba wajahnya, ada sesuatu yang mengganjal. Rupanya, itu masker oksigen. Elio membukanya lalu melirik ke samping.

Dari sebelah kanan, Keluarganya sedang membicarakan sesuatu entah tentang apa. Saking fokusnya mereka berunding, mereka tak mengetahui jika Elio telah membuka kedua matanya.

Elio membuat sedikit gerakan, membuat keluarganya menengok ke arahnya. Mereka mendekat, mengerubungi brankar Elio.

"Sayang, ada yang sakit? Bilang sama mama yang mana yang sakit. "

Mata Elio mengembun, bibirnya juga melengkung ke bawah. Semua badannya terasa mati rasa saking sakitnya, terutama di bagian perut.

"Mama... maaf, El nakal hiks.. El makan eskrim banyak banyak. jadinya El dihukum. Tapi hiks.. Sakit mama. El nda mau sakit gini." Tangisnya terdengar lirih.

Celine mengusap kepala anaknya. Memeluk El sembari menenangkan. "Tidak papa sayang. Putra mama kuat. Elio anak hebat, pasti bisa menahan sakitnya."

"Uhm, El hebat.. Hiks. El bakal lawan sakitnya ya mama." air mata membasahi pipi El. Sakit yang memusat di perut sungguh membuat dirinya tak kuasa mengeluarkan suara.

"Iya sayang, putra mama kuat." Celine pun tak bisa menahan air matanya. Betapa lega nya dia ketika sang putra telah membuka kedua mata setelah beberapa jam terpejam rapat.

"Kakak! "

Elio dengan susah payah menengok ke asal suara. Bibirnya semakin melengkung melihat keberadaan Leon. Leon langsung mendekat, memeluk erat Elio seraya terisak pelan dan menggumamkan kata maaf

"Maaf... Leon ga becus jaga kakak hiks. "

Elio bukannya menenangkan malah semakin terisak. Dia merasa bersalah karena membuat keluarganya khawatir, terlebih Leon yang sudah beberapa kali menyalahkan dirinya sendiri hanya karena Elio terluka.

"Leon jangan cengeng. Kalo Leon nangis kan El juga nangi-shh!" ujar Elio di akhiri desisan. Dia memegang perutnya, menatap kebawah dimana baju yang dia pakai sudah basah dan berwarna merah.

"Kak!" Leon segera memencet bel emergency melihat darah di baju kakaknya. Padahal Elio tak banyak bergerak, tetapi luka itu kembali terbuka.

Mata Leon kembali berembun. Akhir-akhir ini dia banyak menangis mengkhawatirkan kakaknya. Dia mundur beberapa langkah merasakan pusing yang tiba-tiba mendera.

Jika saja Max tidak sigap di belakang Leon. Maka Leon akan jatuh menubruk lantai. Tiba-tiba, badannya menggigil. Leon menutup kedua matanya. Mencengkram kemeja hitam Max, wajah Leon memerah.

Max pun memegang dahi sepupunya. "Sepertinya Leon demam, " ujar Max melihat seluruh keluarganya tampak panik.

Xavier maju.. Suami Achera itu mengambil alih tubuh Leon. "Biar daddy yang membawanya. Kamu diam disini." Max mengangguk, mengelus rambut Leon sebelum Xavier membawa pergi keluar.

Celine pun juga beranjak keluar. Dia perlu mengetahui kondisi bungsunya. Namun Achera lebih dulu mencegah. "Kak, kakak disini. Serahkan Leon pada kami, okay?" Achera tau jika kakak iparnya ini panik dan khawatir.

"Sebentar Achera.. Setelah aku memastikan bungsuku baik-baik saja."

Achera pun hanya bisa menghela nafas lalu mengangguk.

Celine pun berkata pada Elio. "Sayang, mama lihat adiknya El dulu ya nak sebentar. Nanti mama kembali lagi kesini." Celine mengecup kening Elio. Putranya terlihat lemas tak bertenaga.

Tiba-tiba tangan besar menangkup sebelah pipi Celine. "Kuat sayang.. Putra-putra kita anak kuat karena lahir dari ibu yang hebat."

Air mata Celine berlomba keluar. Dia mengecup  tangan Feliks. "Terima kasih Feliks. Aku titip Elio sebentar." Feliks mengangguk mantap

*

"Jangan dipikirkan sayang. Gadis itu sudah tak bisa bergerak di bawah kuasa kita. Mama janji, dia tak akan mati semudah itu karena sudah melukai kakak kamu, " ujar Celine. Ia bawa punggung tangan bungsunya ke pipi.

Wajah Leon memerah akibat demam. Matanya juga berkaca. "Setelah ini, kita jaga sama-sama ya mama. Leon ga mau kakak luka lagi."

Celine tersenyum, mengusap ujung rambut putranya, menepikan anak rambut ke belakang telinga. "Iya sayang. Hilangkan pikiran negatif kamu. Cepat sembuh biar kamu juga bisa jaga kakak mu hm?" Tatapan teduh Celine layangkan pada Leon.

Xavier dan Achera telah pergi karena urusan. Jadinya mereka hanya berdua di dalam ruangan. Tetapi menjadi bertiga ketika Feliks datang dan menghapus sisa air mata di pipi Leon.

"Putra hebat papa kenapa, boy?" Membungkuk mengecup kening Leon.

"Panasnya.. Jika papa menggoreng sesuatu disini, apakah akan matang?" canda Feliks mencairkan suasana.

Wajah Leon menjadi flat ke setelan pabrik. Dikira jidatnya ini kompor portable apa?

"Bukan matang, tapi bisa jadi gosong pa. Leon nya lagi emosi, makin emosi karena papa. " Leon mengungkapkan unek uneknya lalu berganti posisi membelakangi Feliks.

Feliks terkekeh pelan, sejak perubahan sikap putra tengahnya yang menjadi polos, sikap bungsunya juga berubah. Menjadi lebih terbuka dan tidak segan mengutarakan isi hatinya. Feliks tentu senang karena dulu tidak ada satupun anaknya yang terbuka padanya.

"Mas, El gimana? " Celin berucap setelah tadi meluangkan waktu untuk pasangan ayah dan anak itu bercanda.

Feliks tersenyum, menggiring rasa lega di hati Celin. Feliks berdiri di belakang Celin, merengkuhnya dari belakang seraya mencium pipi istrinya.

"Tentu saja putra kita baik baik saja. El bukan anak yang lemah, sayang. Ya, tadi dia sempat merengek karena sakit. Tapi sekarang dia tidur setelah dokter menyuntikkan obat tidur. " Celine  lega mendengarnya. Saat akan menjawab, suara julid Leon menghentikannya.

"Jangan mesra-mesraan disini. Makin-makin panas Leon nih. Mending papa mama keluar aja kalo mau memadu kasih, " usir nya. Dia kembali berbalik memunggungi kedua orang tuanya.

Feliks dan Celin saling pandang lalu terkekeh. "Astaga, putra bungsu mami ini cemburu? Hahaha, cari pacar sana biar ga ngenes. "

Leon langsung terduduk, menatap kedua orang tuanya tajam, sangat tajam namun keduanya tidak terpengaruh sama sekali.

"Gak! Leon udah punya kak El. Kak El cuma punya Leon! Dan kalian berdua.... SANA PERGI KALO CUMA MAU MANAS MANASI. LEON MUAK LIATNYA IUH! MENJIJIKAN! "

Wajah Celin dan Feliks seketika flat. Feliks mendekat, membisikan beberapa kata di telinga Leon lalu mengajak istrinya keluar.

Leon menjadi memerah, antara malu, marah, dan tak habis pikir. Untuk apa ayahnya membocorkan rahasia dirinya sendiri?

'Jika kau tidak ingat, hal yang kau pikir menjijikan itulah dirimu terlahir di dunia. ' Leon memukul bantal di dekapannya melampiaskan rasa campur aduk di hatinya.

"PAK TUA SIALAN! KENAPA GUE HARUS DENGER FAKTA MENJIJIKAN INI AAAAAA!!!"





Tbc.

Became A Favorit Figure - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang