7.

27K 2.4K 46
                                    












El menyembulkan kepalanya dari luar pintu. Anak itu memandangi kamar Maxon yang gelap minim lampu. Kepalanya menggeleng kemudian ia berniat pergi. Mana mau dia tidur di tempat yang menakutkan.

Tetapi sebelum itu, tubuhnya tertarik kedalam. Pelakunya adalah Maxon yang menggunakan handuk di area bawah. Sementara rambutnya tengah basah.

"Mau ke mana?"

Elio gelagapan. matanya meliar mencoba memikirkan alasan yang cocok. "I-itu El m-mau minum? Ah iya, El mau turun ke dapur, mau ambil air. "

Maxon tentu tau jika Elio tengah berusaha menghindarinya. Dia pikir, apa dirinya semenyeramkan itu sampai Elio enggan menatap matanya?

"Tidak usah ke dapur. Ada minuman dingin dan es krim di kulkas mini. "

Mendengar itu mata Elio langsung berbinar. "Sungguh, kakak tidak bohong?!" Serunya yang di angguki oleh Maxon.

Maka tanpa aba-aba, Elio masuk kedalam dengan berlari. Mencari es krim sesuai perkataan Maxon.

Maxon tersenyum tipis. Dia menutup kembali pintu kamar dan tak lupa menguncinya agar Elio tidak kabur tanpa sepengetahuan dirinya. Dia berganti pakaian mengabaikan Elio yang masih ada di depan kulkas.

"Oh iya kak Max-  YAK!" Elio menutup matanya menggunakan kedua tangan. Tadinya dia ingin bertanya kenapa kamar Max gelap, tapi yang dia dapatkan adalah kakak sepupunya itu tengah bugil dan hanya mengenakan celana dalam. "Kakak kenapa ganti baju di sini? Kenapa ga dikamar mandi? Ada El loh ish! "

Maxon tertawa kecil. Dia pun mengambil kaos yang tersampir di sofa. Lalu celana pendek di pinggir ranjang. "Tidak biasa."

Elio berkacak pinggang. "Harus di biasakan kakak Max. Gimana kalo nanti yang ada disini itu cewek kakak. Apa ga jantungan dia melihat kakak seperti itu, " ujarnya bijak. Dia memberi petuah pada Max. Maxon menghampiri Elio. Lalu mengambil sebuah bir kaleng dari kulkas lalu meminumnya.

"Kakak Max itu minuman apa?"

Maxon melirik Elio. Dia pun menghabiskan bir itu hingga tandas lalu membuang pada tempat sampah di dekat nya. Dia berkata. "Minuman yang tidak boleh dikonsumsi oleh anak sepertimu."

"Loh kenapa tidak boleh?" Tanyanya. Kepala Elio miring tanda dia tidak mengerti.

Akh, Maxon menyerah, dia tidak tahan akan keimutan adik sepupunya ini. Maxon mengangkat Elio dan berjalan menuju ranjang. Ia mendudukkan Elio di tepi ranjang, sementara dia berada di bawah.

"Karena minumannya ada racunnya. El tau? Banyak anak seperti El yang bertingkah seperti orang gila karena minuman itu. " ujarnya, tentu dengan sedikit bumbu kebohongan.

Elio menatap tak percaya. Dia menepuk-nepuk pipi Maxon, membuat pria berusia 25 tahun itu mengernyit heran. "Kakak, kenapa minum? Tadi katanya ada racun? Kakak ga sayang nyawa? El aja takut mati lagi. "

Maxon mengernyit. Dia memegang pundak Elio. Sedikit meremas dengan pandangan yang tajam. "Farel, sekarang jelaskan. Kenapa kamu selalu mengatakan takut mati atau mati lagi?" ujarnya penuh tekanan.

Elio memiringkan kepala. "Uhm itu benar, El pernah mati. El tidak mau mati lagi."

Maxon melepaskan pundak El dan meraup mukanya. Keluarga nya telah menjelaskan sesuatu tentang anak di depannya. "Farel dengarkan. Semuanya adalah mimpi, tidak akan ada satu pun dari kita yang akan membunuhmu."

Meski Elio tidak pernah bercerita, dari cerita Leon saja mereka sudah mengambil gambar jelasnya.

"Benarkah? Tapi gimana kalo ada orang lain yang bunuh El? Sama saja kan El mati lagi? " Entah Elio ini memang polos atau bego, tidak sadarkah dia jika air muka Maxon sudah menggelap? Jika saja Maxon tidak cukup sabar, mungkin saja Elio sudah menjadi sasarannya.

Maxon menarik tubuh Elio agar tidur di kasur. Maxon membawa kepala Elio agar mendekat pada dada bidangnya, tangannya juga tidak tinggal diam. Dia mengelus punggung Elio agar cepat tertidur.

"Tidak usah berpikir sampai sejauh itu. Kami tidak akan membiarkan itu terjadi. Sekarang El tidur, besok El harus sekolah kan? " Elio mengangguk semangat di dekapan Maxon. Anak itu langsung menutup matanya dan tak lama dengkuran halus terdengar.

Maxon menggertakkan giginya. Tak akan dia biarkan siapapun yang menyakiti adiknya barang seinci pun tenang. "Tenang saja Farel. Kamu hanya perlu duduk manis. Siapapun hama itu, biar kami yang membasminya."

*

"Semuanya sudah siap! El siap untk berangkat ke sekolah!" serunya ketika berhasil menyiapkan keperluan sekolah. Di mulai dari tas, buku, serta anak pinaknya.

El menyampirkan tasnya. Kemudian berlari ke arah kaca full body. Dia memutar tubuh melihat penampilannya dari atas hingga bawah. "Sempurna, hehe. El sangat tampan! " serunya.

Elio membuka pintu kamar, ternyata sudah ada sang adik yang sepertinya baru saja ingin menjemputnya turun. "Leon, selamat pagi hihi." Elio menyapa sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi yang putih dan rapi.

"Pagi kak. Kakak sepertinya sudah siap, kita sarapan dulu. Papa sama yang lainnya sudah menunggu. " Elio mengangguk semangat, dia menggandeng tangan Leon, menyeretnya menuju lift. Leon hanya mengikut saja, dia cukup senang karena kakaknya kini berubah drastis.

Di dalam lift, Elio mengoceh. "Leon nanti antar kakak ke kelas ya."

"Leon, El punya teman tidak?"

"Leon, apa dulu El anak nakal?"

"Leon jangan tinggalin El nanti ya?"

Leon hanya bisa tersenyum pongah. Kakaknya yang cerewet lebih menggemaskan dari pada kakaknya yang cuek dan flat. Andai kakaknya tau jika di sekolah kakaknya tak memiliki teman.

Bahkan sikap dinginnya membuat yang lain enggan mendekat. Sekarang dia hanya berharap kakaknya itu tidak kaget saat mengetahui faktanya.

Pintu lift terbuka di lantai satu. Elio langsung menyeret tangan Leon menuju meja makan. Di sana keluarganya sudah berkumpul. "Pagi semua. " sapanya riang.

Yang lain menyaut sapaan itu. Mereka akhirnya sarapan dengan tenang, sambil sesekali Elio berceloteh menanyakan kesehariannya dulu di sekolah.



*


Elio menggenggam erat tangan Leon. Sepanjang koridor kelas, dia ditatap dengan tatapan yang.. entah Elio tidak tahu. Mereka terlihat segan, takut, dan gemas secara bersamaan.

Tak sedikit dari mereka yang penasaran dengan kedekatan Elio dengan Leon, karena setahu mereka 'Farel' bahkan tidak mau berada di satu mobil yang sama dengan Leon.

"Leon."

"Ya kakak."

Elio mendekatkan wajahnya ke telinga Leon kemudian berbisik. "Kenapa mereka menatap kita?" ujarnya penasaran. "El tau El tampan. Tetapi kalau ditatap gini El kan malu." Leon tertawa pelan. Sungguh percaya diri sekali kakaknya ini.

Tawa Leon mengundang pekikan para gadis. Leon adalah salah satu siswa populer. Pribadi dingin dan tak tersentuh. Wajah yang selalu di tampilkan adalah wajah datar, dan sekarang tawa tipis ada di wajah tampan itu.

Ketampanan Leon berkali-kali lipat ketika tertawa.

Leon mendekatkan bibirnya di telinga Elio dan berbisik. "Siapa yang bilang kakak tampan? Aku jauh lebih tampan dari pada kakak. Asal kakak tau kakak itu menggemaskan. "

"YAK! " teriak Elio. Sebagai gentlemen dia tidak terima dikatain menggemaskan.

Sementara itu, murid lain yang mendengar teriakan Elio dibuat menciut. Meski raga Farel di isi oleh Elio, tapi tidak mengubah suara khas Farel yang sedikit berat, khas anak seusianya.





Tbc.

Became A Favorit Figure - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang