Elio saat ini sedang bermain mobil mobilan di ruang bermain. Ruangan yang sengaja Feliks buat setelah melihat perubahan yang terjadi pada anak tengahnya. Sudah terhitung satu minggu Elio berada di tubuh Farel, dan selama itu pula dia diperlakukan manja. Hal yang tak pernah Elio dapatkan di kehidupannya sebelum ini.
"El sayang, sudah dulu mainnya. Kita makan siang dulu ya? "
Elio mendongak menatap Cellin yang sudah berdiri di depannya. "Oke mama. Mama, habis makan El boleh main lagi kan? " tanyanya.
"Nanti ya, El harus tidur siang dulu, baru boleh main lagi. " Elio mengerucutkan bibirnya sebal, semenjak Elio berada di sini dia pasti diharuskan tidur siang. Padahal kan sayang waktu mainnya berkurang.
"Ugh, El benci tidur siang." Meski merengek, El tetap akan melakukannya. Dia tidak boleh jadi anak nakal.
Celin membawa Elio ke meja makan. Mendudukkan putranya di salah satu kursi. Dia juga duduk dan mengambil piring yang sudah terisi menu sehat sesuai kebutuhan sang anak. Celin dengan telaten menyuapi Elio.
"Mama, nanti Elio mau sekolah ya!" seru Elio setelah mengunyah dan menelan makanan. Dia berujar riang dan tak sabar.
Puk
"Sembuh dulu baru sekolah." Achera datang menepuk kepala Elio dan tersenyum lembut.
Elio mendengus sebal. "Tapi nda, El sudah sembuh. Lihat! El sangatt sembuh." ada nada sedih di perkataannya.
Achera tersenyum tipis, dia mencubit pipi Elio yang sedikit berisi. Berbeda dengan seminggu yang lalu. "Kalau begitu tanya kak Maxon. Kamu berani? " Achera berujar sambil tersenyum jahil. Dia tau jika Elio tidak terlalu berani dengan putra sulungnya itu, entah apa alasannya.
Elio tentu saja langsung ciut, dimatanya, Maxon itu sepuluh kali lebih seram daripada Asher. Apalagi Maxon tidak pernah tersenyum padanya. "Bunda curang! Kenapa harus kak Max? Kenapa ga ijinnya sama papa aja? Kan papa, papanya El? " protes Elio.
Achera semakin semangat mengerjai putra adik iparnya ini. Apalagi wajah Elio yang dibuat garang malah terlihat menggemaskan dimatanya. "Eeehh katanya tadi mau sekolah, kok minta ijin sama kak Max aja ga mau? Kalo ga mau ya udah jangan minta sekolah. "
Mata Elio berkaca-kaca. Bimbang antara takut dan antusias. Jika dia ingin sekolah, ia harus ijin pada Maxon yang menyeramkan. Jika tidak ijin, ia tak akan di perbolehkan sekolah.
"El mau sekolah, tapi El tidak mau ijin saka kak Max.. " Bibirnya melengkung ke atas. Anak itu siap menangis. "Mama, ijin ke papa aja ya? Jangan ke kak Max?" Melasnya pada Celin.
Celin tersenyum cerah. Dia menoel hidung merah putranya. " Iya sayang." Mendengar jawaban mamanya, Elio tersenyum sumringah. "Tapi harus ijin ke kakak Max juga." Senyum Elio luntur, bahunya merosot ke bawah.
"Hiks... Huwaaaa mama ga sayang El hiks El gak like sama mama. " bukannya kasihan, Celline dan Achera malah tertawa puas. Melihat Elio yang menangis seperti hiburan tersendiri bagi keduanya.
"Kenapa? "
Elio yang masih menangis langsung diam saat mendengar suara itu. Itu suara Maxon, dia baru saja pulang setelah membantu ayahnya mengurus satu klien. Maxon mendekat pada mereka dan duduk di kursi kosong, menatap wajah sembab Elio yang menunduk ke bawah.
Elio menggeleng ribut. Tubuhnya mendadak kaku ketika Maxon memegang rahangnya kemudian menarik wajahnya agar melihat ke bola mata hitam kelam milik Maxon.
"Kenapa? " tanyanya lagi. Jarinya mengusap pipi basah Elio.
Elio enggan menjawab. Maka dengan senang hati, Achera bantu menjawab. "El ingin bersekolah Max. Dia ingin meminta ijin padamu. Tapi ia terlalu malu untuk mengatakannya."
Maxson mengangguk paham. Dia melepaskan tangannya dari dagu Elio. "Aku akan memberi ijin, tapi dengan satu syarat. Malam ini kamu harus tidur denganku. " ujarnya santai. Maxon mengambil piring berisi nasi dan lauk lalu memakannya seolah tidak menyadari perubahan pada wajah Elio.
Elio sangat ketakutan sekarang ini, tapi kenapa mereka bersikap seolah tidak menyadari itu? Tidak tahukah mereka jika Elio sedang menahan tangis?
*
Elio menyilangkan tangan di depan dada kesal. Dia memalingkan muka enggan menatap mamanya serta bundanya. Mereka tetap berada di meja makan. Bedanya, Maxon telah pergi beberapa saat lalu.
Bibir maju beberapa senti. Dia sangat marah dengan kedua wanita yang sekarang cekikikan itu. "Mama sama bunda nakal. Harus di hukum!" ujarnya. Dia menatap garang keduanya.
"Elio ga mau ngomong sama mama sama bunda. El mogok ngomong!" ancamnya.
Celline dan Achera panik mendengar itu. Tidak terpikir di benak mereka jika Elio akan mendiamkan mereka. Tentu saja keduanya tidak suka didiamkan, mengingat dulu Farel juga pendiam dan pemarah.
"Eeh, sayang, maafin mama, mama hanya bercanda tadi. " ujar Cellin memohon.
"Iya sayang, bunda juga bercanda. Jangan ngambek gitu dong." Acher menimpali.
Elio masih tetap diam, dia bahkan memalingkan muka setiap kali keduanya menatap wajahnya. Bertepatan dengan itu, matanya tak sengaja melihat adiknya Leon dengan dua pemuda lainnya.
Elio tersenyum dan beranjak dari kursi. Ia berlari dan meneriakkan nama Leon. "Leon!!"
Leon yang mendapat panggilan itu segera menoleh ke arah sang kakak yang tengah berlari. "Kak, jangan berlari dan berteriak!" teriaknya.
Elio menghentikan langkahnya, dia berjalan mendekati Leon dan memeluknya erat. "Leon, mama sama bunda nakal. Masa El mau sekolah suruh ijin sama kak Max? Kan kak Max serem! " adunya dengan antusias.
Sial, Leon tidak bisa seperti ini. Dia tidak bisa tahan jika itu tentang kakaknya yang menggemaskan ini. Leon mendongak menatap kakaknya yang memang sedikit lebih tinggi darinya. "Lalu, apa udah ijin? "
Elio mengangguk semangat. "Bunda tadi yang ijin sama kak Max. Tapi masa El harus tidur bareng kak Max? Kan serem. " Bibirnya mengerucut kesal.
Kemudian dia melirik kedua teman Leon. Ia tersenyum hingga matanya menyipit. "Kalian teman Leon? Kenalin ya, El adalah El. Kakaknya Leon hehe!" Mengeluarkan tangannya berniat menyalami keduanya.
Riko menyenggol Daniel dan berbisik. "Kita perlu nyalimi dia nih?"
Daniel tak menjawab ucapan Riko. Dia membalas uluran tangan Elio dan berucap. "Namaku Daniel kak."
Elio mengangguk paham. Dia menatap Riko sambil memiringkan kepalanya tanda bertanya. "Yang satu namanya siapa? "
Riko mengulurkan tangannya. "Aku Riko kak. Riko yang paling keche satu negara. " ucapnya penuh percaya diri. Elio entah kenapa merasa kesal saat mendengarnya dia merasa jika dirinya lah yang paleng keren, tapi Riko malah membual.
"Enak aja! El yang keren tau! Masih bau kencur aja udah kepedean." Sungutnya
Bibir Riko berkedut tak terima. "Di lihat dari segi manapun. Aku yang menang. Kakak keren dari mana. Keren tidak imut iya!" ujarnya menyanggah. Keren dari mana manusia di depannya ini.
Elio? Dia marah sekarang. Dia berdiri dan langsung menjambak rambut Riko. "El itu keren! Kamu anak kecil! "
"AAKH hey kak, itu sakit! Lepasin gak! " Mereka yang melihatnya membelalak kaget, antara kasihan dengan Riko dan juga terhibur oleh kelakuan nakal Elio. "Anjer lo berdua jangan diem aja coba, bantu gue ini ish! "
"Jangan bicara kasar anak kecil! El hukum nanti ya! " Lama kelamaan Leon merasa iba dengan Riko. Dia menjauhkan Elio sambil memeluknya, berharap Elio sedikit lebih tenang. "Kak, jangan nakal. Katanya mau jadi anak baik. "
Elio tersentak oleh ucapan Leon. Matanya berembun dengan bibir yang melengkung ke atas. "Hiks, huwaaaa maaf hiks El nakal hiks mama.... "
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Became A Favorit Figure - End
Teen FictionCerita ini berkolaberasi dengan penulis handal @Higan_cha. kalian wajib mampir di lapaknya. ( Up satu hari sekali, paling lambat 2 hari sekali ) Seorang badboy, bertransmigrasi ke tubuh seorang anak polos sudah biasa. Tapi bagaimana jadinya jika seo...