- ice -

1.2K 169 33
                                    

Karena jika aku harus jadi gila demi kalian, tidak apa apa selamanya kewarasan ini terenggut.”

amnesia

Aku orangnya pemaaf.

“Ice, maafkan ak—”




BRAK!!

Aku menggebrak meja. Membuat seisi kantin terdiam sekarang. Mengalihkan seluruh atensi padaku dan perempuan ini.

“....” aku menatapnya nyalang. Berani sekali ia menunjukkan wajahnya dihadapanku lagi.




Aku kehilangan kendali emosiku sekarang, pertama kalinya sejak 17 tahun terakhir. Sudah puluhan kali ia meminta maaf seperti ini. Membuatku geram. Sangat geram.

Pertama kalinya dalam hidup, aku merasa amat sangat marah sekarang.

Menatapnya, aku menggeram.





Nampan yang sedari tadi kucengkram sekarang kuhempaskan ke lantai kantin. Membuat seluruh penghuni kantin menatap kearahku dengan tatapan terkejut.

Sayup-sayup kudengar mereka berbisik-bisik.

“Ice.. Marah?”

“Eh?”



“Maaf?” aku tertawa sengit.




“Sinting lu. Lu nggak tahu malu.”





“Lu tahu lu ngapain kan? Lu minta maaf seolah-olah semuanya selesai dengan—oh iya gue maafin—?” tanganku terangkat.

“M-mai, ma-af, aku tak tahu bakal beg—”



“LU NGEHANCURIN KELUARGA GUE! LU NGEHANCURIN KAK LIN!” aku mendorong bahunya dengan kuat hingga menabrak meja makan. Terengah-engah.

Suasananya mulai berat.




“Mai—” teriakan Fang dan Gopal, teman seangkatanku terdengar, berusaha menahanku. Bahkan tangan Fang sudah mencekal lenganku, tapi aku mengibaskannya. Menendang perutnya hingga ia terjengkang.

Persetan dengan gelar teladan.

Persetan dengan DO.

Persetan dengan segala gunjingan orang!

Aku tidak pernah peduli.





BRAK!!

Aku mendorong wanita ini kembali. Membuatnya terpekik kesakitan. Kuguncang bahunya, kemudian kuhantam wajahnya ke meja. Wajah menjijikkannya terlumur saus dan berbagai sayuran kantin.

“LU NGEHANCURIN KAK TAUFAN!” aku berteriak lagi. Ia patah-patah membalikkan kepala. Mengusap wajahnya, entah. Aku akan senang jika giginya patah.

“LU NGEHANCURIN SOLAR!!” sekali lagi aku membuat meja itu ringsek. Ia mencicit ketakutan. Aku menjambak rambutnya. Menginjak telapak tangannya. Hendak mencabuti rambut perawatan mahal berkelasnya itu.

“Lu tahu,” kekehku. Mengeluarkan seringai.





“Kak Lin hilang ingatan..”

“Kak Tau udah kehilangan kendali..”

“Solar.. Solar.. S-sola—” aku menggertakkan gigi, mataku panas. Aku rasanya benar-benar ingin menangis. Aku tidak tahu seberapa kuat lagi.

Biarkan aku hajar dia.





Kalian tahu puncak segala emosi adalah menangis. Jika kalian teramat sedih, kalian akan menangis, jika teramat bahagia, kalian juga akan menangis, begitu pula takut, dan juga marah..

amnesia | halilintar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang