- thorn -

1K 140 17
                                    

Inilah kak Alin, yang selalu mengajariku banyak hal, termasuk makna dari kehidupan itu sendiri. ”

—amnesia—

Ini Thorn. OwO

Ya, Thorn! Thaha Ar-Royyan!


Nggak salah kalian



Singkat saja, susah untuk memulainya dari mana. Karena semuanya berlalu dengan sangat cepat, tidak pernah secepat ini menurutku.

Hah..

Aku memandang sebuah sekolah, bukan sekolahku tentunya—itu sekolah dasar.

Ya, aku memang pernah sekolah disana, meski hanya satu tahun.






Kriing..

Aku mengangkat telepon. “Assalamu’alaikum, iya?”

Salam terjawab.



Thorn? Rian? kemana dek? Udah mau maghrib, awas nggak keliatan di masjid kampung,” omelan terdengar dari seberang telepon. Haha, seketika aku teringat ketika aku dan 2 kakak tepat diatasku kelimpungan karena alpha sholat di masjid, kami menyelinap ke kampung sebelah dan mengaku sholat berjamaah disana.

Nggak salah sih, tapi yaudah.

Kukira itu baik-baik saja, tapi kami bertiga langsung dijewer oleh kak Gem karena lalai, main ps di rumah kak Gopal.




“Aduh! Adekmu jangan diajak yang nggak bener! Masih kecil!”

Kak Is hanya diam, ia ketiduran disana tadi. Tapi dari ia menatapku, dia bingung. Bangun-bangun dimarahi, entah dia setengah tidur nggak pas sholat tadi.





“Ih, anak bungsu ya selamanya kecil!” sewot kak Aze bersungut-sungut. Kayaknya marah banget. Aku saat itu masih nggak paham, aku cuma dipahamkan sholat itu penting, sisanya aku berusaha mencernanya, tapi aku sedikit kesusahan.

Misalnya konsep surga dan neraka. Atau konsep malaikat, saat kecil aku suka menanyakan hal hal seperti itu, bikin kak Alin bingung mau jawab apa.

Yah, sekarang aku sudah besar, sudah paham hal seperti itu cukup diimani dan tidak usah dipertanyakan lagi.





“Iya kak Gem,” aku kembali ke dunia nyata, meraih sepeda gunungku. Kak Gem di seberang sana mengaduh, sepertinya kak Aze perang sarung lagi dengan kak Tau, mentang-mentang hari ini pake sarung—biasanya pake baju biasa yang penting sopan.

Entahlah angin apa mereka berdua ini tiba-tiba taubat pake baju koko.

“Astagfirullah!! Blaze!! Kak Tau!”

Gebubrak!!

“KAK TAU! VASNYA!”

PCYAR!!





Aku mengayuh sepedaku sembari meletakkan handphone di saku dada. Tertawa, seru saja mendengarnya. Tapi mereka nggak mengajakku, hiks.

Apa aku kelamaan duduk di padang. Sambil mencari suasana. Mencabuti bibit dari bunga-bunga yang melayu—musim kemarau. Yah.. Buat Duri sih.

HUAAAAAAAAAA!!! NAGA!!”

“EH!? MANA!?”

“MAISAAAA SELAMATKAN DIRI!”

“Ha—”




Telepon terputus. Yah, aku mendengus panjang. Aku mempercepat kayuhan, jalanan menurun. Aku mengangkat kaki, merentangkan tangan. Hahaha, ini seru—

amnesia | halilintar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang