3. Habis Daya

7 0 0
                                    

Flashback

Pukul 10 malam, jalanan cukup sepi. Sosok pria bernama Adrian baru saja pulang dari acara syukuran kelahiran anak kerabatnya.

Ia melewati jalan kampung yang cukup sepi. Seingatnya, ketika berangkat ia tak melewati daerah sini. Selama satu jam menelusuri jalan, namun tak menemukan jalan raya.

Hingga mesin kereta besinya terhenti. Ternyata bahan bakarnya habis.

Sial, mana ada SPBU didekat sini. Ia keluar dari mobil. Bersamaan ada wanita yang tengah berjalan menenteng keresek berisi makanan.

"Maaf, saya mau bertanya. Apakah daerah sini ada SPBU ? Mobil saya kehabisan bahan bakar." Ucap Adrian menghentikan jalan perempuan itu.

"Disini nggak ada SPBU, Mas. Adanya POM Mini. Tapi sama-sama bensin kok. Tuh, didepan gang sana"
ucap wanita tersebut sambil menunjuk warung bertuliskan "PERTAMINI"

Adrian mengalihkan mata, mengikuti yang ditunjuk perempuan itu. Uniknya warga negara ini.

Mentang-mentang dalam jangkauan kecil, disebutnya Mini. Entah itu bagian dari waralaba perusahaan aslinya atau bukan.

"Mau saya antar kesana, mas ?" Tawar wanita tersebut.

"Boleh, terimakasih sebelumnya" ucap Adrian sopan.

Keduanya berjalan sekitar 50 meter untuk membeli bahan bakar ukuran mini tersebut.

Hingga terisi bahan bakar tersebut dengan 3 botol plastik dan pemilik warung memberikan corong bensin.

Namun, kala Adrian membuka dompetnya. Sial, uang cash nya tak ada. Tolong ingatkan Adrian untuk menaruh uang cash di mobil.

"Maaf, pak. Bayar pakai Debit bisa kan ?" Ucap Adrian.

"Debit apaan, mas ? Debit PDAM ?" Ucap sang pemilik warung dengan wajah bingung.

"Pake Kartu ATM, maksudnya pak" Celetuk wanita yang mengantar Adrian.

"Oh.  Kirain air PDAM, neng Karen. Warung ini mah kagak ada ATM, Mas.". Jelas sang pemilik warung.

Baik, nama wanita itu adalah Karen. Tapi Adrian bingung, ia butuh bahan bakar ini.

"Begini. Saya tidak ada uang cash. Gimana kalau saya taruh jam tangan saya sebagai jaminan" Tawar Adrian berusaha negosiasi.

"Lah, dipikir jaman jebot, Mas. Masih pake acara barter segala. Lagian jam kayak gitu, di pasar malem seabrek" ucap pemilik warung sambil mengejek.

Karen yang mendengarnya tertawa. Bisa aja si bapak. Padahal itu jam mahal. Kalo dijual, harga mesin Pom Mini saja masi kurang.

"Pake duit neng Karen aja dulu. Temennya kan ini?" Ucap pemilik warung.

"Bisa aja, si bapak. Yauda deh berapa semuanya, pak ?" Ucap Karen.

"Empat sembilan, neng. Ikhlasin aja ya seribunya buat shodaqoh" Ucap si bapak itu.

Sementara Karen tersenyum lucu. Adrian menggaruk tengkuknya. Antara aneh dan malu dengan interaksi pemilik warung.

"Iya deh, saya ikhlasin seribunya. Tapi bapak yang nuang ya ke mobilnya?" ucap Karen menawar.

"Wah, pom mini kan untuk mobil dreptru, neng. Bukan deliperi. Kalo deliperi mah kena ongkir, dong. Dua ribu ongkirnya" ucap tukang warung.

Ya ampun, gayanya seperti restauran cepat saji segala.

"Iya deh iya. Yauda pak, cepetan. Keburu malem" ucap Karen sambil memberikan uang dari saku celananya.

Akhirnya si pemilik warung tersebut berjalan terlebih dahulu, disusul Adrian dan Karen.

"Hmm. Karen ? Namamu Karen kan ? Saya ucapkan terimakasih bnayak telah membantu. Boleh saya minta nomor rekening kamu ? Untuk membayar yang tadi." Ucap Adrian sengan kikuk.

"Wadu mas, saya ga bawa Handphone dan dompet. Nomor telepon saya juga baru, jadi saya nggak hapal nomor telepon dan rekening saya ." Ucap Karen.

Bukannya ia Ge Er untuk dimintai nomornya. Hanya saja di zaman canggih ini, padak akhirnya meminta nomor telepon untuk mempermudah semuanya.

Sebenarnya Karen bisa saja mengikhlaskannya. Tapi pria didepannya kan orang kaya. Masa ia harus sedekah dengan orang kaya.

Adrian melepas jam tangannya.

"Ini jam tangan saya bisa dijadikan jaminan oleh kamu. Jika lebih dari satu bulan kita tak bertemu, kamu boleh menjualnya. Jam tangan ini cukup berharga, jika kamu tahu". ucap Adrian.

Adrian ini bukan lelaki pelit dan perhitungan. Baginya jam tangan ini tak seberapa dengan waktunya. Karena esok pagi, ia harus mengunjungi salah satu perusahaan cabang. Bantuan Karen mempercepat waktunya.

"Beneran, mas Boleh saya jual ? Saya tahu lho, harga jam itu mahal, melebihi harga mesin pom mini tadi.". Goda Karen.

Adrian terkekeh. Bisa saja perempuan manis didepannya.

Apa ? Manis, sejak kapan ia memuji wanita didepannya ini. Ah, tapi memang dilirik lirik, senyum wanita ini memberikan daya tarik. 

"Tidak masalah. Ini kamu bawa." Ucap Adrian sambil memberikan jam tangan rolex nya. Karen menyambut tangannya dengan sopan.

"Bagi saya bantuanmu sangat berharga". Imbuh Adrian. 

Karen tersipu malu. Adrian melihatnya gemas. Memang perempuan ini, memiliki daya tarik tersendiri bagi Adrian.

Tapiii

"Neng, Mas. Malah ketawa ketiwi. Bukain kap bensinnya dong" ucap pemilik warung membuyarkan.

Adrian menggaruk tengkuknya, kikuk.

"Oh iya pak.". Adrian segera membuka pintu mobilnya dan menarik tuas kap bensinnya.

Bensin terisi, mesin mobil menyala.
Pemilik warung meninggalkan mereka berdua.

"Sekali lagi, terimakasih Karen." Saya tidak akan melupakan mu. Tambahnya dalam hati.

Karen mengangguk sopan sambil tersenyum.

Mobil pun jalan pelan. Tapi Adrian mengamati dari spion. Karen belok kanan menuju gang depan warung tadi.

Apa rumah gadis tadi di gang itu?
Ah rasanya, baru pertama ia menemukan gadis tulus. Meski jam mahalnya dibawa. Tapi ia yakin. Gadis itu tidak akan menjualnya.

Semoga saja sebelum satu bulan kedepan. Ia segera bertemu dengannya. Jangan lupakan Adrian, untuk mengenalnya lebih dekat.

Pepatah Adrian berkata. Pertemuan pertama adalah penasaran. Maka pertemuan kedua harus pendekatan. Cieee

Cinta Yang LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang