1. Ketuk Palu

19 0 0
                                    

POV Karenia :

Tok
Tok
Tok

Bunyi suara palu hakim terdengar tiga kali. Artinya keputusan sudah final. Sesak dada, cairan bening tak sanggup ku bendung di kedua kelopak mataku. Ku pejamkan, dan mengalirlah butiran air mata.

Aku Karenia Lara telah divonis dalam kasus pembunuhan pengusaha besar Adi Sanjaya yang merupakan ayah mertuaku sendiri.

Berulang kali pembelaan ku lakukan dan penjelasan ku keluarkan, tak ada satupun yang mau mempercayaiku. Bahkan suami, yang menjadi orang pertama kucintai justru menghianati harapan ku.

"Terdakwa Karenia Lara telah naik status menjadi Terpidana atas kasus pembunuhan Saudara Adi Sanjaya dengan masa hukuman 3 tahun" Ucap Hakim telak atas keputusan pengadilan.

Tanganku bergetar tubuhku ruluh dalam tangisan, aku sendiri, tiada yang bisa menjadi sandaranku. Di jeruji besi aku mendekam, tak sanggup kubayangkan bertahun-tahun di dalamnya, aku telah mendekam disana selama status terdakwa 2 minggu. Saat ini harus ku kubur bayangan dan impian untuk hidup.

...............

Gadis berusia 24 tahun tersebut, dengan tubuh yang ringkih keadaan tangan terborgol dilapisi pakaian orange digiring petugas kepolisian menuju sel penjara yang akan menjadi tempat hukumannya.

Namun dari arah belakang, sosok laki - laki dengan tubuh tinggi tegap dan berpakaian rapih mendekati perempuan yang tak lain istrinya itu.

"Hei perempuan brengsek ! Jangan pernah berfikir hukuman untuk pembunuh seperti mu hanya sel penjara. Saya pastikan kamu menderita melebihi narapidana umumnya". Ujar suami Karen, tak lain Adrian Darma Sanjaya.

Pemimpin sekaligus penerus Sanjaya Group. Perusahaan di bidang Logistik dan Ritel.

Istrinya hanya menunduk dan menangis, beribu penjelasan dan pembelaan yang dilontarkannya kan percuma, karena menurut olah TKP dirinya lah yang bersalah.

Dari arah pintu sana, telah menyerbu puluhan wartawan dengan kamera, tanpa memikirkan objek yang diambil. Wanita itu memehamkan matanya, menahan sakitnya cahaya kamera tersebut mengenai kelopak matanya.

"Apa motif Anda membunuh ayah mertua Anda sendiri, apakah ada isu perselingkuhan antara Anda dengan Pak Adi Sanjaya?" Ucap salah satu karyawan dengan seragam salah stasiun televisi dengan logo biru tua.

"Apa Anda ingin mendapatkan harta dari keluarga Sanjaya, sehingga terjadinya pembunuhan tersebut ?" Ujar wartawan lainnya.

"Apakah Anda akan diceraikan oleh suami Anda setelah kasus ini ?"
Wartawan dengan seragam merah itupun juga bertanya.

Jangankan untuk menjawab, untuk membuka mata saja rasanya sangan pusing sekali.

Tiba akhirnya ia memasuki sel dengan ukuran 3 x 3 meter berisikan 4 wanita dewasa. Mereka meliriknya dengan sinis, ada yang bertumbuh tambun, bertato, rambut pirang bekas obat pelurus rambut.

Ada satu yang menarik perhatian, sosok wanita yang menggunakan hijab panjang dengan wajah teduh nan tenang.

Ruangan ini sangat depek dan kumuh, ia tidak masalah dengan kondisi ruangannya. Hanya saja ia takut dengan penghuni ruangan ini. Dulu ketika sekolah ia sering mendengar berita terjadinya pembullyan narapidana lama terhadap narapidana baru.
Ia takut di aniaya disini.

"Aku harus bagaimana ini, kumohon tolong lah agar mereka tidak mengasari ku". Ujarnya dalam hati.

Wanita bertubuh tambun menendang pantat Karenia,
"Heh, dasar pembunuh, wanita matre lu yah. Hei kalian, kita punya anak baru, mulai saat ini dia yang akan jadi babu disini". Tawanya menggelegar ruangan ini.

"Lu disini harus bersihin kamar mandi, ngepel pake tangan tiap hari. Kalo kita lihat ada noda satupun. Lu harus tidur dikamar mandi. Ngerti lo?" Ujar wanita yang bertato.

"He Rina ! tugas lo jadi babu disini udah selesai, beruntung ada si jalang matre ini." Ujar wanita pirang.

Ternyata Rina adalah sosok wanita yang menggenakan hijab itu.

"Mulai sekarang lo sikat kamar mandi. Yanti lo ajarin dia buat nata barang - barang kita". Ucap wanita tambun.

Wanita pirang itu bernama Yanti. Karen ditarik ke kamar mandi, kemudian diberitahunya alat pembersih dan bagaimana penataan barang-barang mereka.

.............

Hingga pukul setengah 12 malam, wanita dengan sapaan Karen itu masih membersihkan ruangan sel. Bajunya basah kuyup karena keringat, dari petang hingga tengah malam, ia masih harus mengerjakan ini semua. Semetara tiga narapidana lain tengah tidur pulas di kasur lantai.

"Sini aku bantu biar cepat istirahat" Karen terperanjat, melihat Rina tiba-tiba membantunya.

"Makasih, mbak" ucap Karen.

"Oh ya, aku Rina, kamu siapa?" Ujar Rina. 

"Aku Karen, mbak" balasnya.

"Kamu yang sabar ya. Semoga mereka bisa berubah sikapnya. Aku tahu kasus mu dari mereka. Aku yakin kamu tidak bersalah sama seperti ku" ujar Rina.

Apa banyak mereka yang bernasib seperti dirinya, terpenjara tanpa bersalah dalam kebenaran.

Alangkah buruknya mereka yang mengadili tanpa pertimbangan pasti. Betapa kejinya orang yang menuduh tanpa kebenaran valid.

Hingga pagi menjelang, Karen terbangun kaget, karena kakinya di injak olah wanita tambun.

"Bangun lo udah pagi, anak baru harus bangun lebih awal dari kita"

Karen bangun, ia terbirit ke kamar mandi. Mendahului wanita tambun yang membawa handuk.

"Sialan lo perempuan. Gue duluan masuk kamar mandi, jalang" ucap wanita itu dengan marah.

"Tuh anak muntah - muntah lagi hamil kali, Mbak Etik". Ucap Yanti wanita pirang. Nama wanita tambun itu adalah Etik.

Huek
Huek
Huek

Ia menangis menggigit bibirnya pedih. Tangannya mengusap perutnya yang mual.

Tolong lah, aku tak sanggup lagi. Jerit Karen dalam hati.

Ia keluar dari kamar mandi, dengan wajah pucat dan gemetar.

"Lu hamil ya ? Anak siapa ? Anak mertua lo, hah ?" Ucap wanita beratato.

Karen tak membalas hanya nangis yang ia bisa. Hingga ucapan Rina membuat antensi mereka.

"Istighfar mb Rasti, kita belum denger penjelasan dia" ujar wanita berhijab itu. Wanita bertato itu bernama Rasti.

"Alaaah, istighfar segala. Lu lupa temen-temen lu semua yang nge bom gereja, ga lu suruh istighfar, hah ? Lu kan teroris" Jawab Yanti.

Rina adalah narapidana yang divonis teroris oleh kepolisian, ia terbukti menyimpan alat rakitan bom di rumah yang ditempatinya bersama temannya.

Jadi mbak Rina, dituduh teroris hingga masuk sel ini. Pikir Karen.

Hingga tiga bulan berikutnya, Karen sering diperlakukan tidak baik oleh teman satu selnya. Perut yang ia tutupi kini semakin menonjol.

Setiap malam menjelang tidur, Karen selalu meratapi nasibnya. Bagaimana kelak anaknya. Bagaimana ia akan menjadi ibu. Dalam tiga bulan ini, sama sekali tidak ada yang memberikannya bantuan dari luar. Karena gadis dengan paras ayu tersebut, adalah wanita sebatang kara, ayahnya meninggal ketika ia lulus SMP tertabrak mobil, namun ia tak mendapatkan kompensasi sepeserpun. Ibunya meninggal ketika ia usia lulus SD.

Beruntung ada tetangga yang mendaftarkan dirinya ke yayasan Yatim Piatu untuk membiayai pendidikan SMA. Ia kuliah dengan full beasiswa atas rekomendasi SMA nya, mampu lulus dalam waktu yang singkat. Bekerja di perusahaan besar selama 1 tahun.

Ia ingat, masi punya rumah peninggalan ayahnya. Bagaimana keadaan rumah itu sekarang ? Terakhir kali tiga bulan sebelum peristiwa mengenaskan ia mengunjungi rumah penuh kenangan tersebut.

-------_---------_-----

Holaaa, ini cerita terbaru ku. Jangan lupa vote yaa, gratis kok.
Terimakasih readers ku tercintah.

Cinta Yang LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang