Angin malam menerpa wajah dan tubuh Gigi cukup keras, karena Nue melajukan motornya dengan kencang. Melihat sikap Nue seperti itu, Gigi mendengus pelan. Malam ini dia sangat kecewa sebenarnya. Ada dua hal yang paling membuatnya kecewa. Pertama, sudah barang tentu karena dia tidak bisa menikmati pizzanya sampai puas. Yang kedua, dia heran, kenapa Nue tidak melabrak Grace saja sekalian? Kenapa dia hanya diam dan justru meninggalkan tempat itu? Gigi sama sekali tidak bisa memahami perasaan Nue. Seperti biasa, Nue memang orangyang sulit ia tebak.
Gigi menghela napas berat untuk kesekian kali. Hal itu terus ia lakukan untuk mendinginkan hatinya yang panas. Jujur saja, kalau bukan karena ada Nue, Gigi sudah pasti akan melabrak Grace tadi.
Bruuumm...
Lagi-lagi Nue manambah kecepatannya, hingga membuat tubuh Gigi terhuyung ke belakang, langsung saja tangannya refleks berpegangan pada pinggang Nue.
"Jangan kenceng-kenceng kak.. aku bisa jatuh ntar..!"
Mendengar keluhan Gigi itu, Nue pun mulai menenangkan lagi pikirannya dan memperlambat laju motornya. Masih tidak berkata apa-apa. Ini pertama kalinya Gigi berpegangan pada pinggang Nue saat di bonceng. Dari dulu Gigi ingin sekali mengalungkan tangannya pada tubuh Nue dan berbagi kehangatan dengannya. Kini tangan Gigi sudah menggenggam erat jaket Nue pada bagian pinggangnya, tapi Gigi masih belum bisa untuk memperluas jangkauan pegangannya menjadi sebuah pelukan. Tidak, ia tidak bisa, mengingat suasana hati Nue saat ini, Gigi masih belum berani melakukannya. Bagaimana kalau Nue marah dan menurunkannya di jalan? Wah bisa mampus si Gigi jalan kaki ke kos-kosan yang masih jauh!
Beberapa menit berlalu tanpa kata-kata dan gurauan. Seolah keceriaan mereka saat di PH hanya mimpi belaka. Motor Nue kini sudah berhenti di depan gerbang kos-kosan Gigi.
"Makasih ya kak.." ujar Gigi yang mengusahakan senyum termanisnya.
Nue tersenyum tipis. Anehnya dia masih diam di sana sampai Gigi membuka gerbang kos-kosannya.
"Gi.."
Mendengar namanya dipanggil, Gigi pun menoleh ke arah Nue.
"Ada apa,kak?"
Nue tidak langsung menjawab, lalu dengan ragu ia mengutarakan maksudnya.
"Malam ini, aku bisa nginep di kos mu nggak?"
'Ha?'
Gigi melongo memandangi Nue untuk beberapa saat.
"Hmm.. ya kalo gak, ya gapapa.." ujar Nue lagi,kali ini dia mulai men-starter motornya.
Gigi pun buru-buru memegang lengan Nue.
"Oo.. boleh kak..!"
***
Klik..
Daun pintu kamar Gigi terbuka. Cahaya dari luar langsung menyinari ruang kamar Gigi yang gelap. Gigi melepas sepatunya dan menyalakan lampu, sehingga jelaslah seisi kamar Gigi.
"Masuk kak.." ujar Gigi yang kini membereskan beberapa buku dan laptop di atas meja belajarnya.
"Hehe.. maaf berantakan." Sambungnya.
Nue melepas sepatunya dan masuk ke dalam kamar Gigi. Sesekali ia melayangkan pandangannya ke sekeliling kamar Gigi. Mata Nue terhenti pada jendela yang saat ini dibuka oleh Gigi. Berhubung kamar Gigi berada paling ujung, dia punya dua jendela, satu jendela yang kecil di dekat pintu, sedangkan satu lagi yang ukurannya lebih besar di sisi kanan kamarnya. Ia mendekati jendela yang besar itu lalu duduk di bingkainya. Jendela kamar Gigi yang lebih besar memang unik. Dapat dibuka dengan menggeser daun jendelanya ke kanan, sehingga orang bisa duduk di bingkainya dan melihat pemandangan kota Jember. Gigi sengaja memilih kamar di lantai dua yang memang saat ini kosong (hanya ada Gigi di lantai dua) supaya bisa terhindar dari kebisingan anak-anak kos lain. Dari sana dia juga bisa melihat kelap-kelip lampu kendaraan yang merayap di Jembatan Semanggi. Gigi sering duduk di sana untuk menikmati suasana malam yang nyaman saat ia sedang suntuk. Di samping kamar Gigi terdapat lahan lapang yang biasanya dipakai untuk menjemur pakaian, jadi jangan bayangkan Gigi duduk di bingkai jendela dengan kaki melambai-lambai di udara tanpa pijakan, bahaya tuh..
KAMU SEDANG MEMBACA
Hymn of My Heart
Romance❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @ZalaAryadhani ❌Enjoy This Story ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH