Bar 16

12.4K 921 65
                                    

Yah.. beberapa hari sudah berlalu sejak malam itu. Kota Jember diselimuti mendung sepanjang hari, dan hujan selalu turun setiap sore. Tak beda jauh dengan suasana di rongga dada Gigi beberapa hari ini, selalu mendung. Meskipun Gigi mencoba menutupi perasaannya itu dengan senyum yang lebar tapi tetap saja, awan kelam di hatinya terpantul di wajahnya. Bahkan beberapa temannya menyadari kalau ada yang hilang dari Gigi.

"Gi.. kamu kenapa sih?"

Gigi menoleh ke arah Ully yang menatapnya dengan mata heran. Gigi hanya memberikan senyuman orang linglung,

"Gapapa kok.." katanya sambil kemudian memangku lagi pipinya di punggung tangannya.

Ully berdecak dan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berbalik. Sikap temannya yang satu itu memang agak aneh beberapa hari belakangan ini. Gigi yang selama ini dia kenal ceria, rame dan kocak, kini lebih banyak melamun, dan sering tidak nyambung jika diajak bicara.
Seperti saat ini, Ully menoleh sesaat ke arah Gigi. Dia tengah memangku pipinya dan menerawang kosong ke arah jendela. Entah apa yang ia perhatikan selain pepohonan dan semak belukar di luar sana. Ully jadi sumpek melihatnya. Dengan sedikit kesal ia menepuk pundak Gigi dan menyadarkannya dari lamunan panjangnya.

"Gi, kamu kenapa si? Kalo ada masalah, cerita dong!"

Gigi hanya tersenyum tipis dan berkata.

"Nggak ap.."

Belum sampai ia menyelesaikan ucapannya, tangan Ully sudah mengacung seolah siap menggampar Gigi.

"Bilang gapapa lagi aku tabok nih! Udah jelas-jelas ada masalah juga!" ancamnya.

"Tapi, bukan berarti aku bisa ceritain ini ke kamu kan?"

Jawaban Gigi seketika membuat wajah Ully menjadi masam. Dengan kesal ia menurunkan tangannya dan kembali menulisi buku bindernya. Saat ini dia memang sedang membuat tugas untuk matakuliah selanjutnya. Dia meminta Gigi menemaninya di sebuah kelas yang sudah kosong dan akhirnya dicuekin juga oleh Gigi.

"Ya udah, huh!" dengusnya, sementara Gigi kembali pada posisinya semua, memangku dagu menatap ke luar jendela.

Agak lama keduanya saling mendiamkan dan menyibukkan diri. Ully sibuk dengan tugasnya sedangkan Gigi sibuk dengan pikirannya sendiri. Pikirannya kini berputar kembali pada beberapa hari yang lalu, ketika ia mendengar percakapan para senior di PSM.

"Wih? Masa si Dit? Nue beneran udah balikan sama Grace?" tanya Nurul yang tampak antusias mendengar kata-kata Radit.

Sementara itu, tak jauh dari tempat Nurul dan Radit duduk, Gigi tampak tercengang mendengar suara itu.

"Iya mbak.. kemaren juga Grace sendiri yang bilang.. Emang setia banget dua orang itu. Hmm.. yah, moga sabar aja nih si Anggian.." gurau Radit sambil sedikit melirik ke arah Gigi.

"Hush.. apaan sih! " tegur Nurul sambil memukul tangan Radit.

Radit segera memalingkan lirikannya dan kini sibuk mengelus tangannya yang panas karena pukulan Nurul. Sedangkan Gigi..?

Gigi hanya menunduk lesu. Dia sebenarnya tidak terlalu kaget dengan berita itu, mengingat malam sebelumnya dia sendiri yang mengusulkan hal itu pada Nue. Tapi tetap saja, kekecewaan berat menimpa hati Gigi. Kini dia hanya bisa merenung menyesali nasib dan sesekali berandai-andai. Andai saja saat itu Gigi mau jujur dengan perasaannya sendiri dan mengatakan pada Nue jika ia tidak ingin mereka berdua kembali berpacaran... apakah mungkin hal ini tidak akan terjadi? Apakah mungkin Gigi berbalik menggantikan posisi Grace di hati Nue?

Harapan tinggallah harapan. Penyesalan tinggallah penyesalan. Semua itu tidak akan mengubah apapun selain menjatuhkan diri lebih dalam ke sebuah jurang kesedihan. Sayangnya, Gigi sudah jatuh terlalu dalam. Sulit baginya untuk kembali memanjat tebing jurang itu dan kembali ke permukaan. Sementara bayangan Nue menghantui dirinya dari balik kegelapan di belakangnya. Membuat Gigi berulang kali menengok dan terjatuh kembali.

Hymn of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang