Part 2: Greenhouse

410 18 0
                                    

Nirmala tengah asik membaca novel yang akhi-akhir ini ia gemari di taman belakang milik ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nirmala tengah asik membaca novel yang akhi-akhir ini ia gemari di taman belakang milik ibunya.

Dolores memiliki sebuah greenhouse yang sering wanita itu kunjungi setiap acara minum teh bersama dengan anak-anaknya. Bagi Dolores greenhouse adalah tempat sakral yang tidak boleh dimasuki siapa saja dengan seenaknya.

Dolores hanya mengizinkan beberapa orang tertentu untuk keluar-masuk di greenhouse miliknya. Pengurus, pemilik dan anak-anaknya. Bahkan suaminya tidak boleh memasuki greenhouse milik Dolores, tujuan dari hal tersebut ialah untuk menjaga ikatan antara ibu dan anak. Di tambah lagi dengan kesibukan masing-masing membuat Dolores merasa asing dengan anak-anaknya.

Hingga disinilah dirinya, berada di sebuah greenhouse milik Dolores dengan secangkir teh hangat ditemani biskuit coklat. Cuaca hari ini sangatlah mendung dan mendukung dirinya untuk bermalas-malasan disini. Di tambah lagi suasananya yang tenang karena mereka tinggal di perumahan khusus untuk pekerja. Setiap rumah memiliki jarak yang cukup besar di tambah lagi setiap rumah memiliki ukuran yang tidak bisa dibilang kecil.Mungkin, inilah yang disebut dengan mansion.

Nirmala menarik napasnya dalam lalu menghembuskannya dalam sekali hembusan sembari menyilangkan kedua kakinya dengan mata yang masih tertuju dengan novel yang berada di tangannya.

"Hola hermana."

Nirmala tersentak terkejut sembari menatap ke arah sumber suara dimana Dax berdiri dengan seringai jahilnya.

"Te ves ocupado hoy."

Nirmala mengernyit bingung. "Pardon me, i don't understand. Bisakah kau menggunakan bahasa Inggris?"

Dax tersenyum tipis sembari duduk di salah satu kursi dekat dengan gadis tersebut. "You look busy today."

"Tidak, aku hanya sedang membaca, jadi apa yang membuat kau datang ke sini?" Nirmala menutup novelnya, dengan tangan kiri memangku novel tersebut di atas pangkuan sementara tangan kanannya berada di atas novel tersebut dengan jari telunjuk serta jari tengahnya menahan di lengan kiri. Tubuhnya duduk dengan posisi tegak dengan kedua kaki yang kini menyerong ke samping.

Dax tersenyum lembut melihat hal tersebut sembari berdeham pelan lalu memposisikan dirinya menatap-lurus pada adik perempuannya itu.

"Kau pasti bosan karena Galuh tak berada disini. Begitupun dengan ayah dan ibu."

Senyum tipis terbit di wajah Nirmala, masih mempertahankan posisinya. "Tidak, sejauh ini aku baik-baik saja kakak, tak perlu khawatir. Namun tentu, aku merindukan mereka."

Dax mengangguk sembari memakan biskuit milik Nirmala. "Aku sering mengunjungi tempat ini ketika aku mengunjungi ibu. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda."

"Lihatlah bunga itu, i bought her persian violet and beside that was sweet violet from my brother Desmond."

Pria tersebut melirik Nirmala, yang masih sama dengan posisi awal, tengah menatapnya secara terang-terangan. Sedikit takjub dengan ketangguhan gadis tersebut, dirinya menghadap Nirmala sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Kau pasti mengetahui, itu adalah dua bunga yang berbeda namun dengan warna yang sama. Tetapi ada yang istimewa dari kedua bunga tersebut, salah satu di antaranya pasti memiliki keunggulan."

"Menurutmu apa yang lebih autentik dari sebuah kemurnian?"

Dax memajukan tubuhnya ke hadapan Nirmala dengan tatapan yang masih tertuju pada gadis tersebut.

"Sebuah tiruan dan kesaaman dalam warna tidak bisa menandingi sebuah kemurnian,"

"Hanya karena bunga-cantik itu memiliki warna yang sama, bukan berarti mereka serupa. Bukankah yang satu lagi cacat karena tidak lahir dari kelopak yang sama?"

"Karena menurutku, kemurnian adalah kunci dari keistimewaan. Setidaknya, hal tersebut harus layak, namun jika tidak, itu hanya akan menjadi pajangan semata."

Nirmala terdiam sejenak, "Atas dasar apa kelayakan sesuatu menjadi standar dari bagaimana kelopak itu tumbuh, bukankah jika semua kelopak tumbuh dengan bentuk yang serupa hal tersebut menghilangkan nilai kemurnian yang kau bicarakan,

"karena perbedaan membuat hal tersebut istimewa."

Suasana hening seketika membuat angin yang berhembus terdengar lebih ganas dari pada deru napas keduanya. Detik kemudian Dax tertawa dengan terbahak-bahak sembari memukul meja beberapa kali membuat Nirmala bingung dibuatnya, namun ia memilih diam dan memperhatikan kakaknya yang satu itu.

Setelah tawa Dax mulai mereda, pria itu mengusap sudut matanya yang berair sembari menatap Nirmala kembali. "Kau itu memang lucu, aku jadi ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk berbincang dengan adikku tersayang."

Dengan santainya Dax mengambil cangkir teh miliknya lalu meminumnya dari gelas yang sama membuat Nirmala sempat tersentak karena merasa kesal dengan tindakan Dax yang sangat ceroboh. Mungkin ia bisa mentolerir atas biskuitnya yang pria itu makan namun tidak dengan secangkir teh tersebut, Nirmala benci minum di gelas yang sama dengan seseorang, tanpa terkecuali. Namun sebisa mungkin dirinya bersikap tenang menghadapi Dax yang menurutnya sangat kekanak-kanakan.

Dax tiba-tiba saja berdiri membuat Nirmala juga sontak berdiri dan menatap pria tersebut dalam diam. Menunggu apa yang akan pria itu katakan kepadanya.

"Sayang sekali, aku ada urusan penting. Aku harap kita akan sering berbincang santai seperti ini lagi di lain waktu mengingat ibu menyuruhku untuk menetap disini untuk beberapa bulan ke depan."

Nirmala hanya mengangguk sembari masih menatap pria tersebut dalam diam.

"Aku pergi,"

Dax beranjak dari sana, namun tiba-tiba pria itu membalikkan tubuhnya lalu menatap Nirmala dengan lekat.

"Menurutku keputusan yang aku ambil saat ini, sebanding dengan apa yang aku dapatkan."

Setelah mengatakan hal tersebut Dax melenggang pergi, meninggalkan Nirmala yang terdiam dengan penuh tanya. Sejauh ini, ia bisa menyimpulkan bila dirinya harus lebih berhati-hati dengan pria tersebut, sosok yang siap menikam lalu menjerat.

Nirmala tidak bisa menetapkan yang mana zonanya untuk saat ini. Sang tuan rumah sudah memberi peringatan dengan menunjukkan bisa-nya. Dirinya harus lebih berhati-hati lagi di lain waktu.

"God," Nirmala menghela napasnya sembari merenggangkan pergelangan tangannya yang terasa pegal, begitupun dengan tubuhnya yang terasa kaku.

Saat dirinya tengah melakukan perenggangan tubuh, Nirmala tak sengaja mendapati Desmond yang tengah berdiri di depan pintu masuk greenhouse. Tatapan datar disertai alis yang menekuk tajam menandakan betapa tidak sukanya pria tersebut mendapati dirinya berada disini.

Dengan segera Nirmala membenarkan posisi tubuhnya dengan menghadap ke arah pintu masuk. "Kakak, apa kau mau meminum teh bersamaku?"

 "Kakak, apa kau mau meminum teh bersamaku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23/01/24

Someone DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang